Part 9

17K 1.9K 29
                                    


"Ma, hari ini Mama nggak usah jemput aku ya. Nanti setelah pulang sekolah aku sama temen-temen ada kerja kelompok," kata Nayra setelah menyelesaikan sarapan paginya bersama sang mama.

"Iya Nak, tapi nanti setelah kerja kelompoknya selesai langsung pulang ya atau bisa telpon Mama untuk jemput," jawab Tisa.

"Hari ini Mama enggak ke sekolah? Kenapa masih belum rapi?" tanya Nayra.

Tisa tersenyum mendengar pertanyaan putrinya. Ia meletakkan gelas yang masih berisi setengah lagi air putih itu di atas meja. Mengambil tissue dan membersihkan ujung bibirnya dengan cara yang sangat anggun.

"Enggak Nak. Hari ini dan besok Mama nggak ada kelas jadi bisa seharian di rumah," jawab Tisa dengan lembut.

Tisa adalah seorang tenaga pengajar siswa atau guru di sebuah sekolah tingkat menengah pertama milik Negeri. Lokasi sekolah yang menjadi tempat Tisa mengajar pun lumayan jauh dari rumah mereka. Belum lagi keramaian jalanan yang membuat macet di sepanjang jalan membuat mereka harus berangkat sangat pagi.

Selama Rudi hilang. Tidak, lebih tepatnya hilang tanggung jawabnya sebagai ayah juga suami, Tisa memutuskan untuk kembali mengajar seperti saat dulu ia belum menikah. Jadi, kebutuhan hidupnya dan Nayra cukup dari gaji pns-nya.

"Berarti nanti aku langsung telpon Mama aja ya. Mungkin aku pulangnya agak sore Ma. Nggak apa-apa kan?" tanya Nayra lagi.

"Kapan aja Mama bisa jemput kamu kok kalau hari ini," kata Tisa.

****

Serune Cafe

"Jadi semua udah selesai kan? Ya udah kalau gitu kita pulang duluan ya Sha, Nay."

Nayra dan Shasa mengangguk dan mempersilakan teman-teman satu kelompok mereka untuk pulang lebih awal karena tugas kelompok yang mereka kerjakan sudah rampung.

Nayra dan Shasa memilih memesan minum terlebih dahulu sebelum pulang. Sedari tadi saking fokusnya pada tugas yang mereka kerjakan sampai mereka lupa memesan minum. Alhasil sekarang mereka merasakan haus yang tiada kentara.

"Ya ampun Nay. Ini kayaknya dompet aku ketinggalan di sekolah deh di dalam kelas," kata Shasa kebingungan.

Gadis manis itu tengah memeriksa isi tasnya. Mulai dari badan tas sampai pada celah paling kecil dari bagian tasnya itu. Satu persatu bukunya ia keluarkan ke atas meja tapi barang yang ia cari memang tidak ditemukan.

"Lah terus kalau dompetnya ketinggalan gimana kita bayar minuman ini Sha?" tanya Nayra dengan wajah yang tidak kalah cemasnya.

Pasalnya uang Nayra juga ia titipkan untuk dimasukkan ke dalam dompet milik Shasa karena biasanya juga seperti itu. Nayra tidak pernah membawa dompet, uang saku biasanya ia letakkan tepat pada tempatnya yaitu saku rok sekolah. Tapi jika memakai seragam sekolah yang tidak menggunakan saku seperti sekarang ini maka uang sakunya ia titipkan pada Shasa.

"Atau aku coba telepon mama aja ya biar jemput kita sekalian bayar," usul Nayra setelah berpikir beberapa kali.

"Boleh deh Nay," jawab Shasa yang juga mulai pusing karena memang tidak memiliki cara lain.

Tidak mungkin mereka meminta untuk membayar minuman yang sudah mereka minum dengan mencuci piring di belakang. Oh sangat tidak mau mereka lakukan.

Cukup sekali mereka melakukan hal itu dulu saat pertama kali masuk ke SMA. Dulu uang mereka hilang karena saku rok yang Nayra gunakan bolong dan uang Shasa juga ada di sana, akhirnya mereka berdua membayar jajanan kantin dengan tenaga cuci piring di kantin sekolah. Memalukan memang jika untuk diingat.

"Gimana kata Tante Tisa?" tanya Shasa setelah Nayra mematikan ponselnya.

Nayra tersenyum tipis dan mengangguk yang langsung membuat Shasa menghela nafas lega sambil mengelus dada.

"Eh bentar deh Sha. Kayaknya aku kenal sama orang itu," kata Nayra sembari jari telunjuknya mengarah pada satu arah.

"Siapa?"

Shasa ikut memandang pada arah yang ditunjukkan oleh Nayra. Dahinya mengernyit melihat seorang pria yang sedang berjalan ke arah satu meja di dekat pojok. Pria yang lumayan, emm tampan berpakaian layaknya mahasiswa dengan ransel yang tersampir di bahunya.

"Ada deh. Aku kenal dia dan pasti dia mau bantuin kita. Kamu tunggu di sini dan aku yang akan ke sana," kata Nayra.

"Tapi Nay...,"

Belum sempat Shasa menuturkan perkataan, Nayra sudah lebih dulu melangkah mendekati pria tadi.
Langkah Nayra sengaja dibuat dengan gerakan cepat sehingga menghadang pria yang katanya ia kenal. Bahkan kini Nayra berdiri tepat di depan pria itu.

"Raihan," ucap Nayra dengan wajah yang dibuat seramah mungkin.

"Eh,"

Raihan menghentikan langkahnya ketika seorang gadis berdiri di depannya dan menyebut namanya. Dahi Raihan terangkat melihat gadis di depannya ini tersenyum manis padanya. Hampir saja Raihan ikut menarik sudut bibir untuk tersenyum jika tidak langsung mendengar kata hati yang berbisik,

"ingat Raihan yang ada di hadapanmu saat ini adalah seorang wanita. Tundukkan pandanganmu!"

Raihan menggeleng pelan kepalanya seraya memejamkan mata sejenak dengan bibir bergetar menyebut asma Allah.

"Nayra, maaf kenapa kamu ada di sini dan masih berpakaian seragam?" tanya Raihan.

Wajar Raihan bertanya seperti itu. Jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul empat sore dan Nayra masih berada di cafe ini dengan pakaian seragam sekolah.

Raihan berusaha untuk tidak menatap pada Nayra tapi pada segala arah. Cafe Serune saat ini tengah ramai dengan pengunjung jadi tidak masalah jika Raihan membalas sapaan Nayra.

"Aku ada kerja kelompok tadi tapi udah selesai. Sebenarnya aku sama temen aku dan kita kayaknya nggak bisa pulang karena belum bayar minuman. Dompet kita ketinggalan di sekolah dan nggak punya uang buat bayar, makanya dari tadi kita nggak pulang-pulang," kata Nayra.

Nayra sendiri sebenarnya merasa geli pada dirinya. Nayra sampai berpikir jika setelah ini Raihan pasti akan ilfeel padanya.

"Kamu mau kan bantuin aku? Aku masih ingat loh beberapa hari lalu kamu pernah bilang kalau kamu adalah Raihan yang akan menjadi suami aku kelak," kata Nayra lagi.

Gelombang di dahi Raihan semakin bertambah. Ada apa dengan gadis yang ada di hadapannya ini. Sebenarnya Raihan sudah mengerti maksud Nayra dari pertama gadis ini membuka suara tadi.

"Terus apa hubungannya dengan minuman kamu?" tanya Raihan sengaja.

Nayra menatap Raihan sebal. Jika saja ia tidak butuh sudah pasti ia lontarkan kata-kata mutiara untuk pria ini. Tapi Nayra harus tahan itu.

"Masa aku harus jelasin sih. Harusnya kamu tahu dong kalau kamu yang jadi suami aku nanti itu artinya kebutuhan aku kamu yang penuhi termasuk makan. Dan kayanya kamu harus mulai belajar menabung tanggung jawab deh dari sekarang dengan bayarin aku dan temen aku," ujar Nayra.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang