Part 15

16.2K 1.8K 5
                                    

Jangan lupa Follow akunnya ya teman-teman. Biar authornya semangat terus buat nulis❤

"Waarsala 'alaihim thoiraanababiil...,"

"Kurang tepat!" ujar Raihan.

Nayra mengerucutkan bibirnya dengan bahu yang merosot. Ini sudah keempat kalinya ia mengulang-ulang bacaan dari potongan surah Al-fill tersebut dengan Raihan dan Ustadzah Ulfa sebagai penyimak setia.

Nayra cukup peka dengan gelengan kepala yang Raihan berikan. Ada Ustadzah Ulfa juga di samping Nayra.

"Salah terus, yang benar gimana Ustadz?" tanya, tidak lebih tepatnya protes Nayra dengan nada yang mulai geram.

Ustadzah Ulfa tersenyum mendengar nada putus asa Nayra yang menurutnya selalu salah dalam hal bacaan padahal tadi sudah benar.

"Tadi udah dites sama Ustadzah Ulfa dan katanya benar terus kenapa kalau sama Ustadz selalu salah?" protes Nayra lagi seolah tidak terima.

"Tadi kamu bacanya benar Nayra dan kenapa kali ini malah salah ya?" tanya  Ustadzah Ulfa.

"Waarsala 'alaihim thoiran, ababiil. Begitu yang benar. Perhatikan ada tanwin sebelum huruf alif. Ini udah untuk kesekian kalinya kita belajar bacaan Qur'an dan kamu masih terlihat awam dengan hukum tajwid," kata Ustadz Raihan pelan tapi menusuk.

"Baris tanwin yang bertemu dengan huruf-huruf izhar halqi itu harus dibaca terputus dan jelas. Sama seperti ikhwan dan akhwat yang bertemu lalu saling berdekatan di luar pernikahan harus diputuskan dengan sangat jelas." sambung Raihan lagi dan ini terdengar lebih menusuk lagi.

Nayra menatap dengan mata memicing pada Ustadz Raihan. Terdengar lucu dan serius bagi Ustadzah Ulfa tapi terdengar menyebalkan bagi Nayra. Ini
Ustadz Raihan bermaksud menyindirnya dengan hukum bacaan tajwid atau bagaimana? Menurut pelajaran akidah yang diajarkan oleh Ustadzah Ulfa, Nayra tidak boleh berburuk sangka pada siapa pun.

"Tutup dulu Qur'annya jika hendak berbicara."

Suara Ustadz Raihan mendahului Nayra yang hendak membuka suara. Menatap pada Qur'an di hadapan Raihan yang ternyata sudah tertutup rapi, begitu pun dengan Qur'an di depan Ustadzah Ulfa.

****

Tidak terasa waktu kian cepat berlalu. Hari ahad ke ahad terus bergulir hingga tidak terasa sudah lebih dari tiga bulan lamanya Nayra menuntut ilmu di pondok pesantren ini.

Malam ini adalah malam kamis, di mana pondok pesantren Al-hidayah mengadakan muhadharoh yaitu acara yang dilaksanakan untuk melatih mental para santri dalam berpidato. Nayra ikut menghadiri acara tersebut atas izin sang mama.

Nayra mengulum senyum melihat beberapa santri yang tengah melakukan drama dengan berbahasa arab setelah acara berpidato selesai secara bergilir. Selain menyuguhkan pembelajaran religi yang mendalam Pondok Pesantren ini juga menyediakan sanggar seni bagi santri yang nungkin berbakat di bidangnya.

Nayra tersenyum bukan hanya karena aksi para santri yang kadang menunjukkan kelucuan tapi juga karena Raihan yang ikut andil dalam aksi tersebut. Raihan mengenakan busana layaknya petani.

"Ustadz Raihan tetap ganteng ya walaupun pake baju begitu," ujar seseorang yang berdiri di samping Nayra.

Nayra menoleh sedikit ke kanan. Dua gadis remaja dengan pakaian putih abu-abunya menatap takjub pada Raihan.

"Iya. Ustadz Raihan memang ustadz idaman di sini dan ini juga alasan aku mau masuk ke pondok ini," sahut gadis lain lagi.

"Andai aja Ustadz Raihan yang jadi imam aku kelak pasti aku bahagia banget. Udah ganteng, suaranya merdu pas baca Qur'an, ditambah Ustadz Raihan itu orang yang penyabar. Uhh pasti aku seneng banget,"

Nayra membolakan matanya mendengar celotehan gadis itu. Masih SMA dan mungkin seumuran dengannya. Dan sudah berani bermimpi untuk menjadi makmum bagi ustadznya sendiri. Menggelikan, bukan?

"Dia nggak tau aja kalau Ustadz Raihan udah pernah bilang kalau dia yang akan menjadi suamiku," gumam Nayra dalam hati.

"Ya kalau kamu mau sholawatin aja."

Nayra mencebikkan bibirnya. Sedikit tidak suka dengan obrolan santriwati itu tentang Raihan. Raihan yang menurutnya memang pria penyabar juga baik hati. Terbukti ketika menjadi guru ngajinya Raihan tidak pernah marah meski ia sering salah.

Nayra yang awalnya menaruh rasa tidak suka dengan level paling tinggi pada Raihan kini mulai menurunkan tingkat ketidaksukaannya pada pria itu. Selain seorang guru, Nayra juga tidak punya alasan yang tepat utuk menaruh rasa tidak suka apalagi benci pada Raihan.

Nayra seolah selalu disindir oleh Ustadzah Ulfa melalui salah satu firman Allah dalam surah Al-baqarah pada ayat 216, "...boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu juga boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui."

Benar, hati semua makhluk ada dalam genggaman yang Maha Kuasa. Kapan pun ia ingin merubahnya maka itu sangat mudah bagi-Nya.

Nayra kadang merasa jengkel pada santriwati yang sering berbicara dengan Ustadz Raihan sebagai topik utamanya. Menjadi siswa kelas tiga SMA membuat Nayra lebih mrmiliki waktu luang dan selalu ia gunakan untuk datang ke pondok pesantren ini.

Selama lebih dari tiga bulan Nayra aktif di pondok pesantren ini membuat ia sedikit demi sedikit mengerti tentang Ustadz Raihan yang selalu dielu-elukan oleh para penghuni pondok pesantren.

Ada rasa tidak rela saat melihat Ustadz Raihan dipuji dengan berlebihan oleh santriwati lain. Nayra sendiri pun tidak tahu apa yang terjadi dengan hatinya.

"Kayaknya kita emang harus mengelus dada karena Ustadz Raihan akan menikah dengan Ustadzah Ulfa. Aku dengar dari Ustadzah Mariam. Mereka memang cocok ya, sama-sama lulusan pesantren dan pasti sama-sama mengerti ilmu agama."

Deg

Nayra menekan dadanya dan menarik nafas dengan susah payah karena ucapan santriwati tadi. Dada Nayra bergemuruh dengan tidak sabaran.

Dunia seakan mengajaknya bercanda lagi. Kemana saja ia selama ini sampai ketinggalan informasi tentang Ustadz Raihan secara tidak langsung dipilih Allah untuk menyamankan hatinya.

Ustadz Raihan adalah orang pertama yang membuka hati Nayra untuk percaya dan meyakini Kemaha Adilan Allah. Setelah berkali-kali Nayra seolah membenci hidup dan menuntut keadilan pada Allah. Ustadz Raihan adalah orang yang pertama kali berani menceramahinya selain Tisa.

Setitik air mata menetes dari pelupuk mata Nayra. Ternyata Ustadz Raihan dan Ustadzah Ulfa akan menikah. Pantas saja mereka berdua tidak keberatan saat ditawarkan untuk menjadi guru pembimbing bagi Nayra.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang