Part 20

17.3K 2K 18
                                    

Sebaiknya sediakan tissue sebelum baca part ini ya. Selamat membaca

Ustadzah Afifa menyuapi bubur yang ada di dalam sendok pada Nayra yang saat ini berada di atas ranjang dengan tubuh serengah terbaring.

Sudah dua hari Nayra tidak enak badan, dan selama dua hari ini juga Ustadzah Afifa selalu datang di pagi hari, membawa bubur buatannya dan akan kembali datang pada sore hari juga dengan membawa bubur untuk Nayra.

Nayra tidak sendiri di rumahnya, ada Shasa yang selalu setia menemani. Shasa sudah menawarkan agar Nayra menginap saja di rumahnya selama masih sakit tapi Nayra selalu menolak dengan alasan segan pada kedua orang Shasa.

Menginap di rumah Shasa dengan keadaan sakit menurut Nayra adalah hal yang menbuat orang lain repot. Nayra sudah merasa cukup merepotkan Shasa dan tidak ingin menambah beban orang tua sahabatnya itu lagi.

"Ini sedikit lagi Nak," kata Ustadzah Afifa dan Nayra menerima suapan terakhir itu.

"Syafakillah ya Sayang. Jangan banyak fikiran selalu ingat pada dosa kita yang masih banyak. Semangat untuk sembuh agar bisa memohon ampun pada Sang Maha Adzim. Tenangkan fikiran dan hati," ujar Ustadzah Afifa dengan lembut.

Nayra selalu merasa kagum pada Ustadzah Afifa yang pandai dalam mengolah setiap kata, membuat siapa pun yang mendengarnya secara tidak sadar bisa menuruti apa yang Ustadzah Afifa sampaikan.

"Insya Allah Ustadzah. Nayra akan semangat untuk sembuh dan Nayra juga rindu suasana pesantren padahal belum ada seminggu Nayra tidak berkunjung ke sana," kata Nayra.

"Nayra hanya sakit demam biasa dan Insya Allah akan segera sembuh Ustadzah. Kemarin siang sudah dibawa ke dokter oleh Shasa," lanjut Nayra lagi.

Ustadzah Afifa tersenyum. Senyun yang terlihat sangat tulus.

"Alhamdulillah kalau begitu. Ustadzah selalu menunggu kedatangan Nayra lagi ke sana," ujar Ustadzah Afifa.

Dalam hati Ustadzah Afifa memuji betapa tagarnya hati gadis yang akan beranjak dewasa ini. Almarhumah Ibu Tisa pernah menceritakan kisah pelik tentang Nayra yang baru kehilangan seorang ayah. Hilang dalam artian pergi.

Bukan hanya itu, Uastadzah Afifa juga tahu bagaimana gadis ini menahan rasa sedih dan sakit hatinya karena mengetahui jika sang ayah tercinta memiliki putri lain selain dirinya.

Belum hilang rasa sedih karena perlakuan sang ayah yang semakin menjadi dengan tidak pernah berprilaku adil terhadap dirinya dan saudara seayahnya. Ia harus mendapatkan lagi ujian baru dalam hidupnya.

Cobaan silih berganti, Nayra yang masih belum genap berusia 18 tahun ini, kembali harus di hadapkan dengan kenyataan sang mama juga ikut pergi meninggalkannya. Meninggalkan untuk selama-lamanya.

Ustadzah Afifa salut pada Nayra yang mampu ikhlas dengan semua yang ia hadapi. Semua terlihat dengan jelas setelah kepergian sang mama yang belum ada seminggu.

Nayra tidak terpuruk sama sekali. Gadis itu menangis sebagai pelampiasan rasa sedihnya dan setelahnya Nayra kembali tenang dengan asma Allah yang selalu terlontar dari bibirnya.

Allah memberi ujian sekaligus memberi ketegaran hati pada Nayra.

****

Nayra memasuki kamar almarhum sang mama yang tampak rapi. Menggapai guling dan meletakkannya pada atas paha sebelum menumpuka kedua sikunya di sana.

Nayra menatap nanar pada satu bingkai foto di mana Tisa merangkulnya dengan wajah yang sama-sama tersenyum menghadap pada kamera.

Foto semasa Nayra masih menggunakan seragam SMP dan saat pulang sekolah. Hasil potretan Rudi itu menyimpan banyak kenangan bagi Nayra.

Meski hanya ada dia dan Tisa dalam foto itu namun ada peran rudi di balik itu semua.

Semua kan pergi pada waktunya.

Seperti Rudi dan Tisa. Satu persatu pergi dari hidupnya, meninggalkannya sendiri dengan semua lembaran memori yang mungkin tidak akan bisa terlupakan.

"Ma, sekarang Nayra duduk di tempat tidur mama dan tanpa mama. Sekarang Nayra udah nggak akan dengar lagi ocehan cinta dari mama yang setiap pagi berusaha membangunkan Nayra dari tidur."

"Enggak ada lagi mama yang selalu memuji Nayra saat Nayra berhasil melakukan sesuatu yang benar dan enggak ada lagi mama yang memasang wajah kecewa saat Nayra melakukan suatu kesalahan."

Perlahan Nayra menyeka air mata yang turun ke pipinya.

"Sekarang Nayra nggak akan lihat mama yang menitikkan air mata lagi karena merasa kecewa sama papa. Nggak ada lagi mama yang menemani Nayra menangis dan mengelus lembut punggung Nayra dengan usapan kasih sayang."

"Semua terasa mimpi Ma. Nayra seolah nggak percaya jika mama sudah pergi menghadap-Nya. Mengakhiri derita dan bahagia hidup di dunia ini. Nayra ingin sekali nggak percaya tapi kenyataan mengharuskan untuk Nayra percaya bahkan lebih dari itu."

Sang mama memang telah pergi tapi kasih dan sayang Tisa tidak akan pernah terasa mati bagi Nayra.

"Nayra sendiri sekarang di tempat ini...,"

Tidak, Nayra menggeleng dengan senyum tipis yang terbit di bibirnya, meski dengan derai air mata. Ia tidak sendiri, Sang Pencipta tidak akan meninggalkannya.

Perlahan Nayra menoleh pada ruang kosong antara tembok dan tempat tidur Tisa.
Ruang kosong yang beralaskan ambal kecil. Tempat di mana biasanya Tisa melakukan sholat.

Kaki berbalut kaus kaki hitam milik Nayra melangkah ke sana. Duduk bersdenke di atas ambal dengan tangan yang mengjangkau mukena dan sajadah Tisa.

Tangan mulus nan mungil milik Nayra mengelus permukaan mukena peninggalan Tisa dengan air mata yang kembali menetes. Wangi khas Tisa masih melekat di sana.

"Nayra izin pakai mukena ini ya Ma. Mukena yang paling sering mama gunakan saat sholat di dalam kamar," ujar Nayra pelan.

"Terima kasih untuk mama yang sudah menuntun langkah Nayra menuju jalan yang dekat denga cinta-Nya. Berkat usaha dan do'a dari mama, sekarang Nayra bisa kuat dan semoga selalu ikhlas dalam menjalani cerita hidup ini."

"Semoga kelak kita dipertemukan dalam syurga-Nya Allah. Nayra selalu sayang mama."

Kalampena97 tab dan follow. Oke 😊

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang