Part 31

15.7K 1.7K 42
                                    


Kerlipan dari hamparan bintang yang menghiasi langit di malam hari menjadi suguhan bagi kedua mata indah yang Allah anugerahkan pada Nayra.

Nayra menatap hamparan pada bintang dari balkon kamarnya. Seusai sholat isya dan setelah mengulang kaji bacaan Al-qur'annya, Nayra tidak langsunf tidur. Hatinya menginginkan untuk Nayra menghampiri balkon dulu.

Malam ini seperti biasanya, Nayra tidur bersama Shasa yang memang selalu setia bersama Nayra. Sebagai sahabat yang baik, Shasa hampir setiap malam menginap di rumah Nayra untuk menemani gadis itu setelah kepergian Ibu Tisa.
Paginya Shasa pulang untuk berangkat ke kampus dan sorenya ia akan datang lagi ke sini.

Shasa sudah lebih dulu tidur. Lelah mengerjakan tugas sebagai mahasiswa baru membuat sahabat dari Nayra itu cepat mengarungi alam mimpi.

"Kak Rai," gumam Nayra.

Gadis itu mengulum senyum di bibir manisnya saat dua kata itu terlontar dari bibirnya. Kata panggilan untuk Raihan tiba-tiba terucap dari bibir Nayra.

Nayra meletakkan kedua telapak tangan pada dadanya, debaran jantungnya menjadi tidak karuan saat bayangan Raihan melintas di pikirannya. Ah, mengingat bayangan Raihan saja membuat Nayra setidak jelas ini. Di mata Nayra sekarang, hamparan bintang di langit pun seakan membentuk wajah Raihan.

"Qalbii mustaaqu ilaika."

(Hatiku merindukanmu).

Nayra bergumam dengan senyum yang tersemat di bibirnya. Seolah ia mengatakan pada Raihan.

"Nayra?" panggil Shasa yang sekarang berdiri tidak jauh dari Nayra.

Nayra menoleh sebentar kemudian kembali lagi memperhatikan hamparan bintang di gelapnya malam.

Shasa melangkah mendekati Nayra dan berdiri tepat di samping sahabatnya itu. Dengan wajah khas mengantuk Shasa memperhatikan Nayra.

"Ini udah malam loh Nay. Tidur yuk," kata Shasa.

"Kamu kenapa bangun Sha? Iya nanti aku nyusul buat tidur. Aku belum ngantuk kok," jawab Nayra.

Shasa menutup mulutnya yang akan menguap.

"Kamu lagi kepikiran Ustadz Rasyid ya? Udah sih terima aja Nay. Ustadz Rasyid kan sholeh ya dan kamu juga kan pingin dapat imam yang sholeh kayak Ustadz Rasyid," kata Shasa.

Nayra mengubah raut wajahnya menjadi sendu. Tiba-tiba saja bayangannya tentang Raihan melebur saat mendengar nama Ustadz Rasyid. Ia kembali dihadapkan pada kenyataan jika yang mengajaknya berta'ruf adalah Ustadz Rasyid bukan Ustadz Raihan.

Helaan nafas panjang lolos begitu saja dari Nayra. Ia berjalan masuk ke dalam kamar diikuti Shasa.

"Nay. Besok adalah hari di mana kamu akan bicarakan semuanya pada Ustadzah Afifa mengenai jawaban kamu terhadap Ustadz Rasyid. Ingat Nay jangan sampai kamu menyesal nantinya," ujar Shasa lagi.

Nayra duduk di kursi depan meja riasnya dengan sebelah siku yang bertumpu pada meja. Mengingat Ustadz Rasyid kembali membuat Nayra dilema. Tidak ada perubahan dalam dirinya selama seminggu setelah ia bertemu Ustadz Rasyid waktu itu. Perasaannya masih sama, masih belum ada Ustadz Rasyid dalam hatinya.

"Sha. Kalau seandainya aku tolak Ustadz Rasyid itu nantinya akan menyakiti dia nggak ya? Kamu kan tahu sendiri kalau perasaan nggak bisa untuk dipaksakan," kata Nayra.

"Dari awal kamu emang udah mau nolak Ustadz Rasyid kan Nay? Kalau emang udah istikharah pun kamu tetap nggak ada perasaan apa-apa sama Ustadz Rasyid lebih baik jelaskan aja semuanya. Menunggu kepastian itu nggak enak loh."

Nayra mengangguk. Ia kadang berpikir jika ia sedikit jahat karena dengan sengaja mengulur waktu untuk mengatakan tidak pada Ustadz Rasyid. Tapi benar, selama seminggu ini Nayra memang benar-benar bermunajat pada Ilahi untuk diberi kemudahan dalam mempertimbangkan semuanya.

"Kamu tau nggak Sha. Kalau Ustadz Rasyid itu salah satu ustadz idaman di ponpes. Semua wanita termasuk aku kagum pada beliau tapi tetap aja bayangan Kak Raihan hadir saat aku lagi merasa kagum pada Ustadz Rasyid," kata Nayra tiba-tiba.

"Itu artinya perasaan kamu lebih ke Ustadz Raihan,"

"Tapi rugi juga kalau aku lepaskan Ustadz Rasyid."

Shasa menatap pada Nayra dengan mata yang membola.

"Nayra. Jangan jadi egois dong,"

"Bukan egois Shasa, tapi Kak Raihan juga nggak ada kasih kejelasan sama aku. Cuma beberapa kali bilang kalau kangen tapi nggak mau ngambil langkah lebih," kata Nayra.

"Huh, au ah Nay. Kak Raihan nggak mungkin lamar kamu juga kan di saat kamu sedang dilamar Ustadz Rasyid apalagi kamu bilang mereka itu sahabatan," sahut Shasa.

Dalam Islam tidak ada pinangan di atas pinangan, lebih tepatnya.

"Takutnya kalau aku tolak Ustadz Rasyid, Kak Raihan lamar wanita lain,"

"Kalau kalian jodoh sih nggak mungkin, Nay. Udah ah aku mau lanjut tidur lagi," kata Shasa dengan sangat jengah.

"Astaghfirullahal'adzim."

Nayra mengelus dadanya. Ia menggeleng lagi. Tidak habis pikir pada dirinya yang semakin aneh. Lebih baik ia kembali berwudhu untuk menyegarkan pikiran.

****

Ustadz Rasyid tersenyum pada Ustadzah Afifa, Ustadz Raihan, Nayra dan juga Ustadzah Ulfa.

"Alhamdulillah, semuanya sudah jelas Ustadzah. Semoga Nayra akan menemukan tambatan hati yang menurut Allah baik untuknya," kata Ustadz Rasyid.

Mereka baru saja menerima jawaban dari Nayra melalui bibir Ustadzah Afifa. Nayra ada di sana tapi gadis itu memang menyampaikan semuanya pada Ustadzah Afifa terlebih dahulu dan meminta Ustadzah Afifa untuk mengatakannya pada Ustadz Rasyid.

"Masya Allah. Ustadzah salut padamu Nak. Bahkan di saat Nayra menolakmu pun, Nak Rasyid tetap bersikap baik seperti ini,"

"Penolakan dari Nayra itu kebaikan Ustadzah. Ana yakin jika Allah sudah tentukan semuanya. Mungkin takdir Allah berkata lain. Nayra dan Ana memang tidak bisa untuk dijadikan satu," sahut Ustadz Rasyid dengan suara yang halus.

"Iya Nak. Sekarang Ustadzah tahu jika Nak Rasyid memang mendahulukan cinta dan ridho Allah. Akan sangat beruntung wanita yang nanti akan menjadi takdir bagi Nak Rasyid," ujar Ustadzah Afifa lagi.

Nayra menghela dengan tenang. Hatinya lega sekarang, lega karena Ustadz Rasyid dengan lapang dada menerima keputusannya bahkan Nayra sama sekali tidak melihat ada raut kecewa dari pancaran mata Ustadz Rasyid.

Pandangannya kini beralih pada Ustadz Raihan yang juga mencuri pandang padanya. Nayra memilin ujung jilbab panjangnya. Melampiaskan rasa kentara di hatinya pada ujung kain itu dengan hati yang berdebar tidak menentu.

Tatapannya dan  tatapan Ustadz Raihan bertemu dalam satu titik. Titik yang membawa keduanya larut dalam aksi tukar pandang tanpa peduli pada sekitarnya.
Mereka sampai tidak menyadari jika saat ini tengah menjadi pusat perhatian bagi Ustadzah Ulfa, Ustadzah Afifa, dan Ustadz Rasyid.

"Wala taqrabu zina," ucap Ustadz Rasyid yang menyadarkan Nayra dan Ustadz Raihan.

"Rabbighfirlii," ucap Ustadz Raihan dengan kepala yang ia tundukkan.

Menatap mata lawan jenis yang bukan mahram bisa membuka pintu zina dan awal dari terjadinya zina. Ustadz Raihan hampir saja terlena pada tatapan teduh milik Nayra jika saja Allah tidak mengingatkannya melalui sahabatnya, yakni Ustadz Rasyid.

"Sepertinya ada yang ingin disampaikan, Nayra?" tanya Ustadzah Afifa dengan lembut.

Nayra mendongak dan mengangguk pelan, terlalu ekspresif membuat hampir semua yang ia rasakan dengan mudah dibaca oleh orang sekitarnya. Ia menatap pada semua orang sebelum kembali pandangannya jatuh pada Ustadz Raihan.

"Ustadz Raihan," ucap Nayra.

Ustadz Raihan dan semua yang ada di sana menatap serius pada Nayra. Dari raut wajahnya seperti ada yang ingin Nayra sampaikan.

"Ashthana'tuka linafsii,"
(Aku memilihmu untuk diriku).

Setelah mengatakan kalimat itu Nayra mendekat dan secara tiba-tiba memeluk Ustadzah Ulfa, menyembunyikan wajah malunya pada bahu Ustadzah Ulfa.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang