Rubba akhin lam talidhu walidatan
(Betapa banyak saudara yang tidak dilahirkan oleh ibu yang sama)***
Nayra memasang senyum pada Ustadz Rasyid yang kebetulan berpapasan dengannya. Ustadz Rasyid sepertinya baru keluar dari mushola sedangkan Nayra yang memang baru datang ba'da dhuhur harus melewati jalan ini untuk menuju rumah Ustadzah Afifa.
Ustadz Rasyid membalas senyuman Nayra dengan tatapan yang tidak lepas dari mata indah milik gadis itu. Semakin melangkah, jarak kedua insan itu pun semakin mendekat satu sama lain hingga berjarak hanya satu meter di antara keduanya.
Nayra dan Ustadz Rasyid serentak menghentikan langkahnya. Berdiri dengan saling berhadapan membuat keadaan canggung semakin terasa.
"Assalamu'alaikum Ustadz," ucap Nayra.
"Wa'alaikumussalam, Ukhti Nayra."
Hanya itu dan kembali keduanya saling berdiam diri lagi. Lama Ustadz Rasyid memperhatikan wajah Nayra entah disadari atau tidak oleh gadis itu. Namun, saat Nayra mulai curiga akan curian tatapan dari Ustadz Rasyid, pemuda itu mengalihkan tatapannya dari Nayra.
"Kenapa Ustadz Rasyid memandangiku seperti itu? Bukankah Ustadz tahu jika lelaki baik adalah lelaki yang selalu menundukkan pandangan dari yang bukan mahramnya?" ujar Nayra.
Nayra sebenarnya tahu jika sedari tadi Ustadz Rasyid menatap penuh arti padanya.
Ustadz Rasyid mengangguk dan mengusap kasar wajahnya. Seolah ia lupa dengan tuntunan menundukkan pandangan.
"Asif jiddan Ukhti. Tidak bisa dipungkiri jika ana kagum pada Ukhti Nayra," kata Ustadz Rasyid.
Nayra tersenyum tipis mendengarnya. Ia menghela nafas panjang.
"Pada apa yang ada di diri ana, Ustadz?" tanya Nayra.
Ustadz Rasyid mengangguk.
"Sudah seminggu sejak pertemuan di rumah Ustadz Thariq, apa sudah ada petunjuk pada Ukhti Nayra mengenai ajakan ta'aruf dengan ana?" tanya Ustadz Rasyid.
Mendengar itu Nayra mendongak dan menatap ke sembarang arah.
"Baru seminggu Ustadz dan...,"
Nayra menatap dengan sungkan pada Ustadz Rasyid, beberapa kali ia menghela nafas dengan panjang.
"Assalamu'alaikum."
Nayra merapatkan lagi kedua bibirnya, begitu pun Ustadz Rasyid. Keduanya menoleh ke arah gerbang dan mendapati Ustadz Raihan di sana.
Ustadz Raihan berlahan mendekat ke arah mereka, berdiri tepat di samping Ustadz Rasyid.
"Wa'alaikumussalam, Akhi" jawab Ustadz Rasyid.
Sedangkan Nayra menjawab dengan suara samar.
"Ukhti Nayra," panggil Ustadz Rasyid.
Bukan Nayra saja yang menoleh pada si pemanggil tapi juga Ustadz Raihan.
"Iya Ustadz?"
"Mengenai rencana ana untuk mengajak ta'aruf itu jangan terlalu dipikirkan ya Ukhti. Kita serahkan semuanya pada Allah, jika pun nanti anti menolak insya Allah ana tidak akan bersedih," kata Ustadz Rasyid.
Ustadz Raihan dan Nayra menatap tidak menyangka pada Ustadz Rasyid. Tidak menyangka jika Ustadz tampan ini akan mengatakan kalimat yang seperti itu.
Nayra bingung akan menjawab apa saat ini. Ia hanya diam. Satu keping hatinya merasa lega mendengarnya, namun kepingan lain bergetar tidak karuan. Ia kembali teringat pada apa yang pernah Ustadzah Afifa sampaikan, jangan sampai Nayra tuli pada suara hatinya sendiri untuk memilih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...