Part 3

25K 2.4K 29
                                    

Rasa sakit yang ditancapkan oleh orang tersayang adalah rasa sakit yang sesungguhnya

***

Nayra membuka pintu kamar yang diketuk dengan penuh perasaan dari luar. Dari cara mengetuk itu pun Nayra bisa menebak jika Tisa yang sekarang tengah berdiri di balik pintu kamarnya.

"Mama?" serunya pelan.

Benar. Tisa, sang mama yang ada di sana. Berdiri anggun dengan seulas senyum manis terpatri di bibirnya. Wajah Tisa tampak berseri seakan harinya selalu bahagia.

Nayra menatap pada mata sang mama. Pancaran yang tidak akan bisa berbohong tentang apa yang dirasakan Tisa saat ini. Seketika senyum kecut terpatri di bibir tipis Nayra.

Bibir dan wajah Tisa bisa saja menunjukkan senyum yang amat sangat merekah, namun tidak dengan pancaran mata itu. Nayra sangat hafal dengan jelas pancaran dari mata Tisa. Nayra bisa mengartikan jika saat ini sang mama tengah menipu diri sendiri dengan mencoba tersenyum padahal hatinya terilis sedih.

"Mama lagi sedih ya? Ada apa Ma? Sini Mama cerita sama aku. Aku tau kok kalau sekarang Mama lagi pura-pura senyum biar aku nggak curiga kalau sebenarnya Mama lagi sedih," kata Nayra.

Nayra mendengus pelan dengan bahu yang sedikit merosot karena Tisa menggeleng pelan dan semakin menunjukkan senyuman manisnya. Mamanya ini manis sekali.

"Enggak kok Nak, Mama nggak lagi sedih. Mama ke sini cuma mau panggil kamu karena itu di depan ada papa dan Tante Kiran. Sekarang kamu ikut Mama ke sana ya," ujar Tisa sambil menyelipkan sedikit anak rambut Nayra pada belakang daun telinga.

Nayra membuang nafas pelan sembari menunjukkan raut tidak suka. Bukan tidak suka pada Tisa tapi tidak suka pada nama yang tadi sempat disebutkan oleh Tisa.

"Ma, aku males ketemu papa. Udah deh Ma suruh aja mereka pulang. Siapa juga yang nyuruh mereka datang ke sini," sahut Nayra dengan nada malas.

"Ya Allah ini anak Mama kenapa ya? Mama sedih loh kalau kamu ngomongnya begitu Nak," kata Tisa dengan suara pelan.

Nayra mendongak lagi dan kali ini dengan wajah penuh sesal. Menyesal berbicara dengan nada yang menurutnya kurang sopan pada sang mama.

Nayra menatap mata Tisa yang memang benar menunjukkan raut sedih padanya. Gadis berambut sebahu itu menghela panjang sebelum meraih kedua tangan Tisa dan mengenggamnya erat. Nayra menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman manis pada sang mama.

"Maaf ya Ma, karena nahan kesel sama papa aku jadi lampiasin ke Mama. Tapi aku beneran nggak ada niat buat Mama sedih. Mama udah terlanjur sedih ya? Maafin aku Ma," kata Nayra dengan suara yang lirih.

Ibu adalah bidadari tanpa sayap dan itu yang selalu Nayra ucapkan dalam hati. Terbbukti dengan saat ini Tisa tanpa ragu sedikit pun membalas senyuman Nayra dan mengusap pipi kanan putrinya lembut.

"Enggak ada alasan untuk tidak memaafkan. Kamu tetaplah anugrah terindah yang Allah titipkan untuk menemani hari-hari Mama. Mama maafkan kamu dan Mama minta kamu mau ya untuk temui papa? Papa kangen kamu Sayang. Mama yakin kalau kamu juga kangen banget sama papa," ujar Tisa dengan sangat lembut.

Tisa mengangkat sedikit dagu Nayra saat melihat putrinya itu menunduk dalam. I raih tubuh Nayra untuk ia peluk dan menguasap pungungnya.

"Gimana? Mau ya Sayang," ujar Tisa lagi masih berusaha membujuk sang putri.

Bibir wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat anggukan kepala dari Nayra. Meski sebelumnya Nayra sempat menatapnya dengan tatapan yang tidak meyakinkan, namun anggukan kepala itu membuatnya tersenyum.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang