Kedua jendela kehidupan Nayra menatap nanar pada sepasang kekasih yang sedang bergandengan tangan di depannya. Siang ini Nayra dan Shasa mengerjakan tugas sekolah di taman yang terlihat sepi, Shasa belum datang. Mereka memang sering menggunakan taman sebagai tempat belajar. Jauh dari suara bising membuat pikiran tenang.
Nayra melihat Rio yang menggandeng mesra tangan Naya. Mereka berada tidak jauh dari tempat Nayra duduk. Entah apa yang mereka lakukan di taman ini.
Nayra mengerjapkan matanya yang seketika menitikkan bulir bening. Bulir bening yang jatuh dengan bebas di permukaan pipinya.
Melihat Rio rindu di hati gadis itu kembali. Susah payah ia menghilangkan Rio dari ingatannya dengan segala cara yang ia lakukan termasuk memasuki wilayah pesantren."Naya cantik, wajar jika Kak Rio lebih memilih dia dan mungkin Naya juga lebih baik dari aku. Tapi apa harus Naya? Setelah ibunya mengambil ayah kini anaknya juga mrngambil Kak Rio dariku."
Nayra membekap mulutnya sendiri dengan kedua telapak tangan, menghalau suara tangis yang ingin menyeruak begitu saja. Menjalin hubungan selama satu tahun membuat Nayra susah melupakan semua kenangan yang pernah terjadi antara dirinya dan Rio.
"Tutup matamu dari apa yang membuat hatimu sakit karena mekihatnya. Air mata itu lebih baik kamu keluarkan untuk hal lebih baik lagi karena percuma kamu menangisi cinta di masa lalu yang belum tentu ada di masa depan. Menangisi dosa karena hubungan tidak halal kalian itu jauh lebih baik."
Nayra mengusap pipinya dan menoleh ke samping. Seketika gadis berambut sepunggung itu mencebikkan bibir dan memutar bola mata jengah melihat siapa yang berdiri di sana. Siapa lagi kalau bukan Raihan. Sang ustadz yang selalu hadir di samping Nayra.
Raihan berdiri dengan tas pungung yang tersampir di bahu kirinya. Melihat setelan yang ia gunakan sepertinya pria ini baru pulang kuliah. Sebelah tangannya memegang buku bertuliskan "Asbabun Nuzul Qur'an".
"Kamu nggak tau apa-apa tentang perasaan aku. Kamu nggak tau gimana sakitnya menerima perbandingan yang ternyata aku ada di angka yang paling rendah," ucap Nayra sambil mematap kosong ke arah depan.
"Kak Rio membandingkan aku dengan Naya dan yang enggak masuk akalnya lagi Kak Rio lebih memilih Naya hanya karena Naya selalu ada di sampingnya dan Naya mau nurut apa kata Kak Rio seperti potongan rambut yang harus sebahu. Naya mau melakukan itu demi Kak Rio. Kak Rio pernah bilang kalau dia menyukai perempuan dengan potongan rambut sebahu."
Raihan masih diam mendengar Nayra yang berbicara layaknya orang sedang mencurahkan isi hati.
"Dulu Kak Rio dekati aku karena memang aku pun memiliki rambut sebahu dan setelah setahun tidak lagi. Kak Rio menemukan gadis lain di luar sana yang merupakan...,"
Nayra menggeleng pelan tidak sanggup lagi untuk melanjutkan lagi ucapannya. Tidak sanggup jika harus mengatakan bahwa Naya adalah anak dari ayahnya juga.
"Itu artinya Rio mencintai kamu dengan batas mata saja belum sampai ke hati," ujar Raihan membuka suara.
"Kamu pake ini dan Isyaa Allah dengan kamu menutupi rambutmu yang indah itu akan datang cinta yang sesungguhnya padamu," kata Raihan.
Nayra mendongak dan menatap lama pada paper bag yang disodorkan Raihan padanya.
"Ini apa?" tanya Nayra dengan dahi yang bergelombang.
"Itu adalah salah satu set pakaian yang semoga bisa membuat pandangan orang lain berubah padamu."
Nayra membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Abaya berwarna coklat tua dengan desain yang simple lengkap dengan khimarnya. Bukan hanya itu, ada juga sepasang kaos kaki dan sarung tangan di sana.
Nayra menggela kasar dan tersenyun getir. Tangannya memasukkan lagi set syar'i dari Raihan tadi pada paper bag.
"Sholatku masih berantakan dan rasanya enggak pantas untuk aku menggunakan pakaian kaya gitu," kata Nayra.
"Justru dengan memakai pakaian yang seperti itu akan membuat kamu malu pada dirimu sendiri. Perlahan kamu akan memperbaiki sholatmu. Tidak ada yang mudah dalam memperbaiki diri tapi selalu Allah janjikan kemudahan untuk hambanya yang ikhlas. Sebagai sesama muslim aku wajib menyampaikan padamu Nayra,"
"Aku pergi dulu. Sore ini ada jadwal mengajar di pesantren. Maaf aku mengganggu waktumu dan sedikit ikut campur pada masalamu. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam," jawab Nayra pelan.
Nayra menatap punggung Raihan yang semakin menjauh dan tanpa ia sadari bibirnya tersenyum tipis.
"Aku nggak tau kenapa kamu masih baik sama aku padahal aku dengan sangat jelas menunjukkan sifat enggak suka sama kamu. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu."
"Ya Allah mudahkan aku untuk menerima kebaikan ini. Kemarin Ustadzah Afifa menberi aku saru set syar'i dan sekarang Ustadz Raihan,"
"Ustadz Raihan," gumam Nayra dengan bibir tersenyum simpul.
Masih dengan bibir tersenyum Nayra menatap pada Rio dan Naya.
"Benar, sebanyak apa pun aku menangis, Kak Rio nggak akan pernah kembali lagi padaku."
****
"Bismillah," ucap Nayra.
Gadis cantik itu mengayunkan kakinya memasuki gerbang sekolah. Senyum terbit di bibirnya merasakan hembusan angin yang menambah sejuk. Pagi hari di saat sang surya belum sepenuhnya terbit membuat hawa dingin menjadi suguhan bagi setiap makhluk di daerah tempat tinggal Nayra.
"Assalamu'alaikum, Sha."
Ucapan salam yang ia ucapkan mampu membuat Shasa tesentak sampai mengelus dada. Terlalu fokus pada deretan huruf yang membentuk kata sehingga menjadi serangkai kalimat di bukunya membuat Shasa tidak menyadari kehadiran Nayra di sampingnya.
"Ya ampun Nayra. Terkejut tau," kata Shasa setelah nafas panjangnya ia hembuskan.
"Hehe Assalamu'alaikum. Shasa yang cantik," ulang Nayra mengucapkan salam.
"Wa'alaikumussalam," jawab Shaha.
Sudah sebulan dari Nayra datang untuk pertama kalinya ke pondok pesantren waktu itu. Dan berarti sudah tiga kali ia datang kembali ke penjara suci itu dengan tujuan menuntut ilmu.
Perlahan dengan bimbingan para ustadz dan ustadzah yang ada di pesantren Al-hidayah sedikit demi sedikit bisa merubah Nayra. Kebiasan baik yang ia lihat dan rasakan di dalam lingkup pesantren secara alamiah mulai ia terapkan dalam keseharian.
Seperti mulia menanamkan salam dan sapa serta senyum sampai pada ibadahnya pun Nayra mulai teratur. Bahkan sudah dua minggu ini Nayra mengganti pakaiannya dengan busana yang lebih tertutup.
Tidak ada lagi terlihat Nayra yang selalu tampil menawan dengan rambut tergerai dengan indahnya. Kini yang ada Nayra tampil anggun dengan khimar syar'i berbalut busana muslim.
"Cantik kamu Nay pake kerudung begitu. Tapi aku sempat dengar ada desas desus tentang kamu yang sekarang berubah jadi gadis yang tertutup seluruhnya," kata Shasa.
"Aku juga ada denger kok Sha. Aku berusaha menutup telinga untuk tidak mendengar omongan orang-orang kecuali yang baik."
"Ciee itu yang diajarkan sama Pak Ustadz Raihan ya? Ehem Ustadz Raihan itu terkenal loh Nay di kampusnya. Dia tuh terkenal baik akhlaknya dan banyak gadis seangkatan dia yang menaruh hati sama Ustadz Raihan."
"Ya biarin aja, toh kayanya Ustadz Raihan itu berkharisma jadi ya hak mereka mau suka sama Raihan," ujar Nayra dengan sedikit malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...