Part 12

15.6K 1.8K 7
                                    

Follow akunnya dan vote ceritanya, nggak bayar kok😊

Hawa sejuk dari hembusan angin yang bertiup melalui dedaunan pohon rindang yang ada di pinggiran jalan di balik gerbang menyambut kedatangan Nayra dan Tisa saat tiba di lokasi pesantren ini.

Pondok Pesantren Terpadu Al-hidayah.

Tulisan yang tadi sempat Nayra baca di sebelah gerbang. Pondok pesantren yang terlihat sepi di pagi hari ahad ini. Nayra hampir tidak menemukan manusia di sini selain penjaga gerbang di pos satpam tadi.

Matanya menyusuri lokasi yang terlihat menyegarkan mata dengan banyaknya tumbuhan hijau dan pohon yang dibiarkan tumbuh dengan terawat. Hampir di setiap bagian pinggir jalan dihiasi tumbuhan bunga. Lapangan luas yang dihiasi rerumputan juga langsung tersuguh di depan mata mereka.

"Udaranya sejuk banget ya Ma. Pasti nyaman nih tinggal di tempat kaya gini," ujar Nayra sambil terus melangkah dengan sebelah tangan mengamit lengan sang mama.

Tisa mengangguk, membenarkan ucapan sang putri. Ini pertama kali ia memasuki lokasi pesantren ini. Sementara Nayra kembali mengamati setiap apa yang dapat dijangkau oleh matanya.

"Rumah temen Mama yang mana?" tanya Nayra dengan mata mengabsen satu persatu dari banyaknya barisan bangunan sederhana yang mungkin menjadi tempat tinggal para santri selama di pondok ini.

"Katanya rumahnya pake cat yang berbeda dari yang lain," jawab Tisa.

"Itu Ma," tunjuk Nayra pada sebuah bangunan yang memang berwarna berbeda dari yang lain.

"Itu rumahnya Ma?"

"Iya Nak. Itu rumah teman Mama. Kita ke sana ya dan nanti kamu panggilnya ustadzah jangan panggil ibu atau yang lainnya."

Tanpa banyak kata Nayra hanya mengangguk seraya terus melangkah bersama Tisa.

"Assalamu'alaikum Umi wa Ukhti," sapa dua orang santri putri yang tengah menyiram bunga di samping bangunan bertulis "Asrama Farimah" di atas pintu.

Kebiasaan para santri di sini menanamkan budaya 3S yakni senyum, sapa, dan salam. Sebagai bentuk rasa sayang terhadap sesama muslim dan sebagai tanda dekatnya setiap insan.

Saling memberi dan menjawab salam akan menimbulkan banyak kebaikan, salah satunya tidak adanya rasa canggung antar yang datang dan yang didatangi. Seolah sudah saling mengenal satu sama lain meski kenyataannya baru pertama kali bertemu apalagi dengan tesersematnya senyum yang membuat setiap insan merasa dihargai.

"Wa'alaikumussalam," jawab Tisa dan Nayra hampir bersamaan.

Setelah membalas senyuman dua santri putri yang mungkin menjalani tugas piket itu, Nayra dan Tisa berbelok ke kiri di mana tempat yang mereka tuju melalui arah kiri.

Di sana, di depan teras rumah yang mereka maksud berdiri seorang wanita seumuran Tisa yang mengenakan setelan muslimah biru tua. Wanita yang merupakan teman dari Tisa itu melangkah menyambut kedatangan Tisa dan Nayra.

"Assalamu'alaikum Ustadzah Afifa," sapa Tisa.

"Wa'alaikumussalam Ibu Tisa," jawab Ustadzah Afifa pada Tisa.

Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Setelahnya Nayra menyalami punggung tangan Ustadzah Afifa.

Setelah itu mereka berjalan ke arah rumah Ustadzah Afifa. Ibu Tisa dan Ustadzah Afifa saling bertukar cerita selama mereka tidak berjumpa.
Sementara Nayra yang mulai merasa jenuh meminta izin untuk keluar dari rumah Ustadzah Afifa.

"Sepi begini kalau pagi. Coba kalau aku sama mama datangnya sore mungkin bisa melihat kegiatan santri di sore hari. Jadi penasaran sama kehidupan pesantren tapi pasti aku nggak bakalan betah di sini," gumam Nayra.

Saat ini Nayra duduk di kursi tepat di bawah pohon.
Mengusir rasa jenuh Nayra mengambil ponselnya dan mengabadikan moment saat di sini dengan mengambil fotonya sendiri.

"Mazata'malu?" ucap seseorang dari arah belakang Nayra.

Nayra sempat mengerutkan keningnya untuk beberapa saat sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. Antara tidak paham dan tidak peduli menjadi satu dalam diri Nayra.

"Mazata'malu Ukhtina?"

Lagi, suara itu berseru di belakang Nayra. Menghela nafas kasar, Nayra membalikkan badannya dan bersiap mengeluarkan kata-kata mutiara untuk sesrorang yang mengganggu kegiatan menyenangkan yang ia lakukan.

"Mazata'mal...,"

Lelaki yang sedari tadi mengucapkan kata berulang dengan bahasa arab itu mengantungksn ucapannya saat Nayra membalikkan badan. Dahinya mengernyit melihat siapa gadis yang ia kira santri putri.

"Ish berisik banget sih!" ujar Nayra sambil membalikkan badan dan bangun dari duduknya.

"Ka....mu?"

Nayra dan pria itu saling bertukar pandang satu sama lain. Nayra menatap bingung pada pria di depannya dengan pertanyaan yang bergelut di dalam hati. Tidak jauh beda dengan pria itu juga menatap Nayra penuh tanda tanya.

"Kenapa Nayra ada di sini dan memakai busana layaknya muslimah, sangat berbeda jauh dengan Nayra yang aku temui beberapa hari lalu dan kemarin saat di cafe," gumamnya dalam hati.

"Afwan Ustadz Raihan," ucap seorang santri putri yang tadi sempat menyapa Nayra di depan asramanya.

Nayra terkesiap mendengar suara lembut milik santri tersebut. Tidak terkecuali Raihan yang juga mengucapkan istighfar dan langsung membuang tatapan dari Nayra.

Manusiawi jika Raihan sempat merasa terpukau pada Nayra yang tampil apik dengan balutan busana syar'i di depannya. Kecantikan gadis itu pun semakin terpancar.

"Na'am?" jawab Raihan pada santri putri itu.

"Ustadz, ini kiriman dari Ustadz Adnan," santriwati itu memberikan sebuah bungkusan pada Raihan.

"Syukron,"

"Na'am Ustadz,"

Setelah santriwati itu pergi dari sana setelah menyempatkan memberi senyuman pada Nayra. Raihan melangkah maju hingga jaraknya dengan Nayra sekarang tersisa sekitar 3 meter.

"Ahlan wa sahlan di pondok pesantren Al-hidayah. Nayra," ucap Raihan datar.

"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa. Belum pernah belajar bahasa arab jadi jangan salahkan aku kalau aku cuma diam aja waktu kamu ngomong," ujar Nayra.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang