"Apa memang aku harus mengikuti jejak Ummu Khadijah dalam menyampaikan perasaanku pada Ustadz Raihan? Tapi bagaimana cara untuk menolak niat baiknya Ustadz Rasyid?"
Nayra memejamkan mata, dan seketika membukanya lagi.
"Ustadzah," ucapnya, menatap bergantian pada Ustadzah Afifa dan Ustadzah Ulfa.
Kedua Ustadzah beda usia itu menatap Nayra secara bersamaan.
"Ummu khadijah melakukan semua itu..., maksudnya lebih dulu mengungkapkan perasaan pada Rasulullah, apa karena Rasulullah tidak peka?" tanya Nayra dengan hati-hati.
Mengikuti semua penjelasan dari Ustadzah Afifa membuat Nayra semakin tertarik pada topik ini.
Ustadzah Afifa tersenyum dan menatap dalam mata Nayra. Mengunci tatapan gadis itu.
"Kenapa bertanya seperti itu? Apa Nayra merasakan ada seseorang yang tidak peka pada perasaan Nayra?" tanya Ustadzah Afifa dengan masih menatap dalam pada Nayra.
Tanpa disangka Nayra mengangguk pelan.
"Masya Allah!" seru Ustadzah Ulfa spontan.
Nayra mengerjapkan matanya lalu menggeleng-gelengkan kepala pelan.
"E..., Ustadzah maksud Nayra itu..., e...."
Nayra tidak bisa melanjutkan ucapan gugupnya. Ia hanya menatap gusar pada kedua Ustadzah di depannya yang tidak bisa menahan senyum.
"Iya Nayra. Wajar jika menyukai atau memiliki rasa lebih pada lawan jenis. Saran Ustadzah daripada rasa itu dipendam kenapa tidak diutarakan saja? Tapi setelah kamu mengatakan semuanya pada Ustadz Rasyid dan setelah melakukan istikharah terlebih dahulu karena tidak menutup kemungkinan juga jika Ustadz Rasyid yang ditakdirkan untuk kamu," kata Ustadzah Afifa.
Kadang takdir tidak sejalan dengan apa yang kita inginkan. Yang ada di dalam do'a sering kali tidak bisa diraih dalam hidup yang nyata.
"Ingat Nayra kita mungkin bisa memilih tapi tetap kita hanya tunduk pada pilihan Allah," kata Ustadzah Afifa lagi.
Nayra menganguk paham, ia pun tidak akan bisa menolak ketentuan Allah yang menggariskan jalan hidup baginya.
Ustadz Raihan dan Ustadz Rasyid itu sama-sama memiliki daya tarik sendiri dan mereka bersinar pun dengan cara mereka sendiri.
"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak bisa mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
Begitu firman Allah dalam surah yasin ayat ke 40.
Nayra pun tidak tahu bagaimana perasaan Ustadz Raihan padanya. Kembali hatinya digeluti rasa dilema yang mendalam.***
Raihan memakai kopiah yang biasa ia gunakan dalam kesehariannya. Berada di lingkup para santri dan sekaligus menjadi ustadz bagi para penimba ilmu, membuat Raihan terbiasa menggunakan kopiah dalam menjalani hari-harinya.
Raihan selesai melakukan wudhu di samping tempat biasa ia melakukan sholat dan ibadah lainnya.
Waktu sholat sunah dhuha telah tiba dan Raihan adalah salah satu pemuda yang gemar melakukan ibadah sunah itu.
Hatinya gundah, bahkan sangat gundah. Sulit bagi Raihan dalam menghadapi semua, mendukung sahabatnya untuk mendekati gadis pujaannya.
Melihat keinginan menggebu Ustadz Rasyid yang ingin menjadikan Nayra sebagai pasangan hidup membuat Ustadz Raihan mengurungkan niatnya yang ingin mengatakan pada Ustadz Thariq mengenai hatinya.
Entahlah, Ustadz Raihan pun bingung akan apa yang ia rasakan. Ia tertarik pada Nayra tapi sahabatnya juga sama mencintai Nayra.
"Semoga Allah ridho akan do'aku. Maafkan aku sahabatku jika aku harus mencoba yang namanya menikung dalam do'a," gumam Raihan dalam do'a.
Ustadz Raihan bisa saja kalah start dalam mengungkapkan perasaan pada Nayra tapi ia yakin ia belum kehilangan harapan.
Jika pun Ustadz Rasyid dan Nayra akan Allah satukan tapi semua itu bisa Allah ubah dengan rengekan manja Raihan dalam do'a. Hanya Do'a yang bisa merubah takdir.
"Ampuni aku ya Allah. Izinkan aku agar bisa meraih cinta hambamu agar bisa menggandengnya meraih cinta dari-Mu."
Setelah selesai dengan sholat dhuhanya, Ustadz Raihan keluar dari ruangannya tapi belum ia keluar dari ambang pintu terlihat Nayra berjalan ke arahnya dengan begitu anggunnya.
Bibir ustadz Raihan tersenyum melihat itu, sampai Nayra tiba di depannya.
Saling beradu pandang dalam diam membuat dua anak manusia itu saling menahan nafas."Kak Rai?" ucap Nayra terlebih dahulu.
"Nayra," balas Ustadz Raihan.
Nayra tersenyum dan berdiri tepat di depan Ustadz Raihan. Menatap Ustadz Raihan dengan perasaan yang tidak bisa diungkapkan.
"Masih boleh Nay panggil Kak Rai atau harus panggil Ustadz?" tanya Nayra dengan mata yang terasa panas.
Raihan tersenyum ia mengangguk.
"Kamu panggil dengan sebutan apa pun aku akan tetap menoleh Nayra," jawab Ustadz Raihan.
Nayra mengangguk dan membuang pandangan dari Raihan. Gadis itu tidak mengerti kenapa bulir bening dari matanya tiba-tiba saja jatuh saat menatap dalam pada Raihan.
"Asytaqu ilaik," (aku merindukanmu)
Nayra tidak bisa menahan bibirnya untuk mengucapkan kata yang terlahir dari lubuk hati.
Entah kenapa hatinya ingin agar bibirnya mengungkapkan kalimat itu pada Raihan.Ustadz Raihan tersenyum dan mengangguk. Menyodorkan tissue pada Nayra.
Ia pandangi lama Nayra sebelum ikut membuang tatapan dari gadis itu ke sembarang arah."Nayra,"
Nayra menoleh dan menatap sisi kanan Ustadz Raihan.
"Shauqi lak hu shalat jayidatan wa kalimat thayibat laa tankasir abdaan."
(Kerinduanku padamu adalah do'a dan ucapan terbaik yang tidak akan pernah sirna).
Nayra tersenyum dan menitikkan lagi air matanya.
Gadis itu mengusap pipinya yang kini basah oleh air mata dengan tissue."Kak Rai."
"Hem,"
"Asyriknii fii du'aa ika," (sertakan aku dalam do'amu)
kata Nayra dengan tatapan memohon pada Raihan."Insya Allah ta'ala." Jawab Raihan.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...