Assalamualaikum.
Ini part terakhir ya, kasih krisan dong untuk cerita ini.
Nayra merebahkan kepalanya pada bahu Raihan, dengan tangan yang melingkari sebelah lengan panjang milik Raihan.
Mereka berada di taman yang dulu sering Nayra kunjungi bersama Shasa, duduk di salah satu kursi taman dengan saling berdempetan dan nyaris tidak ada jarak di antara mereka. Indahnya jika sudah halal, tidak perlu mencari kursi lain lagi untuk duduk.
Usai berkunjung ke makam sang mama, Nayra dan Raihan memilih tidak pulang dulu. Atas permintaan Nayra mereka mampir dulu ke taman ini.
"Tayyib Abi. Insya Allah ba'da ashar Raihan akan mengunjungi asrama santriwan."
"Syukron Abi. Wa'alaikumussalam," ucap Raihan.
Raihan menjauhkan lagi ponselnya dari telinga kanan dan menekan salah satu tombol di samping benda pipih itu hingga layar gelap yang terlihat pada ponselnya.
"Abi minta Kak Rai ngawasin santri lagi untuk malam ini?" tanya Nayra.
Tadi malam juga Raihan yang bertugas mengawas para santri. Biasanya akan bergilir oleh para ustadz tapi...,
"Iya karena Ustadz Rasyid izin tidak masuk qadarullah ada halangan," jawab Raihan.
"Sampe malem?" tanya Nayra dengan suara yang mengecil.
Raihan menggeleng dan tersenyum. Tangannya tidak bisa ia tahan untuk tidak mencubit pipi kiri Nayra.
"Enggak kok. Kalau pun iya mungkin sampe ba'da isya saja. Aku tidur tetap di rumah nggak sama para santri lagi," ujar Raihan.
"Siapa yang ngawas nanti malem kalau Kak Rai pulang?" tanya Nayra lagi.
Tangan Raihan berada dalam genggaman mungil Nayra. Nayra memainkan jari-jemari Raihan.
"Ada Ustadz Rifki yang belum punya istri di sana. Insya Allah aku bisa minta tolong gantikan tugas Ustadz Rasyid ke beliau. Nggak enak juga kalau harus ninggalin istri lagi," jawab Raihan.
Nayra menyentak-nyentakkan tangan Raihan pelan. Malu dan jangan ditanya lagi warna pipinya saat ini. Merah muda seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
"Apa sih Kak. Nggak usah bawa-bawa istri. Kalau mau jaga ya jaga aja sana," ujar Nayra.
Nayra mengembungkan pipinya dan melepaskan pandang dari Raihan. Ingin melepaskan tangan Raihan tapi ditahan pria itu.
Raihan yang kini berganti menggenggam tangan Nayra dengan erat. Mengusap lembut dengan ibu jarinya.
"Oh ya? Tadi malam siapa yang nelponnya sering banget? Pake alasan memastikan ingat sholat tahajud ya? Aslinya sih kangen," sindir Raihan dengan sedikit kekehan.
"Iya wajar dong aku nelpon suamiku sendiri. Alasannya beneran kangen juga nggak apa-apa kan? Udah halal juga," sahut Nayra.
"Kenapa tadi malam nggak langsung bilang kangen sih Nay? Kan aku bisa pulang," kata Raihan.
"Pasti nggak bisa pulang Kak. Tadi malam kan tugasnya Kak Rai ngawas anak-anak. Makanya malam ini nggak usah nginep di asrama ya. Pingin denger suara suamiku baca Al-Qur'an setelah tahajud nanti," pinta Nayra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma'had in Love (Tamat)
RomanceNayra tidak menyangka hidupnya penuh warna. Merasakan pahit diusia belia yang menghantarkannya bertemu pangeran ma'had untuk mengukir lukisan indah bersejarah bagi hidupnya. Saling mengenal arti cinta lewat sekat rasa dan tatap mata. Nikmat semakin...