09 | how could you?

240 138 99
                                    

Hi, welcome back!

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga ya.



"Biar aku nyalakan penghangatnya untukmu."

Dexter menurunkan Mia di sofa. Wanita itu tak membalas dan masih terlihat murung atas kehilangan Mitsy dan Lotus.

"Aku minta maaf karena harus membuatmu melihatku seperti ini," celetuk Mia tiba-tiba. "Aku pasti terlihat jelek dan kacau."

"Tidak perlu dipikirkan, sayang," balas Dexter. "Merasa sedih karena kehilangan seseorang--" Ucapan Dexter terhenti. Pria itu berdehem dan mengoreksi, "Merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang kita sayangi, itu hal yang lumrah."

Mia tak membalas.

"Apa kau ingin aku membuatkanmu minum?" tanya Dexter.

"Tidak usah," jawab Mia dengan suara serak habis menangis.

"Ayolah. Teh hangat mungkin? Cokelat hangat?" ia bersikukuh. Mia menggeleng lesu. "Tidak mau?" Dexter memutar otak. "Mmm, camilan mungkin?"

"Bisa kau tinggalkan aku sendiri?" pinta Mia lirih. Wanita itu meraih bantal sofa dan memeluknya di dada.

Dexter tertawa sumbang. "Kau ingin aku pergi? Bagaimana jika aku menetap di sini untuk beberapa jam? Aku akan membantumu merasa lebih baik."

"Aku ingin Rafael."

Pria berambut ikal itu tersentak ketika Mia menyebut nama sahabat prianya. Kenapa Mia lebih memilih untuk ditemani Rafael daripada dirinya yang notabenenya adalah kekasih wanita itu?

"Kenapa kau ingin dia kemari?" Dexter tak mampu menahan nada ketus itu dari pertanyaannya.

"Aku ingin dia di sini. Dia bisa membuatku merasa lebih baik."

"Dan aku tidak??" Suaranya meninggi tanpa bisa dicegah. "Aku kekasihmu, Butterfly. Kau seharusnya lebih membutuhkanku daripada Rafael! Seharusnya kau meminta aku untuk tetap di sini! Aku, dan bukannya Rafael," tekan Dexter.

Mia hanya mengangkat bahu. "Entahlah, Dex. It feels... much better when he's around."

"Aku yang lebih berhak untuk di tetap sini dan menenangkanmu, Mia. Itu gunanya seorang kekasih, bukan? Untuk menemani dikala situasi buruk mau pun bahagia?"

"Aku menginginkan Rafael," tegas Mia, matanya berubah menyalang.

Raut Dexter berubah terluka. Mia mengerjapkan mata, lalu mengalihkan pandangan, seakan itu bisa membantunya mengabaikan kekecewaan Dexter.

Pria itu tak segera pergi. Ia tetap berdiri di tempatnya, memandang Mia dengan tatapan memohon. "Apa sungguh tidak ada yang bisa kulakukan untukmu? Apa pun?"

Mia tidak menjawab.

"Tidak bisakah aku menetap di sini meski hanya sebentar?" lirih Dexter.

Mia memeluk lututnya. "Kumohon, Dexter, tinggalkan saja aku sendiri."

Dengan itu, Dexter pun menyerah. Ia mengangguk patuh. "Baiklah. Aku akan pergi, kalau itu maumu."

Dexter berjalan menuju pintu depan. Langkah terhenti di ambang pintu. Ia menoleh ke belakang. Wanita itu sama sekali tak menoleh padanya.

"Telepon aku kalau kau sudah merasa lebih baik. Aku akan datang untukmu," katanya sebelum pergi.

ㅤㅤ
Dexter mematikan mesin mobilnya dan duduk di sana dalam kesunyian. Ia menangkup kepala di atas setir, matanya terpejam.

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang