Halo. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga.
•
•
•Rafael segera menghampiri begitu Hannah keluar dari kamarnya. Mata wanita itu membengkak karena terlalu lama menangis. Hannah merasa iba dengan keadaan sepupunya yang memprihatinkan.
"Aku sudah memakaikannya baju," ujar Hannah dengan suara serak. "Dia belum sadar."
Pundak Rafael merosot mendengarnya. Ia merasa gagal. Gagal karena tak becus menjaga Mia. Rafael telah membuat janji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan menjaga Mia dari segala macam bahaya, terutama dari para pria seperti Dexter. Namun ia gagal melakukannya.
Dexter telah dibawa ke kantor polisi dan ditahan sementara untuk kemudian diinterogasi. Sebelumnya, Marlo telah meminta para polisi untuk menggeledah rumah Dexter, namun karena tidak adanya surat perintah penggeledahan, mereka tak dapat melakukan apa-apa.
Rafael membuka pintu kamarnya. Langkahnya terhenti di ambang pintu, merasa ragu untuk mendekat. Wanita itu terlihat damai. Tak menyadari kekacauan yang terjadi ketika ia pingsan.
Hannah telah membersihkan sisa darah kering di sudut bibir Mia. Bekas pukulan di pipinya mulai membiru, membuat Rafael meringis melihatnya. Lebam itu akan terasa nyeri.
Perlahan, Rafael bersimpuh di samping kasur. Ia ingin menggenggam tangan Mia, meremasnya erat untuk meminta maaf, mendekap tubuhnya agar tak perlu menghadapi kejamnya dunia.
Rafael tak melakukannya. Ia terlalu malu untuk melakukan itu.
"Aku minta maaf," lirih Rafael. Air mata menggenang di pelupuknya, memburamkan pandangan. Sambil berusaha menahan isak tangis, Rafael terus menggumamkan kata maaf layaknya melantunkan doa.
Ia lalu mendengar Mia mengeluarkan napas dalam dan menggerakkan tubuh, sebelum akhirnya mata itu terbuka. Wanita itu tampak termenung memandang langit-langit kamar, kerutan samar tercetak di dahinya, seolah ia sedang mencari tahu di manakah ia gerangan.
"Pumpkin?"
Suara Rafael terdengar begitu lirih dan lembut ketika memanggilnya, namun itu tak menghentikan Mia untuk tidak berjingkat.
"Rafael?" gumam Mia bingung. "Bagaimana... kenapa aku bisa... a-apa yang aku lakukan di sini?" tanyanya tergagap.
"Hannah yang meneleponku. Dia meminta bantuanku untuk menyelamatkanmu. Dia tahu kau dibawa paksa pergi dari klub oleh Dexter," jawab Rafael.
Seolah baru mengingat hal tersebut, Mia segera memeriksa tubuhnya, teringat bahwa sebelumnya ia telanjang. Wanita itu sontak menarik selimut menutupi tubuh, wajahnya merah padam oleh rasa malu.
"R-Rafael, aku--"
"Tidak perlu menjelaskan," potong Rafael lembut. "Itu bukan salahmu. Dexter memaksamu."
Air mata Mia merebak, napasnya berubah pendek. "D-dia memperkosaku," lirih Mia. "Aku tidak mampu mencegahnya... aku tidak mampu menjaga diriku sendiri... aku merasa kotor, Rafael...." Wanita itu melingkarkan kedua lengan ke tubuh, Mia terlihat bergemetar dan ketakutan. "Aku masih bisa merasakan tangannya di mana-mana."Pada detik selanjutnya, mata Mia terlihat membelalak lebar, tangannya mengibas tubuh, seakan ada seribu serangga tak kasat mata tengah merayap ke tubuhnya. "J-jauhkan dia dariku, kumohon," pinta Mia sambil terisak. "Kumohon... jauhkan dia."
Rafael meraih salah satu tangannya, tak berani merengkuh wanita itu dan membuat segalanya menjadi lebih runyam.
"Pumpkin. Dexter tak ada di sini, sayang. Kau aman," ujarnya lembut. "Kau aman bersamaku, Mia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Fate (TERBIT)
Ficción General[ SUDAH DITERBITKAN, BISA DIAKSES/DIBELI LEWAT GOOGLE PLAYBOOK. LINK EBOOK TERTERA DI BIO. ] ----- ㅤ [ BOOK ONE OF THE FATE SERIES ] ㅤㅤ [ 18+ ] Alexander Vangelis kembali ke Brooklyn setelah menghabiskan bertahun-tahun menyusun rencana untuk membala...