17 | confession

117 68 52
                                    

Hi, welcome back!

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga ya.

Paragraf italic : flashback



"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rafael kasar.

Pemuda itu terlihat terkejut dengan kedatangannya. "Aku berniat menemui kakakku," ia menjawab enteng.

Rafael mendengus tak percaya. "Kau masih berani menganggap Mia sebagai kakakmu? Setelah yang kau lakukan padanya?"

"Aku sudah bilang padamu, Rafael, aku berniat meminta maaf padanya," kata Nathan bersikeras. "Aku tidak akan pergi sebelum kami berbicara."

"Haruskah aku menyeretmu pergi dari sini agar kau berhenti mengganggu hidup Mia?" tanya Rafael setengah mengancam. "Karena aku akan melakukannya dengan senang hati."

Nathan menggeram kesal dan mengepalkan tangannya. "Aku kemari untuk meminta maaf. Apa ada yang salah dari niat baikku?"

Kata terakhir itu membuat Rafael gagal menahan amarahnya. "Kau kira hanya dengan meminta maaf akan menyembuhkan traumanya padamu? Apa kau tahu kalau dia ketakutan dalam tidurnya karena terbayang-bayang dirimu sedang menyentuhnya? Dia menyakiti dirinya berkali-kali, bahkan berpikir kalau mengakhiri hidupnya adalah jalan keluarnya. Apa kau tahu itu?!" sembur Rafael.

Nathan terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Rafael melirik tajam pada dua orang wanita yang diam-diam melirik ke arah mereka ketika berjalan melewati kedua pria itu.

"Apa yang kalian lihat? Ada masalah?" ketus Rafael. Kedua wanita itu terbirit ketakutan karena Rafael memelototi mereka.

Rafael mengalihkan pandangan kembali pada Nathan. "Lebih baik kau pergi dari sini sebelum aku yang menyeretmu pergi. Atau lebih parahnya, sebelum polisi yang membawamu pergi," ancam Rafael.

Ia melihat rahang pemuda itu terkatup rapat sambil menatapnya dengan mata menyalang. Pada akhirnya, Nathan membalikkan dan berjalan menjauh.

Rafael menunggu hingga Nathan masuk ke lift, memastikan pemuda itu benar-benar pergi. Ia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, berharap itu bisa meredakan amarahnya.

Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Rafael. Ia menoleh ke belakang, melihat Mia mengintip dari balik daun pintu.

"Apa dia sudah pergi?" tanya Mia.

"Sudah," jawab Rafael.

"Syukurlah." Wanita itu mengembuskan napas lega. Ia beralih pada Rafael. "Masuklah, Raf," sambut Mia.

Pria itu memasuki apartemen, menyadari kedua tangan Mia tampak bergemetar ketika wanita itu menuang air ke gelas.

"Sejak kapan dia menunggu di sana?" tanya Rafael.

"Aku tidak tahu," gumam Mia. Ia meletakkan gelasnya sebelum menjelaskan, "Aku berniat pergi tidur ketika dia menekan bel. Aku tidak segera membukanya karena aku tidak menunggu seseorang, jadi aku mengintip dari lubang pintu. Dan aku melihatnya di sana."

"Aku sungguh ketakutan, jadi aku meneleponmu," lanjut Mia.

Rafael mendekat dan merengkuh wanita itu. "Aku di sini," bisiknya. "Nathan sudah pergi, oke? Semuanya baik-baik saja. Kau aman bersamaku."

"Bisakah kau tetap di sini sampai aku tertidur?" pinta Mia.

Permintaan itu membuat dada Rafael menghangat. "Tentu saja, Pumpkin," balasnya. "Aku akan tetap di sini sampai kau merasa aman."

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang