13 | a dare

263 145 361
                                        

Welcome back!

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga ya.



“Kalian akan menyukainya,” ujar Dexter sembari berjalan menuruni tangga. “She's the one. Aku tahu itu.”

Wanita berambut pirang yang berada di balik layar laptop menunggu dengan tidak sabar. “Cepatlah supaya aku bisa segera bertemu dengannya!”

“Bersabarlah, sayang, kau akan membuat Dexter tergelincir dari tangga kalau kau menyuruhnya bergegas seperti itu,” pria di samping wanita itu memperingatkan.

“Ini dia.” Akhirnya, Dexter sampai di lantai satu. Ia berjalan ke ruang tamu, di mana Mia tengah menunggunya. Wanita itu menoleh begitu menyadari keberadaan Dexter, lalu keningnya mengernyit bingung karena pria itu malah membawa laptopnya turun.

Mia tertawa kikuk. “Kau ingin mengenalkanku pada laptopmu?”

Dexter sontak tertawa. “Bukan, Butterfly.” Ia duduk di samping kekasihnya, menyingkirkan kue ulang tahunnya ke samping, kemudian meletakkan laptopnya di meja. “Aku ingin kau bertemu kakak laki-lakiku. Juga kekasihnya.”

“Hai!” kekasih kakaknya, Emira, melambai pada Mia. “Namaku Emira.” Wanita itu mendekatkan wajahnya pada layar dan terkesiap. “Wow, Dex, dia terlihat cantik seperti di foto! Kutebak dia terlihat jauh lebih cantik kalau dilihat secara langsung!”

Pujian itu berhasil membuat Mia merona malu. “Kau terlihat jauh lebih cantik, kok,” Mia berujar malu-malu. “Terima kasih atas pujiannya.”

“Dan itu,” Dexter menunjuk ke arah kakaknya yang duduk dengan ekspresi tak terbaca, “Matthew. Kakak laki-lakiku.” Ia merangkul pundak kekasihnya yang terlihat canggung dengan perkenalan online tersebut. “Dia agak sombong dan jutek dengan orang asing, tapi percayalah, dia sebenarnya pria yang lembut.”

“Halo,” sapa Mia.

Matthew mengangguk singkat. “Senang berkenalan denganmu. Dexter bercerita banyak pada kami.”

“Benarkah?” tanya Mia, tampak terkejut mendengar berita tersebut.

“Shhh! Jangan bocorkan rahasiaku!” peringat Dexter.

Mia menyikut rusuk Dexter. “Biarkan saja, aku ingin mendengarnya.” Ia mencondongkan tubuh. “Boleh aku tahu apa saja yang sudah dia katakan tentangku? Dia tidak mengatakan yang buruk-buruk, 'kan?”

“Oh, justru sebaliknya,” goda Emira. Wanita itu melirik ke arah Dexter dengan mata berkilat jahil. “Matthew sampai ikut malu sendiri mendengar apa saja yang dia katakan tentangmu. Dexter bagaikan seorang pujangga dadakan ketika bercerita mengenai dirimu.”

Dexter segera menyela, “Baiklah, itu sudah cukup. Kau sungguh berita buruk untuknya, Emira. Aku tidak akan membiarkan kalian menggosip di hadapan wajahku.” Ia meraih layar laptop, berniat untuk menutup benda tersebut, namun Mia dengan cepat mencegahnya.

“Oh, ayolah!” rengek Mia. “Aku ingin mendengar apa yang akan dikatakan Emira.”

“Tidak akan.” Dexter berdiri agar ia bisa menjauhkan laptopnya dari jangkauan Mia. “Aku tutup dulu, bye!”

Mia mengejar Dexter, berusaha meraih laptop itu. “Berikan padaku!”

Sebelum panggilan itu berakhir, Mia mendengar Emira berseru, “Dexter bilang kalau kau menggemaskan! Kalau kau adalah wanita tercantik yang pernah dia temui! Dan kalau kau--“

Suara Emira terpotong karena layar laptop itu telah sepenuhnya tertutup, mengakhiri sambungan telepon tersebut secara sepihak. Dexter mengulas senyum geli melihat raut merajuk kekasihnya.

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang