35 | decision

61 10 19
                                    

Jangan lupa votenya sebelum membaca!



Rafael mondar-mandir gelisah di tempatnya. Ia melarikan kedua tangannya ke rambut sekali lagi. Mereka sudah menunggu di depan ruangan ruang gawat darurat selama kurang lebih dua jam. Belum ada tanda-tanda dokter akan keluar dari ruangan tersebut.

"Duduklah, Raf, kau membuatku pusing," komentar William. Pria itu memijit pangkal hidung demi meredakan rasa pusing di kepalanya.

Dexter dan Alex telah dibawa ke kantor polisi dan ditahan di sana untuk sementara. Karena medis tak kunjung datang, Rafael membawa Mia ke rumah sakit setelah merampas kunci mobil dari Nolan dan menyetir secepat mungkin, membuat kedua sahabatnya kewalahan di bangku belakang.

Nolan memberi arahan pada Rafael untuk membawa Mia ke rumah sakit Luton University, karena di situlah rumah sakit terdekat yang bisa mereka capai dari bandara. Untung saja, masih ada dokter gawat darurat yang berjaga di sana, sehingga Mia bisa segera ditangani.

Rafael menarik napas keras-keras. Pria itu sudah berhenti mondar-mandir, kini tengah berdiri memandang ke arah pintu ruang gawat darurat dengan kedua tangan berada di pinggang, sebelah kakinya mengetuk-ketuk lantai secara tidak sabaran.

Jengah dengan kelakuan sahabatnya, William pun menarik tangan Rafael agar pria itu duduk di kursi di sampingnya.

"Mia akan baik-baik saja, oke? Dia sedang ditangani oleh dokter," kata William. "Jangan khawatir, aku yakin dia akan baik-baik saja."

Rafael melirik ke arahnya. "Bagaimana jika keadaannya buruk?"

William tidak menjawab.

Jasper kembali dari kantin rumah sakit bersama Hannah. Sepupu Mia itu datang dengan ayah Rafael serta istri barunya, namun Julian dan Penny telah lebih dulu berpamitan untuk kembali ke hotel dan beristirahat.

"Belum ada perkembangan?" tanya Jasper.

"Belum," jawab Rafael.

"Kau bawa apa?" William bertanya.

"Kopi hitam." Jasper menyodorkan segelas kopi yang ia beli di kantin rumah sakit. "Mereka hanya punya kopi dan roti kemasan karena sekarang hampir tengah malam."

William menerimanya. Hannah mendudukkan diri di samping pria itu, diikuti oleh Jasper. Wanita itu menyandarkan kepalanya di pundak Jasper, membiarkan sang kekasih merangkulnya.

"Mia akan baik-baik saja, 'kan?" tanya Hannah.

Jasper melirik ke arah William. "Kita doakan yang terbaik saja," balasnya.

Setengah jam kemudian, pintu itu akhirnya terbuka, mengejutkan keempatnya. Rafael-lah yang pertama kali bangun ketika seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat.

"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Rafael.

"Dia akan baik-baik saja," jawab dokter tersebut. "Pisau lipat itu tidak melukai terlalu dalam, sehingga tak ada kerusakan pada organnya. Kami akan segera memindahkannya ke ruang inap."

Rafael mendengar helaan napas lega berasal dari kedua sahabatnya serta dari Hannah. Ia masih merasa khawatir, dahinya berkerut penuh cemas.

"Dokter? Bisa saya bertanya mengenai keadaannya lebih detail?" Rafael melirik ke belakang, di mana William, Jasper, dan Hannah meliriknya penasaran. "Di tempat yang lebih privat, kalau bisa."

Dokter itu memahami maksud Rafael dan segera mengangguk. "Tentu, Mr....?"

"Davis," jawab Rafael.

"Mr. Davis," Dokter tersebut mengangguk paham. "Mari, kita bisa bicara di ruangan saya."

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang