24 | the fight

76 27 31
                                    

Hi, welcome back.

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga ya.



Kedua lengan Mia terlipat seraya matanya menyalang memandang sebuah pasangan yang tengah terpampang di televisi. Dia berusaha keras untuk tak menunjukkan ketidaksukaannya melihat kemesraan Rafael bersama kekasih baru pria itu, Aubree.

Setelah foto keduanya yang tengah berciuman di kafe bandara menjadi populer di internet, keduanya semakin sering tayang di beberapa channel gosip televisi. Mia merasa muak melihat kebersamaan mereka.

Wanita berusia dua puluh tiga tahun tersebut mengunyah bibir bawahnya seraya benaknya bertanya-tanya apakah ia telah membuat keputusan bodoh dengan mengusir Rafael dari kehidupannya. Satu per satu cacian dilontarkan batin kecilnya, merutuk Mia karena telah menyia-nyiakan seorang sahabat seperti Rafael.

Mungkin seharusnya aku meminta maaf, pikir Mia. Tapi... apakah itu bisa memperbaiki semuanya? Apakah sebuah permintaan maaf bisa membawa Rafael kembali padaku?

Bel pintunya berbunyi, menarik perhatian Mia dari televisi. Wanita itu mematikan televisi, memeriksa penampilannya di cermin, lalu pergi membukakan pintu.

Senyumnya segera terulas ketika dirinya disambut oleh sebuket bunga menutupi wajah sang kekasih. Dexter memiringkan buket bunga itu dari wajahnya dan memberi Mia senyum manis yang mampu membuat wanita itu berdebar.

"Itu untukku?" tanya Mia.

"Untuk siapa lagi? Simon si penjaga pintu?" balas Dexter.

Mia menerima buket tersebut dan meletakkannya begitu saja di meja. Ia bisa menaruhnya di vas nanti.

Dexter mengulurkan sikunya. "Siap untuk pergi?"

Mia menutup pintu, mengenakan sarung tangannya, lalu merangkul lengan Dexter. "Tidak juga. Apa kita sungguh harus pergi keluar? Kenapa tidak menetap di tempatku atau pergi ke rumahmu saja? Cuaca malam ini benar-benar dingin dan sungguh membuatku merasa malas."

"Oh, ayolah, ini akan menyenangkan," bujuk Dexter. "Dan besok hari Natal. Kita bisa menginap di rumahku dan merayakannya bersama."

Mia memutar bola matanya. "Kau dan Rafael ternyata sama saja. Kalian berdua sama-sama suka menyeretku pergi keluar meski cuacanya hampir mencapai nol derajat Celsius," celetuknya tanpa bisa dicegah.

Menyadari apa yang baru saja ia katakan, Mia sontak menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia melirik ke arah Dexter yang tak mengatakan apa-apa karena dirinya menyebutkan nama Rafael.

"Um. Jadi, kita mau ke mana malam ini?" tanya Mia, mengalihkan pembicaraan.

"Melakukan hal yang menyenangkan."

"Tidur jauh lebih menyenangkan daripada pergi keluar di cuaca yang dingin."

Dexter terkekeh ringan. "Dasar pemalas," ejeknya. "Ada sebuah toko yang memberi potongan harga. Kita bisa berbelanja di sana dan membeli hadiah untuk satu sama lain. Lalu, kita bisa pergi ke rumahku untuk menghias pohon natal dan memanggang kue."

ㅤㅤ
Dexter memperhatikan Mia yang terlihat merenungkan sesuatu. Akhir-akhir ini, ia sering memergoki Mia tengah melamun, bahkan ketika Dexter sedang mengajaknya berbicara. Ia tak tahu apa yang mengganggu benak kekasihnya.

Pria berambut ikal itu melambaikan tangan di depan wajah Mia. "Butterfly?" panggilnya. "Kau melamun?"

Wanita itu mengerjap-kerjapkan mata. "Huh?"

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang