37 | scolded

159 48 15
                                    

Hai! Welcome back!

Suka dengan cerita ini? Jangan lupa tinggalkan vote dan masukkan ke library jika belum ya!



Seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara itu menghela napas keras-keras melihat keadaan kedua pria di hadapannya. Ia melipat kedua lengan di depan dada, memandang mereka dengan tatapan galaknya.

"Kalian berdua sudah melampaui batas, tahu?" ia mengomel dengan nada rendah, tak ingin polisi yang berdiri di dekat pintu menguping pembicaraan mereka.

"Jangan salahkan aku, itu semua ide Dexter," ujar Alex, berusaha membela dirinya sendiri. "Dia meminta bantuanku, dan sebagai sahabat yang baik, aku memutuskan untuk membantunya."

Pria berambut ikal yang tengah duduk di sebelah Alex tak mengatakan apa-apa. Ia terlihat tenggelam pada pikirannya. Kedua tangannya masih bergemetar atas apa yang sudah ia lakukan pada wanita yang ia cintai.

Bisa-bisanya ia melakukan itu? Seharusnya ia bisa menghentikan diri begitu melihat Mia mendorong Rafael untuk menjauh, namun sudah terlambat untuk berhenti. Dan ia tak bisa memutarbalikkan hal yang telah terjadi. Ia telah melukai Mia.

"Dexter," panggil Matthew, si pengacara yang duduk di hadapan mereka, sekaligus kakak laki-laki dari Dexter.

"Go easy on him, Matt," sahut Alex. "Sepertinya dia masih terguncang."

Matthew menghela napas. "Kalian berdua sungguh merepotkan," rutuknya. "Rasanya seperti mengasuh dua bocah nakal."

ㅤㅤ
Rafael mendapati keberadaan William di depan kamar inap Mia, tengah bersandar di dinding dekat pintu dengan kedua lengan terlipat di dada. Mia menurunkan pandangan ketika mereka berhenti di depan si dokter terapis.

"Aku kemari untuk menjengukmu," kata William pada Mia. "Tapi kau tak ada di kamarmu. Dari mana saja kau?"

"Lebih baik kita bicarakan di dalam saja, Will," saran Rafael.

Mia melingkarkan lengan ke tubuhnya, lalu bergumam pelan untuk menjawab pertanyaan William. "Aku pergi ke atap."

Mendengar hal tersebut, raut kesal di wajah William sepenuhnya terhapus. Pria itu segera membukakan pintu, menyuruh mereka untuk masuk ke dalam.

Setelah Mia kembali ke ranjangnya, William memanggil dokter untuk memeriksa keadaan wanita itu. Mia tak mengatakan apa-apa, hanya bisa menunduk malu ketika sang dokter mengomel karena ia sudah melepas infusnya begitu saja.

Setelah dokter dan suster meninggalkan ruangan, dan kini mereka bertiga sendirian di ruangan tersebut, William memandang ke arah Mia, menunggu penjelasan atas tindakannya.

Mia melirik ke arah Rafael dengan tatapan memohon. Namun pria itu menghindari matanya.

"Well?" kata William, menarik kembali perhatian Mia. "Aku sedang menunggu penjelasanmu, Miss Collins. Mau memberitahuku alasan kenapa kau pergi ke atap rumah sakit?"

Mia memainkan jari-jemarinya, merasa ketakutan di bawah tatapan tajam dokter terapisnya. Ia merasa seperti anak kecil yang sedang diomeli orang tuanya karena telah membangkang.

"Aku--" Mia melirik ke arah Rafael sekali lagi. Lagi-lagi, pria itu menghindari tatapannya, tak ingin terlibat dan berakhir ikut terkena omelan dari William.

Twisted Fate (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang