Welcome back! Jangan lupa votenya ya :)
.
.
.Rafael berjalan menyusuri lorong rumah sakit, sendirian. Dokter yang ia panggil menyuruhnya untuk kembali ke ruangan Mia lebih dulu karena harus memeriksa pasien lain.
Jadi, Rafael menelepon Nolan setelah menemui dokter, meminta pria paruh baya itu untuk menjemputnya karena Mia telah diperbolehkan pulang. Setelah mematikan panggilan dan berjalan kembali, langkahnya terhenti di depan kamar inap Mia. Ia membuka pintu ruangan yang tak sepenuhnya tertutup itu dan melangkah ke dalam.
Dahinya mengernyit heran begitu menyadari ruangan itu kosong. Seingatnya, Mia baru saja sadar ketika Rafael meninggalkan ruangan tadi, ke mana perginya wanita itu?
"Pumpkin?" panggil Rafael.
Tak ada sahutan.
"Pumpkin, kau di mana?"
Ia memeriksa kamar mandi, namun ruangan itu juga kosong. Tak ada tanda-tanda Mia di mana pun.
Dada Rafael mendadak terasa berat. Perasaan tidak enak membasuhnya. Rafael keluar ruangan dan celingukan, mencari keberadaan Mia. Ia mencoba bertanya pada suster dan dokter yang ia lewati, tapi tak ada satu pun yang melihat wanita itu.
Langkahnya terhenti, matanya teralih pada tangga darurat tak jauh darinya. Percakapannya dengan Mia beberapa saat lalu kembali terputar di benak, perasaan mengganjal yang dirasakan Rafael ketika wanita itu mengatakan terima kasih tanpa konteks membuatnya heran.
Mungkinkah?
Sesuatu seakan berbisik padanya, memberitahunya bahwa itulah jalan untuk menemukan Mia. Tanpa ragu, Rafael berlari menaiki tangga. Dalam hati, ia berdoa wanita itu akan baik-baik saja. Ia berharap kalau dirinya belum terlambat, jikalau sesuatu yang buruk memang terjadi padanya.
Rafael melompati dua tangga sekaligus, menuju sebuah tempat yang ia pikir di mana Mia berada saat ini. Benar saja. Pintu menuju atap rumah sakit terbuka lebar. Angin kencang berembus dari luar, seolah sedang menyuruhnya untuk bergegas.
Ia melihat Mia berdiri di dekat ujung, kedua tangannya mencengkeram pagar. Kantong infusnya tergeletak di lantai, tetesan darah merembes keluar, mengotori punggung tangan Mia. Jantung Rafael seakan jatuh ke perut ketika melihat betapa dekatnya wanita itu dari ambang kejatuhan.
"Mia!" serunya begitu ia melihat Mia hendak memanjat pagar.
Wanita itu membelalak kaget dan bergerak secepat mungkin untuk memanjat. Rafael berlari secepat yang ia mampu. Begitu dirinya berada cukup dekat, ia melingkarkan lengan pada bagian atas perut Mia, berhati-hati untuk tak menekan bekas jahitan di perut wanita itu, lalu menyentaknya ke belakang.
Wanita itu segera memberontak ketika Rafael menariknya menjauh dari pagar. Ia harus memegangi Mia seerat mungkin agar wanita itu tak terjatuh dan berakhir melukai dirinya sendiri.
"Tidak! Lepaskan aku! jerit Mia. "Aku tak menginginkan ini! Lepaskan!"
"Hentikan!" bentak Rafael. "Membunuh dirimu sendiri bukan jawabannya, Mia!"
Mia menggeram seraya ia mencoba melepaskan diri. Rafael harus memastikan lengannya tak menekan perut bawah wanita itu, atau ia akan merobek bekas jahitan Mia, dan yang lebih buruk lagi, Rafael tidak ingin menyakiti janin di perut Mia secara tak sengaja.
"Kau tidak tahu apa pun soal langkah yang benar, Rafael--" Mia mendesis. "Lepaskan!"
Wanita itu sungguh mampu membuatnya kewalahan, Rafael hampir saja melepaskan Mia karena kuku wanita itu menggores lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Fate (TERBIT)
Narrativa generale[ SUDAH DITERBITKAN, BISA DIAKSES/DIBELI LEWAT GOOGLE PLAYBOOK. LINK EBOOK TERTERA DI BIO. ] ----- ㅤ [ BOOK ONE OF THE FATE SERIES ] ㅤㅤ [ 18+ ] Alexander Vangelis kembali ke Brooklyn setelah menghabiskan bertahun-tahun menyusun rencana untuk membala...