Welcome back.
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Kalo suka, jangan lupa dimasukin ke library juga ya.
•
•
•Jantung Mia berpacu karena pria itu berbalik mengancamnya. Ia mencoba menarik diri, berharap ada sedikit jarak di antara mereka, namun Dexter menyentaknya mendekat hingga Mia hampir menubruk dada pria itu.
"Well? Kau bilang ingin memukulku, bukan? Silakan, pukul saja aku," ejek Dexter.
Napas Mia keluar tak beraturan, sebelah tangannya terkepal. Ia tergoda untuk memukul wajah tampan menjengkelkan itu, setidaknya dengan memukul Dexter, itu bisa memberi Mia sedikit kepuasan atas apa yang telah dilakukannya.
Jejak arogan dan mengejek itu lenyap dari wajah Dexter, digantikan oleh raut dinginnya. "Well? Apa lagi yang kau tunggu? Bukankah kau baru saja mengatakan--dengan penuh percaya diri, kalau kau mampu melawanku? Tunjukkan padaku." Pria itu memandangnya remeh. "Atau itu hanya bualanmu? Untuk membuatku takut? Hm?"
Bugh!
Tanpa aba-aba, Mia melayangkan pukulan ke wajah Dexter. Kepala pria itu terpental ke samping karena tak siap menerima hantaman tersebut. Mia merasakan kepalan tangannya berdenyut nyeri seraya ia menyadari ada darah menetes dari salah satu lubang hidung Dexter.
Ketika kepala Dexter menoleh ke arahnya, tak ada lagi sisa arogan, pun keremehan di matanya. Mia merinding ketakutan melihat kemarahan di sepasang mata biru itu. Otaknya berteriak, memberi peringatan padanya untuk segera kabur.
Pria itu menyentuh lubang hidungnya, lalu mendenguskan tawa ketika melihat bercak darah di ujung jarinya. Dexter terkekeh singkat. "Oh, kau baru saja membuat pilihan yang buruk, sayang," ujarnya.
"L-lepaskan aku," cicit Mia. Ia mencoba menarik lengannya dari cekalan Dexter, namun lagi-lagi, dirinya gagal. "Kumohon--"
"Oh, sekarang kau yang memohon?"
Dexter mencengkeram rahang Mia, memaksa wanita itu untuk menatapnya. "Lihat apa yang telah kau perbuat padaku." Ia menunjuk ke arah hidungnya yang berdarah. "Kau memukulku, membuatku berdarah." Matanya berkilat. "Sekarang giliranku."
Plak!
Wajah Mia terlempar ke samping ketika Dexter menamparnya. Ia menganga kaget. Telinganya berdenging keras karena tamparan itu, pipinya berdenyut nyeri.
"Bagaimana rasanya, hm?"
Lagi-lagi, Dexter mencengkeram rahangnya, mengabaikan desisan nyeri dari Mia karena tangan pria itu menekan bekas tamparannya.
"Sakit? Itu tidak sebanding dengan apa yang sudah kau lakukan padaku," ujarnya. "Lawan aku lagi dan balasannya akan jauh lebih buruk dari ini." Dexter menyentak tangannya, membiarkan tubuh Mia terhuyung dan jatuh terhempas ke kasur.
Ia melihat wanita itu bergelung dan terisak pelan. Muak melihat pemandangan itu, Dexter pun keluar dari kamar.
.
.Untuk yang ke sekian kalinya, Rafael memaksakan sebuah senyuman. Ia membiarkan dirinya digiring ke sana kemari, tersenyum jika ada seseorang yang mengajaknya bicara, dan sesekali harus berpose di depan kamera.
Ia tidak menyangka bahwa menjadi kekasih seorang model itu sungguh merepotkan. Dirinya harus datang ke setiap pertunjukan fashion Aubree karena kini mereka telah mempublikasi hubungan mereka. Untuk ketiga kalinya pada minggu yang sama, Rafael harus menghadiri fashion show Aubree yang diadakan di Manhattan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Fate (TERBIT)
Fiksi Umum[ SUDAH DITERBITKAN, BISA DIAKSES/DIBELI LEWAT GOOGLE PLAYBOOK. LINK EBOOK TERTERA DI BIO. ] ----- ㅤ [ BOOK ONE OF THE FATE SERIES ] ㅤㅤ [ 18+ ] Alexander Vangelis kembali ke Brooklyn setelah menghabiskan bertahun-tahun menyusun rencana untuk membala...