Klek.
Cia menoleh pada pintu kamar yang terbuka, menatap Virgo yang tengah berjalan kearahnya dengan jas berwarna putih yang membaluti tubuh atletisnya.
Adegan ini membuat Cia kembali mengingat mimpi buruk yang dia alami, dia..., takut itu menjadi kenyataan. Setelah mengalami mimpi buruk itu, Cia menjadi tak ingin jauh dari Virgo.
Tanpa sadar Cia meneteskan air matanya, untung make up gadis itu tahan dengan air, jika tidak itu akan merepotkan.
Lain halnya dengan Virgo yang langsung memasang raut panik melihat air mata yang mengalir dari mata indah gadisnya.
"Love, why are you crying, hm? Apakah aku menyakitimu? Atau kamu tidak suka dengan..., pernikahan kita?" Ucap Virgo yang diakhiri lirihan di akhir kalimatnya. Sejak hari ini, Virgo juga memutuskan untuk mengubah kosakata nya pada gadis itu karena Cia akan menjadi istrinya.
Cia menggelengkan kepalanya, dan langsung membalikkan tubuhnya lalu memeluk Virgo yang sedang berdiri di belakang kursi yang di duduki nya.
Air mata gadis itu mengalir dengan derasnya membuat Virgo kalang kabut sendiri, dan karena tak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya Virgo hanya mengangkat tangannya mengelus rambut Cia yang tercepol cantik dengan gaun pengantin berwarna putih tulang yang membaluti tubuh ramping gadis itu.
Setelah beberapa saat dalam keheningan, Virgo akhirnya melepaskan pelukannya lalu mengusap air mata gadis itu yang masih tersisa dengan lembut.
"Kalau kamu belum siap, aku bisa menunda pernikahan kita. Bagaimana?" Cia menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak usah kak, Cia siap kok."
"Jangan panggil kak, panggil namaku." Virgo mengelus pipi Cia dengan lembut.
"Virgo."
Virgo mengulum senyum mendengar namanya di sebut oleh gadis di hadapannya tanpa embel-embel 'kak'.
"Baik, ayo kita pergi. Aku yakin para tamu sudah menunggu. Ngomong-ngomong aku tidak mengundang banyak tamu, aku hanya ingin ada yang menjadi saksi pernikahan kita. Kamu nggak keberatan kan?"
"Nggak apa-apa kok," Virgo tersenyum lalu menyodorkan lengan kanannya yang segera disambut Cia dengan menggandengkan tangannya pada lengan kekar Virgo.
"Ah, aku lupa bilang, jika kamu sangat cantik dengan gaun itu, sayang." Virgo memang berkata yang sebenarnya, tetapi itu justru membuat Cia merona.
***
Cia mengeratkan pelukannya pada lengan Virgo saat mereka sampai di taman belakang, tempat yang menjadi acara pernikahan mereka, perasaan Cia sungguh cemas.
Virgo pun juga merasakan kecemasan Cia, dan dengan lembut mengeratkan pelukannya pada pinggang Cia, bermaksud menenangkan.
"Don't worried, i'm here." Bisik Virgo dengan lembut.
Cia hanya mengangguk, lalu mereka pun kembali fokus ke depan, di depan sana terdapat sebuah panggung kecil dengan lelaki paruh baya yang sudah berdiri di atas panggung itu memegang sebuah kitab.
Virgo menggenggam kedua tangan Cia dengan tangan besarnya, dengan posisi berhadapan. Berusaha membuat Cia nyaman dengan hari yang dia nantikan. Lalu Virgo pun menoleh pada pendeta dan mengangguk, isyarat bahwa acaranya sudah bisa dimulai.
"Mempelai pria Virgo Merdovha, apakah kau bersedia menerima Grechia Armadani Putri sebagai istri dan pasangan hidupmu hingga maut memisahkan?"