Dalam sebuah kamar bernuansa biru laut itu, seorang gadis bertubuh mungil terlihat meringkuk sedih di atas ranjang dengan keadaan kamar gadis itu yang remang-remang.
Sebuah isakan kecil terdengar dari tubuh gadis itu, bahu kecil gadis itu juga bergetar. Menandakan jika gadis itu sedang menangis.
Sedangkan di kursi belajar gadis itu terlihat sosok tegap yang duduk dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Raut sosok itu tidak dapat di pastikan karena minimnya cahaya di ruangan tersebut.
Sosok itu seolah menunggu gadis yang sedang meringkuk di atas ranjang itu berhenti menangis.
Hingga sejam kemudian, gadis itu kini tertidur karena lelah menangisi statusnya yang kini memiliki seorang mantan suami atau sebut saja janda, secepat itu dia di nikahi dan secepat itu juga dia diceraikan.
Pernikahan kandas yang terjadi tiga hari yang lalu seolah tidak memberikan makna apapun pada mantan suaminya. Padahal dia sudah akan menerima kehadiran cowok itu dalam hidupnya tetapi balasannya sungguh membuat hati gadis itu sakit.
Dengan ingatan dari kehidupan lalu yang membawa ketakutan tersendiri bagi gadis mungil itu, gadis itu takut jika kejadian yang terjadi pada mama nya di kehidupan lalu akan terjadi padanya juga. Di cemooh, di rendahkan dan penghinaan lainnya seolah mamanya adalah seorang pelaku kriminal berbahaya.
Saat gadis itu tertidur, raut wajahnya pun masih menunjukkan kesedihan yang dalam, seolah menjelaskan jika gadis itu benar-benar sedih.
Merasa gadis itu benar-benar terlelap, sosok tegap yang sedari tadi diam itu akhirnya bangkit dari kursi dan berjalan ke arah ranjang gadis itu dengan langkah sunyi.
Cowok itu membungkukkan tubuh tegapnya, menatap wajah gadis itu dengan tatapan tak terbaca.
Hingga dengan hati-hati tangan besar cowok itu mengusap lembut pipi putih gadis itu yang basah karena tangisan gadis itu.
"Hi, gue Altair. Jangan nangis, lo jadi tambah jelek. Gue pergi dulu, selamat malam." kalimat 'ramah' cowok itu berbanding terbalik dengan nada dan wajah cowok itu yang dingin seolah dapat membekukan apapun.
Cowok itu akan melangkahkan kakinya keluar jika saja pintu kamar gadis itu tidak terbuka. Altair mengangkat alisnya, dengan hati-hati cowok itu bersembunyi di samping sebuah lemari dan diapit sebuah guci besar hingga kehadiran Altair tak akan disadari kecuali jika ada yang berjalan ke arah lemari.
Altair semakin memasang raut dingin saat melihat siapa yang memasuki kamar gadis itu. Dengan tatapan tajam, iris dark blue miliknya memperhatikan setiap langkah cowok yang masuk ke dalam kamar gadis itu tengah malam seperti ini.
Bibir tipis Altair berdesis pelan saat melihat cowok itu mengelus pipi Cia dan mencium pipi gadis itu. Bibir Altair bergerak menyebut nama seseorang tanpa suara.
Altair lalu melihat cowok itu menoleh kearah jendela lalu balkon. Setelah itu, cowok itu pun berjalan keluar dari kamar feminim itu setelah mencium gadis itu.
Mendengar suara pintu tertutup, Altair tidak langsung mengeluarkan dirinya dari tempat persembunyiannya, melainkan tetap berdiri diam. Setelah 3 detik berlalu, suara pintu kembali terdengar. Saat itu Altair pun baru keluar dari tempat persembunyiannya.
Cowok tampan itu menyeringai ke arah pintu yang sudah tertutup. Seolah mengejek sosok yang baru saja keluar dari kamar itu, karena mengira jika Altair akan keluar saat mendengar suara pintu pertama. Sungguh menyedihkan sekali orang itu, dia benar-benar meremehkan seorang Altair.
Lalu Altair kembali melangkah ke arah ranjang, sesampainya dia samping ranjang. Cowok tinggi itu membungkukkan tubuhnya, dan mengusap pipi kanan gadis mungil yang tadi di cium oleh seseorang.