Hampir tiga minggu tinggal bareng Ivan ternyata tidak separah yang ada di bayangan gue. Setelah pulang dari Bandung, kita seperti hampir balik ke awal lagi, sibuk dengan dunia masing-masing dan hanya bertemu di penghujung hari. Gue, yang walaupun selama ini merasa gila kerja, jauh lebih mending daripada Ivan yang kadang mungkin ga sempat lihat matahari setelah pulang kerja. Dia bakal sampai di apartemen sekitar jam tujuh, dimana di saat yang bersamaan gue bakalan sedang nungguin pesanan makanan online yang akan kita makan bareng setelah Ivan selesai mandi. Karena gue hampir nol dalam urusan masak, hampir setiap malam kita sepakat untuk order online, dimana menu yang kita pesan sesuai selera gue. Untuk sarapan, gue masih bisa menyelamatkannya dengan toast atau omelette. Kadang kalau Ivan ga ngantor, dia bakalan ambil alih dapur dan masak makanan barat yang gue tahu rasanya lebih enak daripada kalau gue yang bikin.
Menu malam ini adalah nasi goreng daging langganan gue dari SMA yang masaknya pake arang. Aromanya khas dan bumbunya menurut gue unik, ga kayak yang lain. Ivan keluar dari kamar sehabis mandi tepat setelah gue menata dua porsi nasi goreng di atas meja makan. Seperti biasa, kita duduk berhadapan dan mulai makan dalam diam. Kita berdua jarang ngobrol dan gue sendiri bukan tipe orang yang memulai pembicaraan di atas meja makan.
"Tadi mama nelpon, katanya jumat malam disuruh nginep rumah, kangen sama menantunya." Ivan mulai membuka siara di tengah makan. Gue melirik ke arahnya, mata kita bertemu.
"Besok ya berarti? Bisa sih aku. Kebetulan aku besok cuma kerja sampe jam makan siang. Jadi bisa pulang cepet. Kamunya sendiri gimana?" Gue menyendok nasi goreng yang tinggal sedikit di piring. Ivan mengangguk cepat.
"Bisa, aku pulang jam dua siang besok." Selalu singkat padat jelas.
Gue beranjak menuju tempat cuci piring setelah meneguk habis segelas air putih ketika Ivan mendekat membawa piringnya.
"Aku aja yang nyuci." Langkah kaki Ivan membuatnya lebih dulu sampai di tempat cuci piring. Dengan cekatan ia mengambil piringku dan membilasnya dengan air.
"Gapapa Van, aku aja sini. Kamu ngerjain kerjaan kamu aja."
"Aku ga ada kerjaan. Udah gapapa, kita gantian nyuci piringnya. Kemarin kamu kan? Hari ini aku."
Gue akhirnya hanya melihat proses pencucian piring yang dilakukan Ivan tanpa berkata sepatah katapun. Perasaan bersalah perlahan merayap ke dalam diri gue. Udah tiap hari ngasih makan anak orang pake makanan luar, sekarang malah dia juga yang ngebersihin piring. Gue emang menjunjung kesetaraan, tapi ga tau aja gue merasa bersalah karena masalah dapur satu ini.
"Habis ini mau ngapain?" Gue tersadar dari lamunan ketika Ivan menanyakan hal itu setelah selesai. Gue menggeleng pelan, memang belum ada pikiran apa-apa setelah makan.
"Mau nonton film bareng ga?" Gue menatap Ivan, mencari jawaban ke dalam matanya yang tegas, kesambet apa ini orang tiba-tiba ngajakin nonton film bareng? Tapi gue ga menemukan apa-apa.
"Film apa?"
"Ya belum tau, ntar cari aja. Kalo mau, bawa es krim ke depan tivi ya. Aku mau ngambil hapeku dulu di kamar." Gue masih terdiam melihat kepergian Ivan ke kamar. Fix dia yang aneh, bukan gue. Entah bagaimana, otak gue secara refleks menyuruh tangan gue mengambil es krim cookies ukuran seliter dari dalam freezer. Gue dan Ivan hampir sampai di sofa depan tivi secara bersamaan sebelum akhirnya kita duduk dan memilih film.
"Karena ini malam jumat, kayaknya lebih seru kalo nonton film horor deh." Gue langsung mengernyitkan dahi mendengar perkataan Ivan. Hal yang paling gue hindari ketika nonton adalah film horor.
"Ih, jangan film horor. Comedy romance aja."
"Takut ya kamu?" Suara Ivan terdengar mengejek.
"Ga ya, gue ga takut. Gue cuma males nonton horor. Ya udah, ayok nonton film horor, yang lebih sering tutup mata besok pagi bikin sarapan." Antara bodoh atau stupid, bisa-bisanya gue malah taruhan sama Ivan. Jelas gue yang bakal kalah lah. Ini namanya malu-maluin diri sendiri. Sedangkan Ivan, ia terlihat bersemangat mendengar tawaran gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
(UN)MONOTONOUS MARRIAGE
RomanceRara, gadis yang bisa dibilang sukses di usia muda tapi tidak memiliki planning hidup ke depan bertemu dengan Ivan yang menurutnya hanya seorang om-om kaya di acara makan malam investor ayahnya. Mereka kemudian menikah dan menjalani pernikahan yang...