TWENTY ONE

2.2K 124 7
                                    

Siang ini gue memilih menghabiskan waktu istirahat gue bersama Diana di kantin kantor. Biasanya kita memilih untuk pesan online, tapi berhubung gue lagi suntuk dengan suasana kantor, gue mengajak Diana keluar ruangan dan makan di tempat lain.

Suasana kantin tidak terlalu ramai ketika gue memesan makanan, mungkin karena kita datang sebelum orang-orang turun dari masjid untuk sholat jumat. Gado-gado pesanan gue dan Diana datang tidak lama setelahnya.

"Gimana lo Ra?" Diana mengawali pembicaraan sementara gue masih mencampur bumbu di makanan gue.

"Gimana apanya?"

"Ya hubungan lo sama suami lo lah. Lo akhir-akhir ini jarang cerita sama gue tentang suami lo. Ada yang berubah ga selama empat bulanan ini? Eh, bener kan gue, lo udah empat bulanan nikahnya?"

Kini raut mukaku berubah. Gue sendiri ga terlalu hafal sudah berapa lama menikah dengan Ivan karena rutinitas yang selalu sama setiap harinya.

"Kayaknya sih bener. Ga tau sih, gue ga terlalu merhatiin kalender." Jawabku enteng.

"Gimana sih lo. Trus trus, ada perkembangan hubungan lo sama Ivan ga?" Diana memajukan kepalanya, menunggu jawaban yang dapat memuaskan rasa penasaran di otaknya, yang sayangnya gue patahkan dengan gelengan kepala pelan.

"Beneran ga sih Ra? Lo udah ngapain aja sama suami lo? Atau udah kemana aja? Honeymoon kemana gitu."

"Kepo amat sih lo sama kehidupan pernikahan gue?" Gue sibuk memindahkan isi piringku ke dalam mulut.

"Ya iyalah gue kepo. Gue kadang masih ga percaya temen gue yang super picky banget dalam hal-hal kecil aja, tiba-tiba nikah sama orang yang baru sebulan dikenal. Kayak, helloooow itu bukan lo banget Ra." Mataku melirik sekitar, memastikan suara Diana tidak cukup besar sehingga seisi kantin bisa mendapatkan bahan gosip secara cuma-cuma.

"Lo kalo ngomong bisa ga sih ga usah menggebu-gebu gitu, Di? Udah kayak pak RT nyuruh warganya kerja bakti pake toa masjid tau ga lo." Gue agak sewot, lalu melanjutkan.

"Ya lo kan udah pernah gue bilangin alasan gue nikah sama Ivan. Terbukti kan sekarang perusahaan bokap gue membaik. Trus kalo lo penasaran gue udah ngapain aja sama Ivan, jawabannya ga ada. Gue ga ngapa-ngapain kayak yang ada di otak mesum lo itu ya. I'm still virgin. Dan seperti yang lo tahu, gue ga pernah honeymoon. Dah, puas lo?"

Diana menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan memasang ekspresi kaget yang dramatis. "Kok bisa sih Ra?"

"Bisa gimana maksud lo?"

"Kok bisa sih lo tahan nganggurin cowok ganteng kayak gitu?" Gue rasanya ingin menampar Diana setelah mendengar kata-katanya barusan.

"Asal lo tahu ya, gue masih sangat bisa menahan nafsu gue, dan kalo lo tahu, yang ada malah Ivan yang kadang nyosor aja ke gue. Well, wajar sih dia begitu, secara dia tinggal sama cewe secantik dan seseksi gue." Sambil mengerlingkan mata, gue tersenyum menggoda Diana. Kini giliran Diana yang memasang ekspresi muka jijik.

Pembahasan kita berlanjut dan melebar ke berbagai topik hingga jam makan siang hampir habis. Kita memilih menutup waktu istirahat kita dengan segelas jus dari kantin yang sama dan kembali ke kantor.

"Ra, gue sebagai bos lo sangat membolehkan lo buat cuti lama lho, in case lo tiba-tiba berubah pikiran buat mau pergi honeymoon." Ucap Diana ketika kita keluar dari lift dan berjalan menuju kantor. Gue menghela nafas, masih berlanjut ternyata topik pembahasan ini.

"Ntar kalo kerjaan di kantor jadi berantakan gara-gara gue cuti lama, lo nangis trus stres trus ujung-ujungnya ngerengek nelpon gue buat cepet balik. Inget ga lo waktu gue cuti pergi liburan keluarga ke Swiss?"

(UN)MONOTONOUS MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang