Gue ga ngerti apa yang ada di otak gue beberapa menit yang lalu. Entah itu ga waras, gila, atau sinting. Bisa-bisanya gue malah diem nerima pelukan dari Ivan. Bukan, bukan cuma nerima, gue peluk balik malah! Ya Tuhan, udah sinting emang gue. Muka gue pasti merah banget pas Ivan ngelepas pelukannya, buktinya dia senyum-senyum sendiri waktu mau nutup pintu. Ish, nyesel gue!
Daripada gue salah tingkah mulu mikirin kejadian tadi, mending gue ngademin kepala dengan buka freezer. Iya, freezer. Kebiasaan gue dari kecil emang sering buka freezer cuma buat ngadem. Efek dinginnya lebih cepet ketimbang AC. Masukin kepala ke freezer semenit aja, udah dingin dingin seger gitu. Ditambah ada es krim yang udah distok sama Ivan, sekalian aja kan ambil buat ngademin hati juga.
Belum sempet buka bungkus es krim, bel apartemen bunyi. Siapa? Apa mungkin Ivan yang balik karena ada barangnya yang ketinggalan? Tapi kan dia yang punya apartemen ini, ngapain mencet bel dan bukannya langsung masuk? Gue meletakkan es krim yang udah gue pegang ke dalam freezer dan berjalan ke arah layar yang memperlihatkan seorang wanita berambut panjang sedang berdiri di depan pintu. Gue ga ngerasa ngenalin dia, mungkin asistennya Ivan.
“Siapa ya? Ivannya lagi ga di rumah.” gue mengajukan pertanyaan itu ketika membuka pintu. Mbak-mbak yang sepertinya lebih tua daripada gue ini memiliki rambut cokelat sepunggung yang diblow, dengan riasan agak tebal tapi terasa pas di kulit kuning langsatnya.
“Saya Vela, pacar… maksud saya, mantan pacar Ivan. Saya kesini cuma mau ngambil barang saya yang masih disini.” Hah? Ga salah denger kan gue barusan? Mantan pacar? Maksudnya pacar yang terpaksa jadi mantan karena Ivan nikah sama gue? Ini orang yang dibilang Ivan di malam lamaran kita? Pikiran gue ribut sendiri.
Gue Cuma bisa melongo mendengar penjelasan orang yang ada di depan gue ini. Gue merasa ada sebagian ruang di hati gue yang tiba-tiba mengkerut minder melihat Vela ini. Sorot matanya tajam, tapi di saat bersamaan memancarkan aura anggun. Badan gue kalo dibandingin sama dia juga ga ada apa-apanya. Dia lebih tinggi dari gue, mungkin sekitar 173 senti? Body dan perawakannya udah mirip model catwalk, cocok banget emang kalo jadi pasangannya Ivan yang ganteng itu. Eh, apaan sih, coret yang terakhir tadi soal Ivan.
“Gimana mbak? Bisa?” Vela membuyarkan keributan di otak gue. Gue gelagapan dengan pertanyaannya barusan.
“Iya, bisa. Barangnya apa ya mbak? Kali aja saya tahu tempatnya.” Gue membuka pintu apartemen agar Vela bisa masuk ke dalam. Ia tersenyum simpul.
“Saya cuma mau ambil sepatu saya yang masih disini. Terakhir saya ingat kalo ga salah sih di rak sepatu ini.” Vela membuka rak sepatu di dekat pintu, yang ga pernah gue buka sebelumnya. Terlihat berjejer sepatu Ivan dengan berbagai jenis. Ada juga sepatu kerja dan sepatu olahraga gue yang sengaja gue bawa dulu. Di sudut kanan bawah, sepasang sepatu high heels berwarna hitam terpampang jelas. Vela segera mengambil sepatu yang agak berdebu itu, kemudian menatapku.
“Maaf kalo saya ganggu. Tapi ini limited edition, dan saya inget kalo sepatu ini di tempat Ivan.” Vela mengangkat sepatunya. Gue cuma ngangguk-angguk bingung.
“Saya permisi dulu kalau begitu. Salam buat Ivan.” Vela melangkah keluar.
“Iya mbak, hati-hati.” Gue menutup pintu dengan pikiran yang berkecamuk. Sambil berjalan menuju freezer untuk mengambil es krim, gue mikir banyak hal. Apa mungkin sebelum Ivan sama gue, dia sering bawa si Vela ini ke apartemen? Ngapain sampe barang Vela ketinggalan di apartemennya Ivan, seakan-akan dia emang pernah tinggal disini? Apa jangan-jangan mereka udah pernah kumpul kebo? Gue makan es krim dengan berbagai pertanyaan di otak.
🐄🐄🐄
Dering handphone gue memecah keheningan ruangan. Segera gue angkat yang ternyata dari Diana. Tumben telpon.

KAMU SEDANG MEMBACA
(UN)MONOTONOUS MARRIAGE
Storie d'amoreRara, gadis yang bisa dibilang sukses di usia muda tapi tidak memiliki planning hidup ke depan bertemu dengan Ivan yang menurutnya hanya seorang om-om kaya di acara makan malam investor ayahnya. Mereka kemudian menikah dan menjalani pernikahan yang...