TWENTY SIX

2K 90 5
                                    

Hello guys. Sorry for the late update. Lebaran kemaren bener-bener menguras tenaga. Walaupun telat, tapi selamat Idul Fitri bagi yang merayakan. Mohon maaf ya kalo jarang update. Oiya, this chapter is presented especially for Itoura, terima kasih udah setia baca ceritaku dari dulu. Thank you yaa. Hope you all enjoy this chapter!!

Pagi ini gue bangun dengan badan seperti habis dipaksa kerja rodi oleh penjajah. Setelah kembali dari honeymoon beberapa minggu lalu, gue harus menghadapi kenyataan bahwa kerjaan gue numpuk, dan ini menyebabkan gue kadang harus lembur dan kurang tidur. Gue jadi lebih sering ngerasa capek dan ngantuk, dan ini bikin gue kadang harus minum kopi biar gue tetep melek di kantor. Tapi ada satu manusia yang menurut gue ga kenal capek, yang tiap hari selalu bangun lebih dulu dari gue dan sering ngajak gue olahraga malem di atas kasur, dan manusia itu ga lain adalah Ivan.

Seperti pagi ini ketika gue keluar kamar untuk sarapan. Ivan sudah lebih dulu siap dengan dua mangkuk bubur ayam yang entah kapan dibelinya. Oke, gue akui gue tidur lagi habis subuh, jadi gue ga ngerti apa yang Ivan lakuin selama gue tidur. Mungkin jogging di sekitar apartemen sekalian beli sarapan.

"Good morning, Ra. Sarapan yuk." Ivan menarik kursi di seberangku dan duduk.

"Morning. Ini kamu beli kapan?" Gue ikut duduk dan melihat mangkuk, ada suwiran ayam dan kacang yang melimpah di atas bubur.

"Tadi pagi habis jogging bentar trus beli bubur." Waw, gue ga tahu gue berbakat jadi peramal, dia ngelakuin tepat seperti apa yang gue tebak.

"Oke." Hanya itu yang keluar dari mulut gue sebagai respon dari ceritanya. Gue mulai membuka mulut untuk menerima suapan pertama. Sebenernya rasa bubur ini enak, tapi tetep aja gue ga suka tekstur lembek kayak gini. Gue mencoba menikmati setiap kunyahan, tapi akhirnya gue hanya bisa paling banyak ngunyah lima kali sebelum gue telan mentah-mentah. Gue berjuang melawan rasa mual yang bakalan datang kalau gue kelamaan makan bubur.

"Ra, hari ini tetep mau berangkat pake mobil sendiri?" Ivan bertanya ketika gue mencuci mangkuk bubur.

"Iya, aku hari ini mungkin lembur. Kamu nanti kalau pergi hati-hati ya. Kabarin aja kalau udah sampe." Gue meletakkan mangkuk ke rak piring basah dan bergegas masuk ke kamar, mengambil tas dan handphone sebelum pergi ke kantor. Ivan dan gue berpelukan sebentar sebagai tanda pamit -yang jadi kebiasaan baru kita setelah menikah- sebelum pergi ke kantor, sebelum gue akhirnya harus ke dapur lagi untuk minum air, efek mual habis makan bubur yang mungkin ga akan hilang sampai siang nanti.

Gue menutup pintu apartemen dengan gambaran sosok Ivan yang berdiri melihatku pergi. Gue tersenyum kecil sambil melambaikan tangan yang memegang kunci mobil sebelum akhirnya wajahnya benar-benar hilang. We are getting closer everyday, yet feel so distant. Entah mungkin karena gue yang belum bisa sayang sama dia, atau mungkin dia yang masih belum selesai dengan perempuannya.

Selama perjalanan gue tenggelam dalam pemikiran gue sendiri. Setelah kita pulang dari Bali, gue ngerasa hampir semuanya berubah. Gue ga bisa bilang itu sebuah kemajuan, tapi bukan juga kemunduran sampai titik awal. Ivan dan gue jadi lebih dekat, dan bisa dibilang lebih natural. Kita ngabisin waktu lebih banyak berdua, cerita tentang keseharian kita dan hal-hal remeh di kerjaan masing-masing. Tapi ada kalanya gue ngerasa dia jauh dan terkesan jaga jarak, apalagi kalau udah fokus dengan perempuan itu.

Ya, setelah pertemuan Ivan dan perempuan itu di Bali, mereka keep in touch sampai sekarang. Indira, dia pulang ke rumahnya yang notabene nya satu kota dengan gue dan Ivan, untuk nerusin pengobatannya. Di malam dimana Ivan terlihat sangat kalut setelah ketemu dengan Indira, itu adalah malam dimana Indira cerita kalau dia sedang menjalani pengobatan kanker otak yang dideritanya. Ivan baru cerita tentang ini ke gue di pesawat ketika pulang dari Bali. Dan setelah itu, dia minta ijin ke gue untuk ketemu Indira seminggu sekali, karena dia pengen nyemangatin Indira di saat-saat sakitnya.

(UN)MONOTONOUS MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang