THIRTY SIX

2.1K 131 15
                                    

Call me the baddest bitch and I'll accept it. Iya, gue bakalan terima ketika gue dijuluki hal-hal negatif tentang gue. Memang itu kenyataannya. Gue lari dari kehidupan sempurna gue, pergi tanpa bilang-bilang dan melakukan hal gila untuk diri gue sendiri.

Ivan, dia bener-bener berubah ketika gue melahirkan. Di saat ketuban gue pecah, dia langsung sigap membawaku ke rumah sakit, menemani tanpa pernah pergi sampai anak gue lahir. Dia yang menenangkan gue ketika gue kontraksi, dia yang support gue setiap saat bahkan ketika gue sendiri merasa gue ga sanggup. Dia jadi suami yang sigap, sosok ayah yang penyayang, dan selalu siap kapanpun dibutuhkan.

Pasca lahiran, Ivan mengambil cuti satu bulan full untuk menemani mengurus bayi di apartemennya yang dinamainya Arcel. Arcel Ettanhara Suharso. Dia yang selalu sigap bangun di tengah malam untuk mengganti popok Arcel. Dia yang akan ikut bangun dan menjadi sandaran gue ketika gue harus menyusui di jam dua malam. Dan dia juga yang akan rela gendong Arcel mondar-mandir di kamar dan gue tinggal tidur karena kelelahan saat Arcel susah tidur lagi setelah ganti popok di malam hari.

Ivan bahkan ga jijik mencuci semua pakaian Arcel yang penuh dengan kotoran. Di awal-awal pasca lahiran, dia juga yang bantu gue mandi, berjalan, bahkan menyuapi gue makan. Dia juga yang paling excited menyiapkan segala persiapan untuk aqiqah Arcel di hari kesepuluh kelahirannya.

Semua itu dilakukan sendiri oleh Ivan tanpa bantuan nanny, hanya ada Mbak Nah yang setiap hari datang membantu tugas harian di dapur. Tugas utama gue hanya menyusui dan berjemur di pagi hari. Selebihnya gue bergantung banget dengan Ivan yang melakukan semuanya. Gue akui gue ga bisa ngapa-ngapain tanpa bantuan Ivan, tapi gue juga belum bisa memaafkan semua yang telah gue rasakan sebelumnya. Mungkin bagi Ivan gue udah lupa dan menganggapnya selesai, tapi ga bagi gue. Semuanya hanya bisa selesai kalau gue cerai sama dia.

Gue merasa tertekan dengan kenyataan bahwa pernikahan gue sebenernya ga baik-baik saja. Gue yang ga sadar bahwa gue terkena baby blues syndrome akhirnya memutuskan untuk pergi membawa Arcel diam-diam ketika dia masih berusia tiga bulan. Ivan waktu itu pergi ke Malaysia untuk pertemuan bisnis selama lima hari, dan gue dengan jahatnya pindah dengan membawa semua barang-barang gue dan Arcel di hari ketiga Ivan pergi. Gue memutuskan untuk pindah ke tempat dimana gue bisa memulai hidup baru, Yogyakarta. Tempat dimana sebagian besar keluarga mama berada.

Diana, dia yang paling berjasa mengurus semua yang gue butuhin. Gue meminta dia untuk mencari rumah di pinggir kota untuk gue tempatin bersama Arcel. Dia juga yang mencarikan suster dan asisten rumah tangga untuk menemani gue mengurus Arcel. Semua itu gue dan Diana rencanain sebulan sebelum kepergianku. Gue sendiri masih bekerja di perusahaan Diana, tapi di cabang baru yang akan dibuka di Jogja. Jadi gue bertugas menyiapkan semua keperluan-keperluan yang dibutuhkan untuk buka cabang di Jogja, mulai dari mencari gedung hingga kerja sama dengan kontraktor. Di saat yang sama dengan kepindahanku, gue sedang mengurus gugatan ceraiku dengan Ivan. Pengacara keluarga gue yang akan mengurus semuanya, dengan hak asuh ada di tangan gue. Gue ganti nomor handphone dan memblokir Ivan. Gue juga mohon ke keluarga gue untuk tetap bungkam dengan keberadaan gue, mereka gue minta untuk bilang kalau gue pindah ke Singapore. Gue benar-benar dalam tahap menghapus Ivan dari hidup gue.

Dan inilah kehidupanku setelah delapan bulan gue pindah ke Jogja. Hidup gue jauh lebih tenang dengan hanya fokus terhadap Arcel. Sehari-hari gue bisa fokus dengan karir gue yang mulai gue bangun lagi di sini, dengan due orang yang membantu gue mengurus Arcel dan rumah di cluster kecil yang gue kontrak.

Well, gue beruntung banget punya Diana, dia dengan cepat bisa mendapatkan rumah yang cocok dengan gue. Rumah yang menurut gue ga terlalu kecil, tapi juga ga kebesaran untuk gue yang cuma tinggal dengan bayi dan ART. Ada tiga kamar, satu kamar utama dimana itu jadi kamar gue dan Arcel, ada kamar tengah untuk ruang bermain Arcel dan kamar belakang untuk ART gue yang kebetulan Ibu dan anak. Mbak Nur dan anaknya Yani adalah dua orang yang gue pekerjakan untuk mengurus semuanya. Mbak Nur yang akan mengurus Arcel ketika gue kerja, sedangkan anaknya Yani akan membantu beres-beres rumah dan memasak. Sebenarnya ada Pak Anton, sopir yang biasa gue pekerjakan sewaktu-waktu. Tapi Pak Anton pulang pergi karena rumahnya ga jauh dari rumahku.

(UN)MONOTONOUS MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang