FIFTEEN

2.2K 126 0
                                    

Gue dan Ivan memang hanya berencana mengunjungi rumah mama selama sehari. Jumat sore datang, Sabtu sorenya pulang. Sebenarnya gue ga masalah kalau harus nginep sampai hari Minggu, tapi ternyata ada pesta pernikahan salah satu teman SMA dan kuliah Ivan di hari itu. Gue agak kesel sama Ivan karena ngasih tahu secara dadakan. Mungkin kalau ke acara pernikahan teman gue, gue masih akan santai. Tapi ini beda, gue diajak sebagai pasangan Ivan di hadapan teman-temannya untuk pertama kali. Apalagi Ivan ketika memberikan undangannya berpesan “Jangan malu-maluin”. Hellooo, bagian mana dari diri gue yang kelihatan malu-maluin? Emang ga ada baiknya gue di mata orang aneh itu.

Kita berangkat sekitar pukul empat sore dan sukses terjebak macet karena memang bertepatan dengan jam pulang kerja. Waktu tempuh yang seharusnya hanya empat puluh lima menit berubah menjadi satu seperempat jam. Gue cukup kaget karena selama perjalanan gue dan Ivan ga mati kutu di mobil, alias kita punya topik pembicaraan, walaupun pembicaraan kita masih seputar dunia kerja, tapi itu mending daripada menghabiskan satu jam dan terjebak macet hanya dengan diam di mobil.

Mama langsung menyambut kita begitu kita masuk rumah. Kalau gue inget-inget, gue belum pernah sama sekali ke rumah Ivan, baru sekarang ini ketika gue udah hampir sebulan jadi istrinya. Rumah Ivan bernuansa putih, tentunya lebih luas dari rumah gue. Walaupun luas, ga ada kesan dingin sama sekali di rumahnya. Yang ada malah kesan hangat dan nyaman, mungkin efek tanaman yang hamper selalu ada di sudut ruangan. Gue bisa menjamin mama mertua gue pecinta tanaman tanpa harus Tanya ke Ivan.

Mama datang dengan setelan blouse dan celana bahan berwarna krem putih, terlihat manis dan modis walau sudah berumur. Kulitnya masih kencang, memang dari sananya cantik ditambah perawatan rutin pasti. Mama langsung memeluk Ivan dan gue, terlihat senang.

“Kalian tuh ya, ga ada ngabarin mama sama sekali. Masa harus mama yang telpon sih Van?” gue meringis mendengarnya. Kalau diingat-ingat, gue dan Ivan memang seakan hilang dari muka bumi, ga ada kabar dan ga ngabarin keluarga masing-masing. Bukan sengaja, tapi secara alami terjadi karena kita berdua juga sedang berjuang membiasakan diri dan beradaptasi satu sama lain di apartemen.

“Iya Mah, maaf. Kita berdua sibuk.”

“Sibuk apa? Sibuk bikinin mama cucu ya?” Mama melempar pertanyaan dengan nada antusias. Gue menggigit bibir mendengarnya, ga tahu harus menjawab apa.

“Doain aja.” Jawab Ivan singkat. Gue melirik ke arahnya. Doain apa woy? Apa yang mau didoain? Kita berdua kan udah sepakat buat ga berhubungan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

“Mama doain terus. Oh iya, mama kemarin beliin kamu hadiah loh Ra. Mama ga sabar mau ngasih tahu kamu. Ayo ke kamar.” Gue gelagapan, tiba-tiba diajak ke kamar oleh Mama. Tanganku langsung digandeng mama, meninggalkan Ivan yang mengikuti di belakang kita. Kami menuju sebuah kamar di dekat tangga lantai dua. Ketika memasuki kamar tersebut, gue langsung tahu pemilik kamar bernuansa monokrom itu.

Ivan langsung merebahkan badannya di kasur, berbeda denganku yang mengikuti mama ke arah kloset baju Ivan yang tertata rapi. Ini sih lemari gue ga ada apa-apanya dibanding tatanan baju Ivan, rapi banget. Mama sibuk memilih beberapa baju sampai akhirnya membawa beberapa hanger kembali ke tengah kamar.

“Kemarin mama lihat ada baju tidur bagus, kayaknya cukup deh buat kamu. Mama pengen lihat kamu pakai. Coba sana bajunya dicobain Ra. Ini mama beli lima biar kamu bisa milih. Kalau kamu suka semuanya, bagus malah.” Mama terdengar sangat antusias memperlihatkan baju tidur mirip daster yang sekarang digelar di kasur Ivan. Gue hanya bisa mangap melihat model baju yang dibeli mama mertua gue ini.

“Ngapain sampe beli lima mah? Banyak banget.”

“Ih, gak apa-apa. Mama suka beliin kamu hadiah. Udah sana cepetan dicoba.” Mama memberikanku satu hanger dan mendorong kea rah kamar mandi di pojok kamar Ivan. Daripada memperpanjang masalah, gue akhirnya menuruti perkataan mama.

(UN)MONOTONOUS MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang