Pagi harinya Angkasa dapat melihat Aruna yang terus menghindari tatapannya. Anak itu benar-benar terlihat takut karena kejadian semalam dan Angkasa pun belum mengatakan apapun.
Bahkan pagi ini dia tidak melihat keadaan Aruna atau membantunya bersiap padahal dia selalu melakukan hal itu. Adanya jarak diantara keduanya ternyata disadari oleh Agatha.
Semalam saat dia bertanya pada sang kakak kenapa dia memarahi Aruna kakaknya itu hanya menjawab kalau dia sedang banyak pikiran karena masalah di kantor yang membuat dia tidak bisa mengontrol emosinya.
"Tha nanti antar Aruna ke sekolah ya? Kakak buru-buru ada meeting," kata Angkasa yang membuat Agatha langsung menatapnya dengan aneh.
Dia juga melirik Aruna yang sejak tadi hanya menunduk. Anak itu benar-benar sedih dan takut karena kejadian semalam.
"Iya Kak."
Agatha hanya mengiyakan permintaan kakaknya. Kini dia menatap Angkasa yang berniat meninggalkan ruang makan.
"Ma aku ada meeting, jadi aku akan berangkat lebih awal nanti Aruna pergi sama Agatha."
Hanya itu yang Angkasa ucapkan sebelum pergi meninggalkan ruang makan bahkan ibunya belum sempat memberikan tanggapan.
Dia juga tidak mengatakan apapun pada Aruna dan malah pergi begitu saja.
"Ayo Aruna makan dulu sarapannya, kamu mau makan apa sayang?" tanya Agatha sambil mengusap kepala Aruna dengan penuh kelembutan.
Aruna menatap Agatha tanpa memberikan jawaban apapun. Mata anak itu terlihat begitu sendu, dia pasti sedih karena papanya pergi begitu saja tanpa memberikan pelukan singkat untuknya.
Apalagi setelah semalam dia dimarahi.
"Papa lagi buru-buru sayang dia enggak marah, jangan sedih ya? Kan ada Tante Ata nanti kita pergi ke sekolah naik motor," kata Agatha berusaha membujuk.
"Iya Tante Ata."
Aruna mengambil sendok lalu memakan roti tawar dengan selai coklat kesukaannya yang sudah disediakan di atas piring.
"Kakak kamu kenapa Agatha?" tanya Evelyn.
"Aku enggak tau Ma, tapi semalam waktu aku tanya dia cuman bilang lagi banyak pikiran karena masalah di kantor," kata Agatha sambil menghela nafasnya pelan.
Evelyn tak mengerti apa yang sedang terjadi pada anak laki-lakinya, tapi semoga saja ketika anaknya itu pulang bekerja nanti dia akan bersikap seperti biasa pada Aruna.
"Enggak papa sayang Papa enggak marah kok sama Aruna," kata Evelyn berusaha menenangkan.
"Aku nakal ya? Apa Papa marah karena aku suka minta belikan mainan? Atau karena aku suka minta ajari pr?" tanya Aruna dengan raut wajah sedih.
"Enggak sayang, Aruna enggak nakal Papa hanya lagi banyak pikiran nanti juga ketika pulang bekerja Papa akan kembali seperti biasa lagi," kata Evelyn.
Aruna mengangguk saja dan berusaha untuk mengerti meskipun dia masih merasa bahwa papanya marah karena dia terlalu manja dan rewel.
Anak itu akan meminta maaf nanti.
••••
Angkasa mengusap kasar wajahnya karena tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Saat ini pikirannya benar-benar hanya di penuhi oleh pertanyaan pertanyaan perihal anaknya.
Aruna.. dia benar anaknya kan?
Dia terus berusaha untuk mencari tau kebenarannya sambil menunggu hasil dari tes DNA itu keluar. Angkasa menghela nafasnya pelan lalu melirik foto dirinya dengan sang istri yang ada diatas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Papa
Teen Fiction"Kalau Mama sayang sama Aruna, kenapa Mama pergi?" Ini tentang Angkasa Narendra yang harus membesarkan anaknya seorang diri setelah kematian istrinya. Menolak untuk mencari pengganti istrinya Angkasa memilih untuk menjadi seorang Ayah dan Ibu untuk...