••••
••••
Ada banyak hal yang berubah sejak hari kecelakaan itu. Meskipun sudah enam bulan berlalu dan Aditya yang terbukti sebagai dalang dibalik semua ini sudah mendapat hukumannya, tapi tetap saja Angkasa masih berusaha untuk memperbaiki semuanya seperti dulu lagi.
Aruna memang masih menjadi anak yang ceria. Senyum anak itu masih sama. Dia masih sering tersenyum dan tertawa dengan berbagai macam hal yang ia lakukan.
Seperti apa yang pernah dikatakannya. Kini Aruna belajar melukis setiap akhir pekan dan biasanya Angkasa akan menemani anak itu. Aruna juga masih menjadi anak rajin yang selalu pergi ke sekolah dan mengerjakan semua tugasnya tanpa mengeluh.
Terapi yang dijalankannya masih berlangsung hingga sekarang. Angkasa sendiri yang akan menemaninya untuk terapi. Kejadian yang menimpa anak itu meninggalkan rasa bersalah yang begitu besar dalam dirinya.
Hingga Angkasa berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berhenti berusaha hingga Aruna bisa berjalan kembali.
"Papaa."
Saat ini Aruna baru saja selesai terapi. Anak itu keluar bersama dengan suster yang mendorong kursi rodanya. Tangan kecilnya melambai-lambai pada sang ayah dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Angkasa ikut tersenyum dan bergegas menghampirinya. Tak lupa ia pun berterima kasih pada suster yang baru saja mengantarkan Aruna padanya.
"Aku di kasih permen," katanya sambil menunjukkan sebuah permen pada ayahnya yang membuat Angkasa tersenyum dan mengusap sayang kepalanya.
"Kita langsung pulang?" tanya Angkasa.
"Papa, mau ke taman dulu, boleh? Taman tempat aku biasanya main. Kita duduk-duduk saja di sana sambil makan ice cream," pinta Aruna sambil menatap wajah ayahnya.
Angkasa tak langsung memberikan jawaban. Anaknya yang melihat itu pun beranggapan jika ayahnya tidak mau.
"Kalau tidak boleh tidak papa," katanya sambil tersenyum.
Aruna selalu seperti ini. Tidak pernah memaksakan keinginannya. Kalau sudah begini, Angkasa pun tidak bisa untuk menolaknya.
"Boleh, kita ke sana dulu sebelum pulang ke rumah," kata Angkasa yang membuat Aruna langsung terlihat gembira.
"Terima kasih, Papa." Aruna menatap sang ayah dengan penuh ketulusan.
Melihat itu Angkasa hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia pun mendorong kursi roda anaknya dan membawa Aruna ke tempat yang anak itu inginkan.
Sudah cukup lama berlalu, tapi masih belum ada perubahan apapun. Angkasa mulai merasa putus asa, apalagi Aruna akan masuk sekolah dasar dalam waktu dekat ini. Dia takut Aruna akan sedih melihat teman-temannya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Papa
Teen Fiction"Kalau Mama sayang sama Aruna, kenapa Mama pergi?" Ini tentang Angkasa Narendra yang harus membesarkan anaknya seorang diri setelah kematian istrinya. Menolak untuk mencari pengganti istrinya Angkasa memilih untuk menjadi seorang Ayah dan Ibu untuk...