••••
••••
"Angkasa sudah! Angkasa!"
Evelyn berteriak cemas ketika melihat anaknya itu memukuli Aditya dengan penuh emosi. Tidak peduli dengan Aditya yang sudah tidak berdaya, Angkasa terus memukulinya.
Evelyn benar-benar takut melihat anaknya yang tengah dikuasai amarah itu. Hingga akhirnya keduanya dipisahkan, Angkasa ditarik paksa agar menjauh dari Aditya.
"Lepas, brengsek! Aku akan membunuhnya! Berani sekali dia melukai anakku." Angkasa berusaha melepaskan diri dari dua orang yang menahannya.
"Kenapa marah? Bukankah anak itu tidak berarti untukmu? Bukankah kematiannya pun tidak akan menjadi masalah untukmu?" tanya Aditya di tengah ketidakberdayaannya.
"Brengsek! Kau yang akan mati ditanganku, sialan!!" Angkasa sudah akan menyerangnya lagi kalau saja tubuhnya tidak ditarik paksa.
"Pak Angkasa tenang." Bima berusaha keras menarik Angkasa menjauh dan tidak kembali memukuli Aditya yang masih memancing amarahnya.
"Tenang kamu bilang?! Kamu pikir saya bisa tenang setelah apa yang sudah bajingan ini lakukan?!" kata Angkasa sambil melepaskan dirinya.
"Seharusnya kamu bersyukur dia hanya lumpuh, padahal aku berniat membuatnya mati." Aditya mengatakannya sambil tertawa, meskipun darah mengalir disudut bibir dan dahinya.
"Brengsek!"
Angkasa menatap marah ke arah pria itu. Dia kembali menghampiri tubuh yang tergeletak di lantai itu dan memukulinya membabi-buta. Nafasnya memburu dengan hebat. Wajahnya memerah karena dipenuhi dengan amarah yang tak lagi dapat ia tahan.
Ia memberontak hebat ketika tubuhnya kembali ditarik paksa dari Aditya yang wajahnya penuh dengan luka. Kedua tangan Angkasa terdapat bercak darah, begitu juga dengan wajahnya yang terdapat sedikit luka.
"Lebih baik kau bunuh saja aku. Seandainya memang itu yang kamu inginkan, aku sendiri yang akan menyerahkan diri untuk kamu habisi, tapi jangan pernah sentuh Aruna. Jangan pernah sekalipun kamu menyentuh anak yang sudah aku besarkan seorang diri sejak ia masih bayi," kata Angkasa yang terdengar begitu putus asa.
Mungkin jika ini semua menimpa dirinya ia tidak akan sehancur ini. Tidak apa-apa jika ia terluka dan celaka, tapi jangan Aruna. Karena Angkasa tidak pernah sanggup melihat anaknya itu kesakitan.
Bahkan tidak ada yang tau jika mendengar kabar Aruna sakit ketika ia sedang menjaga jarak darinya adalah hal yang paling menyakitinya. Ia bahkan rela pergi tengah malam hanya untuk menatap Aruna dari balik pintu. Atau menemui langsung dokter yang menangani Aruna untuk memastikan keadaan anaknya hingga memintanya untuk memberikan kabar mengenai perkembangan keadaan Aruna.
Angkasa tidak pernah benar-benar mengabaikannya. Meskipun terlihat mengabaikan, tapi Angkasa selalu menjaga anaknya dari jauh. Memastikan Aruna agar tetap baik-baik saja, meskipun tidak ada dia di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Papa
Teen Fiction"Kalau Mama sayang sama Aruna, kenapa Mama pergi?" Ini tentang Angkasa Narendra yang harus membesarkan anaknya seorang diri setelah kematian istrinya. Menolak untuk mencari pengganti istrinya Angkasa memilih untuk menjadi seorang Ayah dan Ibu untuk...