Angkasa duduk diam di kamarnya. Ia melihat kamarnya yang dipenuhi hadiah ulang tahun Aruna yang belum sempat dibuka. Pandangannya pun jatuh pada hadiah yang Ia berikan untuk anaknya yang masih terbungkus rapih.
Anak itu bahkan belum sempat membuka semua hadiah-hadiah itu. Dia menunggunya untuk membuka hadiah itu bersama-sama. Seharusnya mereka bersenang-senang di hari ulang tahun Aruna, tapi ia malah mengacaukan semuanya.
Angkasa malah membuatnya berantakan. Angkasa merusak hari bahagia anaknya. Dia sudah menjadi manusia paling egois yang hanya mementingkan rasa sakitnya, tanpa memikirkan jika orang lain juga dapat terluka karenanya.
Dan lihat sekarang. Aruna terbaring di rumah sakit. Anak itu bahkan mengalami kelumpuhan. Dia sudah mengacaukan semuanya, dia akan merusak kebahagiaan dan senyum di wajah cantik Aruna, anak yang selalu berdo'a untuk kebahagiaan orang-orang tersayangnya.
Apa yang sudah dia lakukan?
Angkasa mengambil hadiah itu. Dia kembali mengingat Aruna yang meminta untuk dibelikan juga diajari untuk bermain sepatu roda, tapi mungkin Aruna tidak bisa melakukannya.
Aruna mungkin akan kehilangan masa kecilnya yang indah. Yang penuh dengan canda tawa dan berlarian kesana kemari dengan riang.
Bagaimana jika Aruna benar-benar kehilangan itu semua?
Angkasa menangis, lagi. Entah dalam satu hari berapa kali dia menangis dan menyesali semua yang sudah terjadi. Entah berapa kali ia menyalahkan dirinya karena sudah berbuat egois pada Aruna.
Aruna yang tidak tau apa-apa. Aruna yang menyayanginya dengan tulus. Aruna yang hanya memiliki dia sebagai seorang ayah.
Bisa dihitung dengan jari, berapa kali Aruna merengek soal ibunya. Setiap kali merengek atau menangis lalu Angkasa memberikan pengertian, dia akan langsung mengerti. Dia akan berhenti menanyakan hal itu pada Angkasa.
"Maaf..., Aruna maafin Papa."
Isakan itu memenuhi kamarnya. Aruna bahkan masih belum menyadari jika kedua kakinya mengalami kelumpuhan karena kecelakaan itu. Dia belum mengetahuinya dan entah bagaimana caranya untuk memberitahu hal itu?
Bagaimana caranya untuk meminta maaf karena sudah membuat Aruna merasakan sakit?
Lima belas berlalu, Angkasa menaruh kembali hadiahnya dan berjalan keluar kamar. Dia diminta pulang oleh sang ibu untuk mandi dan beristirahat sejenak, tapi pulang ke rumah malah semakin membuatnya sesak.
Mengingat setiap sudut rumah ini yang tidak pernah lepas dari sosok ceria Aruna yang berlarian di dalam rumah, bermain sendirian karena dia tidak mengizinkannya untuk bermain keluar.
Angkasa berjalan menuruni tangga. Niatnya ingin pergi ke dapur dan mengambil minum, tapi matanya malah melihat sepeda milik Aruna yang berada di halaman belakang rumah. Kakinya pun melangkah ke sana dan bayang-bayang itu kembali datang.
Dia masih ingat kali pertama ketika ia membelikan sepeda baru untuk Aruna. Anak itu sangat bahagia. Apalagi ketika ia berhasil mengendarainya dengan lihai, hampir setiap hari Aruna akan bermain sepeda di sini.
'Papaa lihat aku sudah bisaa!'
Aruna begitu bahagia. Bagaimana jika dia tau kalau dia tidak akan bisa lagi memakai sepeda ini?
Kedua kaki Angkasa terasa begitu lemas ketika ia berdiri di dekat sepeda berwarna merah muda itu. Ia terduduk di atas rumput sambil menyentuh sepeda pertama anaknya.
'Nanti kalau aku sudah besar kita beli sepeda yang lebih besar. Yang sangat besarr seperti motor Tante Ata.'
Angkasa tersenyum ketika mengingatnya. Dia menangis lagi. Membayangkan jika Angkasa sudah mematahkan banyak harapan dan keinginan Aruna karena keegoisannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Papa
Teen Fiction"Kalau Mama sayang sama Aruna, kenapa Mama pergi?" Ini tentang Angkasa Narendra yang harus membesarkan anaknya seorang diri setelah kematian istrinya. Menolak untuk mencari pengganti istrinya Angkasa memilih untuk menjadi seorang Ayah dan Ibu untuk...