19 : Pergi

1.9K 142 8
                                    

Angkasa menggenggam kuat ponsel ditangannya setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh adiknya.

Agatha :
Kakak dimana?

Aruna menangis karena masih mengira kalau kakak marah sama dia bahkan sekarang dia enggak mau makan malam

Angkasa hanya membalas bahwa dia ada pekerjaan penting dan akan pulang larut malam. Dia meminta agar Aruna makan lebih dulu dan tidak perlu menunggunya pulang.

Dan ketika adiknya menelpon dia juga tidak mengangkatnya. Angkasa takut jika dia pulang dengan pikiran berantakan seperti ini dia akan kembali membentak anaknya.

'Papa sayang aku kan? Aku sayang sekali sama Papa.'

'Aku sedih karena Mama sudah enggak ada, tapi karena ada Papa sedihnya hanya sedikit.'

Angkasa tersenyum ketika mengingat perkataan anaknya. Aruna adalah anak yang manis, dia tidak pernah rewel akan sesuatu dan selalu menuruti perkataannya.

Saat ini Angkasa pergi ke apartemen miliknya dan sepertinya malam ini dia tidak akan pulang ke rumah. Pikirannya benar-benar kacau memikirkan masalah ini.

Dia sangat menyayangi Aruna karena anak itu yang memberikan dia kekuatan untuk bertahan setelah kematian istrinya, tapi bagaimana jika ternyata mereka bahkan tidak memiliki hubungan darah apapun?

Saat ini satu-satunya hal yang Angkasa inginkan adalah hasil dari tes DNA yang sudah dia lakukan itu segera keluar agar semuanya menjadi jelas. Dia juga merindukan Aruna, tapi jika pulang dengan keadaan seperti ini dia takut akan kembali membentak anaknya secara tidak sengaja.

Ketika ia tengah sibuk dengan pikirannya sendiri ponselnya berdering tanpa henti dan membuat Angkasa langsung melihatnya.

Nama sang ibu terlihat di sana yang membuat Angkasa segera mengangkatnya.

'Pulang.'

"Aku masih ada pekerjaan Ma. Minta Aruna untuk makan dan tidur lebih dulu saja aku juga tidak tau akan pulang atau tidak," kata Angkasa.

'Angkasa!'

Angkasa memejamkan matanya sejenak ketika sang ibu berseru padanya, tapi dia tidak bisa pulang sekarang karena takut dia akan menanggapi semua pertanyaan dan rengekan Aruna dengan bentakan lagi.

Dia tak ingin membuat Aruna semakin sedih dan takut padanya.

"Tolong mengerti Ma. Sampaikan pada Aruna untuk makan lebih dulu dan tidur tanpa menunggu aku pulang," kata Angkasa yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu tanggapan apapun.

Masalah ini benar-benar membuat kepala Angkasa serasa ingin pecah. Dia tidak akan pernah bisa tenang sebelum mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Dia tidak akan bisa tenang sebelum mengetahui jika Aruna benar anaknya atau bukan.

Sebelum hal itu jelas sepertinya masalah itu akan terus menghantuinya.

••••

"Aruna..."

Agatha mengetuk pintu kamar anak itu ketika dia menolak makan dan malah pergi ke kamar. Anak itu menolak makan sebelum Angkasa pulang karena dia ingin makan bersama dengan sang ayah.

Dan apa yang Angkasa katakan lewat telepon membuat Agatha menghela nafasnya pelan.

Akan sangat sulit membujuk Aruna jika sudah begini. Biasanya Aruna hanya akan luluh dengan bujukan ayahnya.

"Sayang enggak boleh kayak gini. Ayok makan sama Tante Ata," kata Agatha setelah membuka pintu kamar dan masuk ke dalam.

Aruna menggelengkan kepalanya pelan. Anak itu masih terisak meskipun sudah tak ada lagi air mata yang membasahi pipinya.

Thank You, PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang