Mungkin inilah yang di sebut surga bagi para karyawan pabrik. Ketika dilanda kemalasan untuk berangkat—namun tiba-tiba HRD masuk ke tempat produksi dan meeting sebentar bersama para Leader untuk memberitahu kepada yang lainnya bahwa tiga hari kedepan karyawan akan di liburkan karena bahan produksi telah habis.
Hal inilah yang terjadi di tempat kerjaku—tepatnya kemarin. Karena sekarang, aku sedang menikmati masa libur yang jarang terjadi ini. Huh! Akhirnya aku bisa bernapas lega setelah beberapa Minggu terakhir di gencar untuk memenuhi hasil target—karena tanggal ekspor yang mepet.
Aku bersiul riang begitu sampai di depan rumah Ambar. Pagi menjelang siang begini enaknya main ke rumah tetangga sambil ghibahin orang.
"Assalamualaikum... Ambar... Mbar... Aku masuk ya," seruku melenggang masuk ke dalam rumah. Sudahlah, anggap saja rumah sendiri.
Langkahku memasuki area dapur rumah Ambar dan nggak sengaja ketemu Ibunya Ambar. "Eh ada si Ning. Tumben kamu main kesini. Lagi libur, ya?" tanyanya.
Aku menyalami beliau dan mengangguk. "Libur tiga hari, lumayanlah. Ambar mana?"
"Lagi beli gula merah di warung. Paling bentar lagi sampe, duduk Ning."
"Nggih, Bu. Aku tunggu di depan ya."
Sembari menunggu Ambar di ruang tamu di temani sebotol Teh Kuncup Harum yang kebetulan aku ambil dari kulkas rumahnya Ambar. Aku mencoba menghubungi nomor hape Ambar.
"Nggak sabaran banget."
Keningku mengernyit mendengar suara Ambar. Bukan berasal dari hapeku melainkan—kepalaku menoleh ke belakang dan melihatnya sudah berdiri disana sambil main hape.
Aku menyengir kuda. "Eh, ada ibu rumah tangga muda," godaku.
Ambar berjalan menghampiri dan duduk di sebelahku. "Aku belum jadi Ibu-ibu, ya!" ketusnya nggak terima aku sebut dia Ibu rumah tangga. Loh, memangnya salah ya? Sebentar lagi palingan Ambar bakal hamidun.
"Gimana malam pertama? Lancar?" Ini hari ketiga setelah Ambar menikah, jadi aku masih pantas kan bertanya seperti itu?
"Lancar jaya tanjung priok lah. Suamiku kan kuat perkasa," balasnya tanpa malu.
Mataku mendelik. Selain pinter, Ambar juga paling jago kalo masalah reproduksi. Otaknya selalu sinkron lebih cepat kalo sudah bicara soal 'ehm'—jadi seharusnya aku nggak perlu sekaget ini mendengar jawabannya.
"Kamu tumben kesini, nggak kerja?" tanyanya.
"Lagi nggak ada bahan, jadi libur tiga hari. Ke Guci yuk, Mbar? Mumpung aku libur ini," ajakku. Aku nggak mau terlalu berharap Ambar akan mau diajak liburan—karena dia sudah punya suami dan bukan anak gadis lagi. Duh, beginilah nasib kalo punya teman satu terus ditinggal kawin. Bingung mau ngajak jalan-jalan siapa selain dia.
"Kayaknya nggak bisa deh, Ning. Selain nggak akan dikasih izin sama Mas Agus, Ibu juga pasti nggak kasih izin karena aku sudah bersuami. Katanya jangan sering-sering kelayaban, nanti di ghibahin sama tetangga."
Tuh, kan!
Aku memutar bola mata mendengar alasannya. Duh, Ambar. Kalo kita dengerin omongan tetangga, hidup kita nggak akan ada tentramnya. Aku jamin itu. Tapi aku hargai alasannya. Mungkin Ambar mau jadi istri Solehah yang berbakti kepada suami. Uhuy.
"Ya sudahlah, nggak usah jalan-jalan. Lagian kayak aku punya duit banyak aja, ngajakin kamu ke Guci." Aku nggak mau Ambar terlalu merasa bersalah karena menolak ajakanku.
"Oh iya, katanya kamu mau curhat. Soal apa?"
Ah iya, curhat. Tujuanku kesini sebenarnya mau ngomongin soal kelakuan si songong kemarin malam. Masih ingat tragedi aku muntah di mobilnya Mas Dhanu? Nah, si Ambar mau aku kasih tahu soal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Me and Him!
General FictionAku malas dengan pelajaran Matematika sejak SD sampai lulus SMK, aku tidak suka Guru Matematika dan aku benci Mas Dhanu! Mas Dhanu, pria sok cool yang kebetulan di utus Tuhan untuk melihat rambut kepalaku disaat aku sudah ber-nadzar di hadapan yang...