Pagi ketemu sore, sore ketemu malam, malam ketemu pagi lagi. Aku sebenarnya bosan dengan siklus kehidupan ini. Pagi bekerja, malam untuk istirahat. Setiap hari seperti itu, kecuali hari Minggu.
Menjadi dewasa memang melelahkan dan banyak tututan. Dewasa itu berarti kita harus merelakan waktu main untuk bekerja. Iya, kan? Yah, emang seharusnya begitu sih. Sudah besar masa mau main kelereng terus.
Menjadi dewasa itu berarti kita harus mempunyai pencapaian dalam hidup. Entahlah pencapaian orang lain, kayaknya teman-temanku sudah ada yang bisa beli mobil untuk Orangtuanya. Sedang aku, beli motor saja masih nyicil. Duh, kalo ingat cicilan motor rasanya mau makan pun malas.
Usiaku saat ini menginjak angka 25 tahun dan belum mempunyai pencapaian yang bisa di banggakan. Lahir dengan nama Ningsih Ayumi dan memiliki tahi lalat di punggung. Ini sudah tahun kelima aku bekerja di PT. Sandang Industri. Perusahaan yang bergerak di bidang tekstil.
Orang-orang bilang, jadi buruh pabrik enak, digaji UMK. Mereka nggak tahu saja kalo kerjaku disana diburu-buru dan di marahi kalo nggak bisa mencapai target.
Menjadi buruh pabrik bukanlah keinginanku. Kalo bisa milih, aku pengin kerja di stasiun televisi. Itu adalah cita-citaku. Aku suka melihat tayangan dibalik layar. Kayaknya enak banget kerja di stasiun televisi. Bisa ketemu artis secara cuma-cuma.
Tapi aku hanyalah gadis yang memiliki ijazah SMK. Dengan ijazah SMK, memang apa yang bisa kubanggakan? Paling mentok, Ijazahku ini bisa memasukkan aku ke Pertamina, jaga Pom.
"Ning, nanti istirahat kan?" Ambar bertanya padaku, berdiri di sebelah mesin jahitku.
Aku menggeleng. "Nggak Mbar. Mau mermak yang kemarin." Jawabku lesu sambil terus menjahit.
"Makanya kalo kerja tuh yang fokus! Mikirin apa sih kamu? Jodoh? Sudahlah, jodoh pasti bertemu. Iya toh?" Ambar menasehatiku lalu dia berlalu dari mesinku. Kerjaannya emang cuma jalan-jalan saja.
Aku mencebikkan bibir mendengar penuturan Ambar. Nggak ada yang mikirin jodoh. Emang dasarnya aku yang bodoh. Sudah lima tahun kerja disini tapi masih ada saja kesalahan di jahitanku.
Masih baik perusahaan mau menerimaku, karena dulu aku mendaftar waktu perusahaan sangat genting membutuhkan Operator Produksi. Tidak seperti Ambar yang baru kerja empat tahun di sini tapi sudah menjabat sebagai tim Leader yang kerjaannya cuma jalan-jalan sambil lihat hasil jahitan karyawan.
Nasibku dan Ambar memang beda. Kalo aku jadi jomblo sejak lahir, Ambar justru sudah kenal pacaran sejak tamat SD. Di usiaku yang sudah 25 tahun belum punya pasangan, Ambar yang usianya sama denganku sudah di lamar sama pasangan. Sebentar lagi mereka akan menikah.
Sangat beda kan? Otakku dan dia saja isinya beda. Dia encer, aku beku. Itulah kenapa aku bodoh. Tapi aku bersyukur punya teman kayak Ambar, biarpun aku bodoh tapi dia tetap masih mau berteman denganku.
Dulu, waktu jamannya SD. Aku dan Ambar selalu main bareng, mandi bareng di sumur tetangga, pokoknya apa-apa serba bareng deh. Aku yang sejatinya malas sekolah, jarang banget nggak masuk. Dan Ambar si pemilik otak tokcer justru ikut-ikutan nggak masuk sekolah.
Dari kejadian, Ibu Ambar nggak bolehin kita main bareng lagi. Sampai lulus SMP aku dan Ambar jarang main bareng. Tapi akhirnya aku bisa bertemu lagi dengannya di SMK, walau dengan jurusan yang beda. Ambar lebih memilih Akuntansi, sedang aku yang otak pas-pasan mah pilih TKJ yang jarang ada hitung-hitungannya dan cuma main komputer.
Aku salah mengambil jurusan. Justru TKJ banyak hitung-hitungan yang memusingkan. Belum lagi harus menghapalkan kode-kode pemrograman. Masa SMK adalah masa tersulit bagiku. Aku menjadi murid terbodoh di kelas karena sering bolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Me and Him!
General FictionAku malas dengan pelajaran Matematika sejak SD sampai lulus SMK, aku tidak suka Guru Matematika dan aku benci Mas Dhanu! Mas Dhanu, pria sok cool yang kebetulan di utus Tuhan untuk melihat rambut kepalaku disaat aku sudah ber-nadzar di hadapan yang...