satu

984 80 8
                                    

Dentuman keras dari soundsystem besar dan tinggi itu semakin membuat para penonton bergoyang dan ikut bernyanyi. Seperti aku, tentu saja aku ikut bernyanyi ketika lagu berjudul Jaran Goyang dilantunkan oleh biduan diatas panggung.

"Jarang goyang... Jaran goyang..." Teriakku bernyanyi mengikuti suara biduan.

"Aduh Ning, aku udah dicariin Bapakku. Pulang yuk?" Suara cemas dari seseorang di sebelahku bikin ganggu saja!

Aku abaikan ajakannya yang meminta pulang. Hei, aku baru menikmati dua lagu dan dia ingin segera pulang hanya gara-gara sudah dicariin Bapaknya? Ih, kalau aku jadi Ambar, sudah pasti kuabaikan pesan Bapak dan lanjut bergoyang disini. Untung saja Bapakku tidak posesif sampai cari-cari anaknya yang sudah sore belum pulang juga. Huh! Awas saja kalau Bapak bersikap seperti itu.

Ambar, teman sekolah sekaligus teman kerjaku menarik-narik lenganku. "Ayo, Ning! Atau aku pulang duluan aja? Oh iya, aku pulang sendiri aja deh ya? Aku bawa motormu, nanti habis mandi aku balikin ya. Aku pulang, Ning!"

Kuhentikan goyangan kepalaku lalu terdiam seperti orang bodoh walau sebenarnya memang udah bodoh sejak lahir. Tadi Ambar bilang apa? Pulang? Bawa motorku?

Apa?

Bawa motorku?

Sialan!

Kepalaku melirik kanan kiri depan belakang, tidak ada Ambar. Berarti dia beneran pulang bawa motorku. Terus, aku pulang dengan siapa? Aish!

"Kenapa Ning?" Tanya Bang Bocor si ketua anak Punk sejagad Tegal. Anak Punk yang cinta mati sama dangdut koplo. Wajah penuh tindik itu menatapku aneh karena aku kebingungan. Duh, aku jadi takut ditatap begitu.

"Ng-nganu Bang, aku ditinggal pulang sama Ambar." Jawabku terbata. Walau kami sudah berteman lama, aku tetap gemetar kalo ngomong sama dia. Serem banget, sumpah!

"Tenang, nanti baliknya bareng. Kayak nggak punya teman lain aja kamu." Kata Bang Bocor lalu dia kembali menatap panggung organ tunggal yang akan kembali membawakan lagu-lagu dangdut koplo lainnya.

Aku tersenyum meringis. Biarpun penampilannya urakan mirip wong edan, tapi jiwa sosialnya selalu terdepan. Aku mengenal Bang Bocor karena dulu waktu SMP aku sering ikut-ikutan jadi anak Punk, main di lampu merah menunggu mobil yang bisa di tumpangi lalu wara-wiri nggak jelas ikut konser Band. Hehehe.

Tapi sekarang sudah tobat. Ternyata dulu aku sering nyusahin orang-orang. Nebeng kesana-kemari dari mobil truk sampai mobil yang biasa dipakai untuk mengangkut motor.

Eh tapi... Aku penasaran Bang Bocor kesini naik apa ya? Jangan-jangan... Waduh! Tidak, kalau harus nebeng mobil di lampu merah, mending aku nggak jadi ikut pulang bareng Bang Bocor deh.

"Bang?" Seruku tepat di daun telinganya yang di tindik dengan paralon kecil.

"Apa?"

"Sampean kesini naik apa?"

"Ndayak bareng anak-anak lain."

Tuh kan! Sudah kuduga. Ndayak adalah kata lain dari nebeng.

Bibirku manyun, tubuhku lesu. Suara biduan bohay sedang menyanyikan lagu Lungset terasa biasa saja di telingaku. Gimana caranya aku pulang? Aku tidak punya kenalan lagi selain Bang Bocor dan anak-anak Punk pengikut Bang Bocor.

Aku berdecak kesel sendiri. Ini semua gara-gara Ambar!

Pada akhirnya aku keluar dari kerumunan penonton untuk pulang. Semoga saja ada angkutan dijalan.

Sekarang aku berdiri macam manusia silver di sebelah lampu merah. Entahlah, kenapa aku menunggu angkutan di lampu merah. Aku emang sebodoh ini. Udah bodoh, panikan juga nggak punya bakat. Itulah aku.

All About Me and Him!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang