Subuh-subuh Ningsih dibuat kalang kabut ketika melihat pesan Ibu mertuanya yang memintanya untuk di temani kondangan siang nanti. Ajakan yang sangat tidak terduga dan waktunya tidak pas. Tapi, bila ia menolak ajak itu, bisa-bisa mulut Ibu mertuanya tambah makin pedes mencerca.
Alhasil, pagi-pagi sekali Ningsih sudah berjibaku dengan wajan di dapur. Meski Dhanu berpesan untuk tidak usah membuat sarapan pagi ini, Ningsih tetap membuatkannya walau sekedar nasi goreng saja. Mana tau tiba-tiba pria itu bangun jam delapan dan kelaparan kan? Masalah dimakan atau tidaknya, urusan belakangan. Toh, nasi gorengnya juga sisa nasi kemarin.
Ningsih meletakkan sepiring nasi goreng di meja makan kemudian membawa piring bagiannya ke ruang tengah untuk sarapan. Setelah ini dia harus bergegas ke rumah Ibunya untuk membuat adonan kue. Jadi jadwal membantu Ibunya yang ia majukan agar siang nanti bisa menemani Ibu mertuanya kondangan.
Begitu urusan rumah selesai ia bergegas pergi. Hal pertama yang Ningsih lihat ketika masuk ke rumah Ibunya adalah sosok Ninid yang sedang sarapan Ubi.
"Nggak sarapan nasi, Nid?" Tanyanya basa-basi.
"Lagi diet."
Bibir bawah Ningsih otomatis monyong mendengar adiknya yang sok-sokan diet padahal badannya sudah mirip triplek berjalan.
"Mau dibikin secungkring apalagi badanmu, heh?"
"Biar kayak Rośe Blackpink."
"Halah, Rośe Blackpink nggak makan Ubi hasil panen dari tetangga!"
"Biarin! Yang penting sama-sama Ubi. Mbak Ning tuh juga harusnya diet. Badannya sudah mulai lebar kemana-mana."
Kontan Ningsih memandang dirinya dari ujung kaki sampai perut. Apa iya, badannya selebar yang dikatakan Ninid?
"Mbak nggak pernah nimbang, ya?" Ningsih menggeleng.
Meski dirinya manusia yang cukup kepo, tapi untuk masalah berat badannya, Ningsih tak pernah ingin tau menahu. Terakhir timbang berat badan, sepertinya waktu membuat surat kesehatan untuk syarat menikah. Dan beratnya ada di 45 kilo.
"Emang Mbak kelihatan gendut, Nid?" Tanyanya penasaran.
Ninid mengangguk kencang. "Pipinya juga tambah chubby aku lihat-lihat."
Sekarang Ningsih sedang memegangi kedua pipinya. "Emang iya?" Gumamnya tidak percaya kemudian masuk ke kamar dan bercermin disana.
Ningsih mematut dirinya didepan cermin sambil berpikir keras. Memang akhir-akhir ini nafsu makannya sedang meningkat. Apalagi semenjak ada gerai Ayam Geprek di sebelah toko bangunan Abah.
"Mbak Ning, tadi pagi Ibu pesan katanya Mbak suruh langsung bikin adonan!" Seruan Ninid dari luar menyadarkan lamunannya.
Memperbaiki jilbab instannya kemudian Ningsih keluar bersiap untuk membuat adonan kue.
Sesuai prediksi, tepat jam 12 siang selesai membantu sang Ibu, Ningsih pulang untuk bersiap-siap ke kondangan.
Ningsih melihat Dhanu di ruang tengah sedang menikmati nasi goreng buatannya sambil menonton siaran televisi. Pria itu segera menyadari keberadaannya. "Sudah pulang?"
Ningsih mengangguk kemudian meletakkan plastik hitam berisi bingkisan jajanan dari sang Ibu di meja. "Tadi subuh Bu Bidan WhatsApp, katanya minta ditemani ke kondangan siang ini." Tuturnya.
Kening Dhanu mengernyit heran. "Mama ngajak kamu ke kondangan? Sejak kapan kalian seakrab itu?"
Anaknya saja bingung, apa kabar Ningsih yang cuma menantu upik abu?
"Mungkin karena Abah nggak bisa nemenin dan Dewi juga nggak mau, jadi Bu Bidan terpaksa minta aku nemenin." Jawabnya jujur dari dalam lubuk hati.
Hal itu cukup membuat Dhanu terkekeh kecil. "Ya sudah, siap-siap gih. Nanti saya minta Mama buat jemput kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Me and Him!
Ficción GeneralAku malas dengan pelajaran Matematika sejak SD sampai lulus SMK, aku tidak suka Guru Matematika dan aku benci Mas Dhanu! Mas Dhanu, pria sok cool yang kebetulan di utus Tuhan untuk melihat rambut kepalaku disaat aku sudah ber-nadzar di hadapan yang...