Agendaku hari ini gagal total gara-gara dapat telponan dari Guru BK Ninid dan menyuruhku untuk segera ke sekolahan. Katanya, Ninid sedang dalam masalah. Aku yang panik panas dingin mendengar kabar tersebut tentu lebih memilih menggagalkan semua agenda belanja bulananku.
Padahal, posisiku saat ini sedang di ruang mesin ATM untuk menarik uang tunai yang akan aku gunakan untuk belanja. Tapi, karena ada hal yang lebih penting dari sekedar belanja bulanan, akhirnya aku menyimpan kembali kartu ATM di saku dan langsung tancap gas ke sekolahan Ninid.
Tiba di sekolahan, aku sedikit kebingungan mencari ruang BK—karena ini kali pertama Ninid berurusan dengan Guru BK. Biasanya Ninid sering berurusan dengan wali kelas karena masalah pembayaran yang seringkali terlambat.
Setelah bolak-balik mengelilingi koridor sekolahan, akhirnya aku bisa berdiri di depan pintu ruang BK yang tertutup. Tanpa ketuk pintu aku langsung membukanya. Tatapanku secara otomatis menuju ke sosok Ninid. Dia duduk di sebelah... Dewi? Kenapa bisa ada Dewi disana? Dan di sofa single ada si Jepri.
Kemungkinan-kemungkinan buruk langsung bersarang di pikiran. Panik yang belum reda kini semakin parah. Aku mencoba tenang dan berjalan menghampiri mereka yang duduk di sofa ruang BK ini.
"Permisi Bu, saya Ningsih dengan wali Ninid," sapaku kepada Guru BK yang kelihatan masih muda itu.
"Ah iya, silakan duduk, Mbak. Kita tunggu dulu wali dari Dewi dan Jepri yah. Baru nanti kita bahas permasalahannya." Sahut Guru BK yang kuketahui bernama Melda.
Sembari menunggu kehadiran wali dari Jepri dan Dewi, aku nggak habis-habisnya melototi adikku sendiri. Astaga... dia bikin ulah apa sih, kenapa ada Dewi dan Jepri segala?
Kalo urusan dengan Dewi, sudah pasti Bu Bidan yang bakal jadi walinya. Aku nggak tau harus gimana nanti kalo ketemu Bu Bidan di ruangan ini.
Nggak lama, pintu di ketuk dan muncul Bu Jetun—Ibunya Jepri dan disusul di belakangnya ada Mas Dha—Dhanu? Ya ampun! Ngapain dia kemari??
Jangan bilang kalo Ninid menyuruh Mas Dhanu juga untuk menjadi walinya disini?
"Bu Melda... kita ketemu lagi yah! Ya ampun... baru juga bulan lalu kita ketemu, Bu." Bu Jetun dengan keramahannya yang melebihi calon kepala desa langsung menghambur menyapa Bu Melda sambil cipika-cipiki sok akrab.
"Anak Ibu sering bikin masalah sih, jadi kita ketemu lagi deh." Sahut Bu Melda.
Sebenarnya sahutan Bu Melda lucu, tapi karena situasinya aku sedang di tatap Mas Dhanu, hal sekocak apapun nggak bakal bisa bikin aku ketawa. Hamba tertekan, ya Allah!
"Silakan duduk, Bu. Oh iya, Pak Dhanu, selaku wali dari Dewi kan?"
Suara Bu Melda akhirnya menyelamatkanku dari tatapan itu. Si songong mengalihkan fokusnya ke Bu Melda. Dia memgangguk dan duduk di sofa single.
"Baik, karena semuanya sudah berkumpul disini bersama wali masing-masing. Jadi akan saya jelaskan permasalahannya."
Penjelasan Bu Melda mengalir begitu saja. Sepanjang Bu Melda nyerocos aku nggak henti-hentinya melirik sebal ke arah Dewi. Jadi begini masalahnya, Dewi menuduh Ninid merebut Jepri darinya. Ninid yang ngerasa nggak melakukan hal receh itu, nggak mau menanggapi ocehan Dewi. Dan karena emosi, Dewi akhirnya menarik kerudung Ninid. Sebagai adikku yang selalu kuajari kalo kejahatan harus dibalas kejahatan, Ninid balas menjambak jilbab Dewi. Akhirnya mereka jambak-jambakan gara-gara satu nama JEPRI!
"Aduuuh... masih kecil kok pada mainnya pacar-pacaran! Jepri! Bukannya Ibu sudah bilang jangan main cewek?!" Bu Jetun langsung menghardik anak bontotnya.
Kulihat si Jepri justru menggaruk kepalanya seolah frustasi sambil melirik Ibunya malas. "Siapa juga yang main cewek! Aku disini nggak tau apa-apa, tapi malah di suruh telpon Ibu. Lihat Ninid sama Dewi jambak-jambakan aja enggak." Belanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Me and Him!
Fiction généraleAku malas dengan pelajaran Matematika sejak SD sampai lulus SMK, aku tidak suka Guru Matematika dan aku benci Mas Dhanu! Mas Dhanu, pria sok cool yang kebetulan di utus Tuhan untuk melihat rambut kepalaku disaat aku sudah ber-nadzar di hadapan yang...