16 Oktober 2021
•••
Sepanjang perjalanan pulang, Brendon nyengir senyum sendiri. Sekalipun ia memakai helm berkaca tertutup, giginya kering kerontang karena ditiupi angin dari bawah, saking tak bisa menahan bahagia di dada akibat tadi. Di kala Sarah mencium pipi, kecupan singkat tetapi rasanya berbekas di hati, hanya itu, namun bak waifu 2D dia hidup di dunia nyata, dunia serasa dimiliki dirinya. Itu baru dicium, belum di-smackdown, mungkin Brendon akan dilempari bocah degel dan diteriaki orang gila karena tingkahnya. Terus ia berkendara tanpa peduli sekitar, syukur-syukur jalanan tak ramai, hingga akhirnya Brendon selamat sampai ke rumah.
Ia sudah ditunggui orang tuanya di depan teras, mereka terlihat bangga dan haru akhirnya anak tembem mereka sudah keluar dari zona aman, Brendon tampak markir motornya, turun, melepas helm, dan melihat wajah Brendon begitu bahagia membuat kedua orang tuanya semakin gembira juga. Brendon lalu berjalan melewati orang tuanya.
"Brendon, gimana tadi nganterin Sarah?" tanya ibunya, tetapi Brendon cuek.
Mereka heran, Brendon melengos lewat saja dengan senyum yang tak hilang dari bibirnya. Aneh mereka melihat, suami istri itu bertukar pandang cengo menatap anak sulung mereka yang kini duduk di sofa. Tatapan kosong, tapi senyumnya begitu bermakna.
Sejenak heran, mereka ikut bahagia juga.
"Pa, keknya anak kita seneng banget deh hari ini, Pa. Udah diterima lamarannya, OTW nikah, dan tadi nganterin Sarah ... bunga-bunga banget keknya ya ampe gak mikirin apa-apa selain Sarah," kata sang ibu.
"Bener Ma, keknya Brendon bahagia banget nih. Tapi ... agak serem juga Ma anak kita begini, entar pikirannya kosong gampang kesurupan!" kata sang bapak, dan keduanya agak khawatir juga akan hal itu.
Mereka pun menghampiri Brendon, duduk di samping kiri dan kanannya. Lalu tiba-tiba ....
"MA PA TADI SARAH NYIPOK AKU LHO!!!" Teriakan Brendon nyaris membuat kedua orang tuanya jantungan, mereka terkesiap mundur karena begitu kaget.
"Astaga, Brendon! Dikira kamu tadi mau teriak aing maung aing maung kesurupan!" Bapaknya elus-elus dada.
"Iya ih, kalau kesenangan jangan segitunya lho, takut kamunya kenapa-kenapa." Ibunya menimpali, lalu sadar apa yang Brendon teriaki. "Eh, Sarah ... Sarah nyium kamu?"
Brendon masih senyum lebar, tatapannya ke depan bak kosong, tetapi si pria mengangguk.
"Astagaaaa, co cweeet banget ih! Anak Mama!" Ibunya memeluk erat Brendon yang tertawa bahagia.
"Nah gini dong, laki!" Sang bapa menyemangati putranya. "Pokoknya, kalau Sarah gas terus, kamu jangan mau kalah ngegas. Gas gasin aja terus!" Pria itu menggebui.
Brendon lalu sigap berdiri. "Bapa, Mama, bener! Aku bakalan jadi cowok yang ngegas!"
"Eh, bukan gitu maksudnya!" Ibunya meralat.
"Eh, maksudku ... ya ya gitu maksudku, Ma, Pa." Brendon cengengesan malu-malu. Maksudnya sih biar relationship mereka semakin mujur, tetapi ia tak tahu kata tepat yang menggambarkan karena gas-gasan tadi. "Aku mau latihan badan dulu, biar badanku bagus."
Ayahnya menahannya. "Eh, kamu kalau latihan asal gitu, gak bakal kebentuk badan kamu. Mending sekalian aja kita daftarin kamu ke gym, sama latihan bela diri karate."
Brendon terdiam, senyumnya seketika luntur dialihkan wajah gugup. "Itu ...." Kalau dia begitu, pasti bertemu banyak orang kan? Brendon jujur saja masih agak phobia dengan orang.
"Iya, Nak. Bagusnya begitu biar gak ngasal kamunya. Masa, ban bekas bapak kamu jadiin barbel, kan bukan gitu." Ibunya menimpali.
Brendon meneguk saliva, ia masih takut dengan hal berbau sosial, meski kemudian ia ingat ... janjinya pada Sarah kan berubah. Yah, berubah, jadi pria yang bisa berdiri di depan Sarah, melindunginya dan menyayanginya. Sudah cukup Sarah selalu sendirian saat ini, Brendon akan selalu berada di sisi Sarah!
"Bener ... aku ... aku bakalan daftar." Kedua orang tuanya tersenyum bahagia mendengar itu.
"Ya udah, biar kamu Bapa anterin ke--"
"Enggak, biar ... biar aku aja." Brendon ingin berubah, ini tekadnya.
"Memang kamu tahu tempatnya, Nak? Entar nyasar lho." Ibunya agak khawatir, Brendon kan sudah sangat lama tak keluar jalan-jalan sendiri.
"Santai, Ma, Pa. Ada Maps." Brendon tersenyum meyakinkan mereka.
"Oh ya udah, sekalian aja Nak kamu ambilin cincin pernikahan kalian nanti di toko emas, kamu tahu kan? Di Maps udah ada. Bilang aja atas nama kamu dan Sarah, terus tunjukkin surat-suratnya, nanti bakalan dikasih."
"Cincinnya udah jadi?" tanya Brendon kaget.
"Iya dong, harus cepet, kan nikahan kalian dua Minggu ke depan." Brendon melongo kaget, secepat itu?! "Tenang aja, kamu tahu beres aja Nak, Bapa sama Mama udah siapin semuanya!"
Brendon tersenyum haru melihat kedua orang tuanya yang begitu membantunya dalam beragam hal. "Makasih Ma, Pa."
"Iya, Sayang. Apa pun buat kamu."
Brendon pun berpamitan dengan mereka dan mulai menjalankan motornya sesuai arahan aplikasi Maps, sementara di sisi lain di kantor Sarah, sedikit waktu dimundurkan saat Brendon mendapatkan ciumannya dan ngacir begitu saja memasuki kantor, seorang wanita menghalangi Sarah.
"Sarah, kamu tadi ... Kamu tadi nyium tu cowok?" tanyanya tiba-tiba dengan mata melotot tak percaya. "Siapa kamu itu?"
Sarah menatap temannya itu kemudian menatap Brendon yang masih melongo di depan sekilas. "Siapa aku?" tanya Sarah, menatap temannya lagi yang begitu penasaran. "Calon ...."
"Calon?" Wanita itu bertanya-tanya, kemudian mengambil tangan Sarah tiba-tiba seakan mengecek jemarinya. "Calon pacar?"
"Calon suami." Sarah meralat, mengambil tangannya lagi. "Cincinnya ada kok, belum diambil aja."
"Hah? Kamu seriusan?! Calon suami?!" Sarah mengangguk dan mulai banyak orang menatapi mereka. "Sar, kamu ...."
"Nanti kalian semua bakalan diundang kok, tunggu aja ya. Aku mau balik kerja dulu, pasti udah numpuk, dadah!" Sarah melengos pergi, ia memang berprinsip menggebukan hubungan ia dan Brendon ke dunia, tapi di satu sisi membuat orang kepo tentangnya karena Sarah yang selalu menghindar dari relationship tiba-tiba langsung loncat nikah saja cukup menyenangkan.
Menjadi buah bibir, entahlah Sarah tak peduli, terpenting ia sudah memenuhi hasrat dan keinginannya, serta perlahan mengobati luka masa lalu. Kini Sarah menuju ke lantai dua tempat dirinya kerja, menuju ke kubikel yang biasa ia singgahi sebagai tempat bersemayamnya, dan siapa sangka berita menyebar begitu cepat hingga banyak teman-temannya bertanya-tanya.
Sarah hanya tersenyum seraya menolak memberitahu, bak artis besar yang diserang beragam pertanyaan paparazi di publik, dan mulai bekerja.
Tiga hari cuti ternyata membuat kerjaannya menumpuk!!!
Haduh ... senang sebentar, sudah harus jatuh pula, tapi tak masalah sih Sarah merasa tetap bahagia kala mengingat suami lugu nan imutnya. Ia pun mengirimi pesan pada Brendon, mungkin dia akan pulang cukup malam, dan siapa sangka balasan Brendon cepat juga.
"Gak papa, Sarah. Hubungi aku kapan pun kamu mau ...."
Sarah tersenyum, ada seseorang yang menunggu kepulangannya ....
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]
Romance21+ Sarah Darsono kebelet nikah, karena ia wanita 25 tahun yang merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain. Teman SD? Sudah pada nikah! Teman SMP? Iya juga. Teman SMA? Jelas! Bahkan roommate satu kost-nya pun meninggalkannya karena tinggal bers...