Part 13

6.7K 761 26
                                    

18 Oktober 2021

•••

Hari kedua mengantarkan Sarah ke kantornya, seperti kemarin mereka berhenti untuk sarapan berdua di kedai rumah makan padang, Brendon terlihat lebih damai dan Sarah terlihat lega akan hal itu, kemudian pun perbincangan sederhana terjadi antar mereka dan pemilik kedai yang mengenal Brendon.

"Jadi, dua Minggu lagi ya nikahannya, aduh ... Bapak sama Ibu enggak sabar, deh." Mereka tertawa penuh semangat.

"Iya, Bu, Pak." Sarah menjawab tersenyum.

"Semoga dimudahkan dan jadi pasangan yang langgeng dan bahagia." Mereka berdoa.

"Aamiin, makasih Pak, Bu ...." Keduanya pun pamit pergi, menuju ke kantor Sarah, berhenti di depan seperti biasa dan kala melepaskan helm masing-masing sudah bisa ditebak.

"Muach!" Sarah seakan sengaja membunyikan mulutnya bak dia tengah mencium anak-anak, dan Brendon sangat bahagia akan hal itu. Sarah ngacir memasuki kantor, dan Brendon terdiam bersama senyum yang tak bisa ia lepas lagi, Brendon memegangi pipinya, rasanya ia tak ingin membasuhnya tetapi skincare rutin yang harus ia lakukan demi pantas bersanding dengan Sarah wajib baginya. Jadi, biarkan ini semua menjadi memori permanen di otak, lagi pula setelah nikah uhuk uhuk semuanya bisa dianu-anu.

Brendon siap beranjak pergi dengan perasaan berbunga-bunga ketika seseorang seakan memanggilnya.

"Hei!" Brendon menoleh ke sumber suara, dilihatnya seorang wanita berpakaian kantoran mirip Sarah menatap ke ... arahnya? Brendon tak tahu, ia menatap sekitaran, hanya ada dirinya di sini.

Memanggilnya kah? Brendon jadi membuang wajah malu-malu, ia masih punya sosial phobia yang kentara belum bisa dibuangnya benar-benar. Brendon mewanti agar ia tak menghampiri, tetapi ternyata sia-sia karena wanita itu kini ada di hadapannya, bahkan tak sendirian ada dua orang lain--pria wanita ada di sana.

"Mm ... sa-saya?" tanya Brendon gugup.

"Kamu calon suaminya Sarah kan ya?" tanya wanita pertama yang di awal memanggilnya.

Brendon rasa ini teman Sarah, mereka juga tahu soal Brendon, jadi Brendon mengangguk. "I-iya, saya calon suaminya." Dan mereka tampak meneliti Brendon dari atas ke bawah, seperti menelaah dan mengintrogasi.

Lalu, mereka berbisik. "Padahal dibandingkan ini ... ni cowok emang lebih ganteng, tapi dari gayanya dia bad boy play boy fuck boy deh."

"Iya, kok bisa-bisanya Sarah mau sama cowok modelan begini ya? Padahal si ini lebih mapan dan kariernya bagus. Gue yakin ni cowok juga bukannya yang kerja malah ngerjain orang."

"Biasanya sih kepincut sama janji manisnya aja, padahal isinya sepet, tahulah Sarah kan punya trauma yang udah jadi rahasia umum sama cowok. Ketemu yang klop padahal muka dua, sisi traumanya pasti gak bakal tahan."

"Aduh ... kasian Sarah ...."

Mereka ini bisik-bisik, tapi lumayan nyaring sampai ke telinga Brendon, pria itu menatapi dirinya sendiri. Gaya ini pilihan dari adik-adiknya, Hesti dan Niken, katanya ini gaya keren dan cocok untuk Brendon. Apa ini gaya-gaya ala boy boy-an wattpad yang sering mereka halukan? Wah parah sih Brendon jadi disalahsangkai bukan pria baik-baik.

Meski yakin dirinya ini orang baik-baik, Brendon tetap merasa ciut. Pertanyaan lama kembali terlintas: pantaskah bersanding dengan Sarah?

"Oh ya nama kamu siapa? Kamu lulusan apa? Kerjanya apa?" Bu dan Bapak di nasi padang saja tak pernah menanyai ini, mereka begitu menghargai privasi, tetapi teman-teman Sarah ini ....

Oh atau mungkin mereka khawatir dengan teman mereka Sarah yang memang katanya punya trauma menyakitkan di mas lalu kan? Kalau begitu, Brendon mungkin bisa membuktikan pada mereka jika dia adalah pria baik-baik untuk Sarah. Ya, benar, ia pria baik-baik.

Tapi pertanyaan pertama, haruskah jujur? Ah, kejujuran itu nomor satu.

"Nama saya Brendon, Brendon Jayaputra, saya ... saya lulusan SMP." Mereka kaget akan jawaban Brendon, pastilah karena Sarah wanita berpendidikan tinggi sementara Brendon?

Brendon mungkin akan mengambil paket C dan kuliah, tak ada kata terlambat untuk pendidikan.

"Saya kerja freelance aja di rumah, sama ngurus kost, dan rencananya setelah nikah saya bakalan ambil paket C terus kuliah, dan mungkin kerja normal." Brendon merasa begitu lancar berkata, entah kenapa bayangan kebahagiaan Sarah lebih ia fokuskan kebanding social anxiety-nya.

"Freelance? Ngurus kost?" tanya mereka bingung, dan mungkin bisik-bisik saat ini berpikir Brendon akan memanfaatkan uang Sarah untuk pendidikannya.

Tapi, Brendon ... bisa bersombong sedikit tidak?

"Iya, saya kerja jadi streamer, gamer, joki, penulis, dan hasilnya lumayan sampe saya bisa diriin kost, saya pemilik kost-kost-an Sarah." Mereka kaget, dan kemudian teringat sesuatu.

"Kost-kostan Jayaputra dan Jayaputri--oh ternyata punya kamu?" Brendon tersenyum dan mengangguk. "Mm pantes deket sama Sarah sih." Brendon bisa melihat mereka lebih lunak, tapi mungkin masih agak curiga karena penampilan Brendon saat ini.

Memang sangat fuck boy.

"Terus freelance itu, keknya populer banget jadi ampe bisa diriin kost?"

Brendon agak ragu, ia tak pernah membongkar identitasnya di publik, tetapi ini semua demi Sarah.

"Tau Bee?" tanya Brendon, mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah halaman kerja miliknya.

Mereka tampak berpikir sejenak dan akhirnya ....

"Oh, yang penulis buku itu kan?"

"Streamer yang dengerin curhatan orang? Ah saya pernah curhat ...."

"Woah, not gonna lie, bulan lalu saya sibuk banget kerja jadi akun saya minta jokiin kamu."

Ternyata berputar begitu sempit.

Brendon tersenyum. "Iya ...." Dan mereka berterima kasih akan apa yang dilakukan Brendon, sedang Brendon bersyukur pandangan mereka seketika berubah. Baguslah, Brendon senang hal ini.

"Maaf penampilan saya begini. Jadi serem ya?" Brendon entah kenapa ingin sedikit menyindir.

"Enggak kok, keren!"

"Ini cuman niru di google, outfit kekinian, ternyata malah bikin saya jadi fuck boy. Tapi percayalah, saya orangnya setia, dan saya bakalan jaga Sarah, membahagiakan dia semampu yang saya bisa, dan gak akan bikin Sarah jatuh ke lubang yang sama." Brendon merasa sangat bijak mengatakan itu hingga membuat mereka terbungkam. "Saya sayang sama Sarah."

"Maaf ya kami sempet raguin kamu, Bee ...."

Brendon menggeleng. "Gak papa kok." Memang banyak yang meragukannya, bahkan dirinya sendiri pun pernah, tetapi Brendon punya tekad dan paham mereka pasti teman-teman yang menyayangi Sarah hingga enggan Sarah jatuh ke lubang yang sama. "Saya paham, dan oh dua minggu lagi pernikahan kami, nanti kalian diundang. Saya ada urusan jadi saya pergi dulu ya."

"Iya, makasih ya, Bee."

Dan Brendon pamit dari hadapan mereka, meninggalkan kantor Sarah dengan perasaan lega. Sementara Sarah berjalan menghampiri ketiga insan itu yang masih planga-plongo di sana.

"Gimana? Masih ngeraguin Brendon?" tanya Sarah.

Mereka menghela napas. "Yah, kami takut aja, Sar. Tapi keknya dia cowok baik-baik, gayanya aja kenapa pula begitu!"

Sarah hanya tertawa. "Gak papa gaya bad boy, yang penting isinya baby boy." Sarah lalu melengos meninggalkan ketiganya.

"Sar, aku mau baby boy kedok bad boy dong! Beli di mana?!"

Sarah mengabaikan teriakan temannya dan fokus ke rasa bahagia di dada, Brendon sudah mulai berani speak up tentang dirinya, semakin hari ia semakin baik saja. Syukurlah ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang