Part 19

11.4K 632 8
                                    

24 Oktober 2021

Omong-omong, terima kasih yang udah mampir ke karyakarsa buat baca MALAM PERTAMA Brendon Sarah 🤭 kuy yang belum baca bisa melipir. Harga cuman Rp. 5000 aja.

Link ada di bagian percakapan akun nansanders ya^^

•••

Mesra seterusnya sepanjang jalan kenangan, tetapi akankah terus seperti itu? Ini sudah dua minggu dari pernikahan mereka dan Sarah sudah kembali bekerja sesuai liburan cuti yang ditentukan. Banyak temannya yang temu kangen dengan wanita itu, bahkan menggodainya, tetapi wajah Sarah kelihatan kusut bukannya bahagia karena ke kantor lagi.

"Heh, kusut aja muka kamu, kenapa? Kesel karena harus ninggalin suami terus kerja ya?" tanya salah seorang temannya.

"Cieee so sweet gak mau ninggalin. Ya udah ambil aja lagi cuti sebulan, toh kan batasnya dua bulan buat cuti nikah." Teman lain menimpali.

Sarah menghela napas panjang. "Bukan kok, aku gak papa." Meski berkata tak papa, wajah Sarah kelihatan kenapa-kenapa, sebenarnya ada masalah apa dengan hubungan Brendon-Sarah?

Mereka bertukar pandang bingung dengan ragam pikiran kemungkinan apa yang terjadi pada Sarah, namun yang sebenarnya terjadi ialah ....

Beberapa hari yang lalu ....

Baik Sarah dan Brendon sebenarnya tak rela harus berhenti liburan di villa, tetapi apa mau dikata Sarah harus kembali bekerja lagi sedang Brendon tak ingin egois menyuruh istrinya berhenti bekerja dan fokus ke rumah tangga mereka. Meski agak sedih, tapi di satu sisi keduanya bahagia saja, toh masih banyak waktu berdua.

Mereka sudah saling memiliki, dan rasa takut tak banyak waktu harus dikesampingan, mereka bahagia bersama kok.

Jadi, dua hari sebelum Sarah kembali bekerja, keduanya memutuskan pulang dengan jemputan ojek mobil yang ada menuju ke rumah orang tua Brendon. Rumah impian mereka masih belum ditentukan tapi cepat atau lambat akan mereka dapatkan. Keluarga kecil itu saling berpelukan tanda rindu karena sudah cukup lama tak bersua, dua minggu lamanya, dan mereka jelas disambut dengan penuh kebahagiaan bersama banyak cemilan dan makanan bak iring-iringan.

Semua berjalan normal, perbincangan antar mereka dan pasangan baru, keduanya pula digodai soal malam pertama yang membuat keduanya malu-malu, dan tentu saja.

"Oh ya, ini kan udah dua minggu dari kalian nikab bukan?" tanya Hesti tiba-tiba, ia agak mepet-mepet ke Sarah dengan wajah penuh rasa kepo di sana. "Jadi Kak Sarah udah ngisi ya?"

"Kamu! Jangan kepo soal itu!" Sang mama menegur, memang mereka ingin cucu tapi mereka tahu--wanitalah yang berhak memutuskan hal itu, tidak bisa dipaksa, karena notabenenya yang merasakan adalah wanita.

Namun tetap sih, kalau punya cucu lebih cepat, lebih baik.

"Aku kan cuman nanya." Hesti bersidekap seraya merengut.

Sarah dan Brendon tertawa pelan, terlihat si wanita memegang perutnya. "Aku pengennya juga secepatnya sih, Ma, Pa." Mendengar ucapan Sarah, keluarga itu seketika bahagia.

"Kalau Kakak hamil, otomatis Kakak nanti bakalan cuti lagi ya?"

"Kemungkinan sih begitu, tapi di kantor bumil masih bisa kerja kok, setidaknya pas hamil besar aja sampai sehat melahirkan nanti aku cutinya. Rencananya kami begitu." Sarah menjawab lancar, ia sudah membicarakan ini dengan Brendon dan Brendon menerima saja asalkan Sarah tak lelah-lelah.

Meski demikian, tetaplah ada rasa khawatir, dan rasa khawatir itu kini menular ke keluarga besar Brendon.

"Sarah Sayang, apa enggak papa seperti itu? Mama sama Bapa mengerti kamu pasti sangat menyayangi pekerjaan kamu, tapi kamu juga harus memikirkan diri kamu sendiri Sayang." Sarah terdiam akan ungkapan itu, sebenarnya Brendon membicarakan hal yang sama, tetapi Brendon pria yang tak tegas hingga angguk-angguk saja. "Kalian sudah memikirkan pilihan kalian ini matang-matang? Dan setelah melahirkan sekalipun sudah sehat nanti, sebagai busui, apa Sarah juga akan kerja?"

Sarah dan Brendon bertukar pandang, kehamilan memang hal yang sangat mereka nantikan dan pekerjaan Sarah rasanya sangat sulit dilepaskan. Namun sekarang mereka kepikiran, jika anak mereka nanti seakan ditinggalkan karena Sarah harus kerja.

"Ma, Pa, apa ... keknya aku resign aja ya?" Pertanyaan Sarah segera dibantah gelengan oleh Brendon, ia tak mau pilihan Sarah menjadi pilihan yang akan disesali di kemudian hari. "Kurasa aku memang harus fokus sama rumah tanggaku?"

"Mama sama Bapa enggak bermaksud nyuruh kamu resign, Sarah. Kami ...." Sejujurnya mereka hanya khawatir keadaan keluarga kecil mereka, sungguh tak bermaksud menyakiti hati Sarah sama sekali.

Sungguh.

"Cuti ampe Kakak selesai menyusui bisa gak?" tanya Hesti.

Ugh ... sekalipun atasannya baik hati, cuti selama itu pasti tak ditoleransi. Mereka masih berpikir pilihan tepat, apa sebenarnya menunda kehamilan adalah pilihan tepatnya? Mereka tak tau dan jujur saja tak mau.

"Eh keknya gak masalah si Ma Pa, temanku bilang ibunya wanita karier, tapi adiknya dirawat dengan baik. Ini udah zaman modern, kok, banyak kemudahan bagi wanita yang mau berkarier, tapi tetap jadi super mom," kata Niken tiba-tiba, dan seketika wajah mereka takjub.

Kenapa mereka tak memikirkan soal ini ya!

"Eh, bener juga. ASI kan bisa disedot dan disimpen asal sesuai prosedur, lagian Kakak juga nolep pasti di rumah terus, bisa pasti tuh jagain debaynya kalau Kak Sarah kerja. Aku yakin super woman kayak Kak Sarah bisa jadi istri, ibu, sekaligus wanita karier yang the best!" Hesti menyengir lebar dan membuat pendengaran keluarga kecil itu terasa adem.

"Oh iyaya, Mama sama Bapa sempet lupa akan hal itu." Pasangan tua itu mengangguk.

"Aku bakalan berusaha jadi istri dan ibu yang baik." Sarah tersenyum, keputusan telah diambil dan itu membuat perasaannya lega karena tak melepaskan pekerjaannya. Ia akan berusaha nantinya.

"Aku bakalan bantu, aku juga bakalan berusaha jadi suami dan ayah yang baik." Brendon tersenyum, dan Sarah pun demikian. Keduanya lalu berpelukan mesra seakan dunia milik berdua. Hesti tampak memilih kabur ogah melihat, orang tua Brendon tak mau kalah soal kemesraan, sedang Niken kini menatapi ponselnya.

"Eh, oh iya Kak, Kakak sama Kak Sarah udah nemu rumah yang cocok buat kalian tinggalin nanti?" tanya Niken.

Brendon menggeleng. "Belum nemu, sih."

"Bapa Mama ada saran?" Kedua orang tuanya menggeleng. "Kalau gitu, aku ada nih, baru aja masuk di grup jual beli rumah siap huni. Dan kebetulan banget, rumahnya lumayan deket sama kantor Kak Sarah, makin memudahkan kan?" Niken menyerahkan ponselnya pada Brendon.

Dengan bahagia, Brendon mengambil ponselnya itu dan melihatnya bersama Sarah.

"Wah, bagus rumahnya dan harganya juga pas," kata Sarah tertawa pelan.

"Mana Bapa Mama mau liat!" Ponsel kini diserahkan ke orang tuanya, dan mereka mengangguk setuju akan ungkapan Brendon. Rumah itu tidak terlalu besar, namun tidak pula kecil, isinya cukup baik dan hanya perlu sedikit renovasi untuk cat yang agak mengelupas serta beberapa hal lain.

"Alamat sama nomor telepon tertera di sana sih, kalau mau hubungin hubungin aja." Niken berkata.

"Jangan lupa nanti diricek-ricek langsung di sana," nasihat sang ayah.

"Iya, Pa." Brendon mencatat nomor itu di ponselnya dan mulai menghubungi pemilik, banyak kesepakatan terjadi dan besok Brendon akan langsung ke sana bersama Sarah.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang