27 Oktober 2021
•••
"Bukannya itu bisa ... bikin karier kamu ...." Sarah agak khawatir, ia sih tak masalah diperkenalkan tapi jika demikian, fans Brendon yang cewek-cewek pasti akan melakukan sesuatu. Tapi sebenarnya, kebanyakan fans Brendon sepertinya cowok karena konten game-nya lah yang populer.
"Enggak, mereka gak begitu orangnya, kok." Brendon tersenyum bangga dan Sarah semakin merasa tersanjung. "Aku mau mereka tahu siapa superhero sebenernya."
"Yah, terserah kamu aja deh, tapi kalau face reveal pake fotonya yang cantik oke?" Brendon mengangguk seraya tertawa.
"Enggak, aku mau live stream berdua sama kamu nanti sih, pas kamu liburan. Gimana?"
"Hm boleh aja." Sarah mengangguk setuju dan Brendon menyengir bahagia. "Eh oh iya, subs kamu berapa?"
"Sekitar ... 9,1 juta. Memang kenapa?"
Dan Sarah tampak berpikir sejenak. "Gimana kalau gini, targetin dulu sampe 10 juta subs baru face reveal. Biasanya kan begitu live stream anonim? Menurutku itu bikin insight lebih naik dan menguntungkan, dan jangan lupa bikin announce biar makin banyak subs." Brendon ternganga, apa Sarah tadi berbicara soal .... "Lebih cuan kan?"
Sarah memang bekerja di bidang administrasi keuangan ....
"Iya, tapi apa gak papa? Aku mikir ... aku bikin kamu cuman sekadar konten ...." Brendon khawatir akan hal itu, ia tak mau kehidupannya dijadikan konten, apalagi kekasihnya. Rasa mereka nyata.
Sarah hanya tertawa. "Kalau kamu gak ngerasa gitu, berarti enggak begitu. Lagian ini cuman sekali, kenapa gak di momen paling membahagiakan aja? 10 juta subs. Ini kali pertama juga kan? Anggap ini self reward kamu, dan setelahnya kamu tetep bakalan jadi streamer gamer profesional dan humble." Sarah benar ... ini self reward terindahnya.
Streaming bersama istri tercinta.
"Jadi gimana?"
"Aku bakalan bikin pengumuman di wall soal itu." Sarah tersenyum kemudian memeluk erat Brendon. Bermesraan dan bermesraan sampai ....
"Kakak! Kakak Ipar! Kalian di kamar kan? Mama sama Bapa manggil, kalian udah makan siang?" Suara Hesti mengganggu momen mereka berdua.
"Astaga ... aku harus bantuin Mama siapin makan siang." Sarah sadar kesalahannya.
Kini mereka pun segera ke dapur, nyatanya makan siang sudah siap hingga Sarah benar-benar merasa bersalah akan hal itu.
"Maaf, Ma, aku ... gak bantuin tadi." Sarah begitu menyesali perbuatannya, dan Brendon menenangkan wanita itu.
"Udah gak papa, lagian kalian pasti capek kan abis pergi tadi." Sarah masih menyesal, kini sebagai gantinya ia membantu menyiapkan makanan, dan nanti mungkin akan cuci piring. "Oh ya tadi gimana soal rumah kalian?"
Mendengar itu, kedua pasangan itu terdiam, mereka bertukar pandang hingga membuat orang tua mereka dan dua adiknya jadi terheran.
"Ada apa?" tanya sang mama khawatir.
"Ma, makan dulu, nanti kita omongin setelah ini." Meski penasaran, sang ayah menasihati demikian. Mereka pun makan siang bersama, lalu setelahnya pun duduk di sofa berempat. Brendon, Sarah, dan dua orang tua itu ada di sana, seakan siap berdiskusi.
"Jadi, ada masalah apa?" tanya sang bapa, menatap keduanya bergantian.
Brendon terlihat gugup, begitupun Sarah, meski begitu ada siratan rasa takut di wajah Brendon yang ia tahan, hingga akhirnya setelah jeda sesaat Brendon sendiri angkat suara.
"Soal itu ... kami kepaksa harus nunda sebentar, soalnya ... ada Jack di sana."
"Jack?" Kedua orang tua Brendon seakan berpikir, mengingat nama itu. "Oh, dia salah satu orang yang mukulin kamu di SMA kan? Dia cari masalah lagi?! Wah, benar-benar anak itu!" Sang bapa berdiri, emosi berat, siap membogem siapa pun yang berani bermasalah dengan anak sulungnya.
Sang istri segera menenangkan, begitupun Sarah dan Brendon.
"Pa, dengerin dulu sebentar. Jangan emosi dulu." Sarah berusaha menenangkan.
"Gimana enggak emosi, mereka yang bikin Brendon nyaris kehilangan harapan hidup!" Ayah Brendon begitu garang, dilipatnya lengan baju yang sebenarnya sudah pendek. "Dia apain kamu Brendon?"
"Pa, aku ... aku gak papa kok ... justru ...." Brendon pun menceritakan kronologisnya, mulai mereka bertemu Jack, yang ternyata anak dari pemilik rumah yang akan dijual itu, Brendon ketakutan setengah mati padahal Jack tengah meminta maaf karena menyesali perbuatannya. Ayah dan ibu mereka mendengarkan dengan seksama meski akhirnya paham satu persatu inti masalahnya.
"Aku ... mau jalan ke depan, aku mau berani, Pa. Dan aku juga mau berdamai sama masa lalu kelamku. Menurutku itu pilihan tepat, aku sekarang lebih tenang dan merasa nyaman, aman bersama kalian." Brendon tersenyum, menguatkan dirinya, sedang Sarah mengusap bahu prianya itu menenangkan. Brendon menatapnya balik, merasa amat dikuatkan oleh Sarah.
"Kalau itu pilihan kamu, baiklah, Bapa dan Mama jelas mendukung ... tapi perlu dia tahu, kalau berani macam-macam sama anak Bapa." Mereka menatap sang bapak yang memperagakan tangan seakan menggorok leher dan bunyi ngek yang khas. "Gak akan ada ampun!" Mereka terkesiap karena pria yang biasanya pendiam itu begitu emosi jika menyangkut putra sulungnya tersebut. "Bapa sama Mama bakalan ikut nanti pas kalian ke sana lagi, memastiin dia gak macam-macam."
"Bapa, sabar ...." Istrinya menenangkan dan pria itu menghela napas berusaha sabar.
"Gak usah, Pa. Biar aku sama Sarah aja karena ... kami gak mau nyusahin Bapa." Brendon menatap ayahnya, berharap pria itu mempercayakan semua masalah ini padanya. Ia sudah dewasa dan bertekad menghadapi dunianya sendiri.
Sejenak berpikir, akhirnya ayah Brendon melunak. "Oke, baiklah, tapi kalian harus hati-hati aja. Hubungi Bapa sama Mama kalau ada apa-apa."
Mendengarnya, mereka tersenyum. "Iya, Pa. Percayakan ini semua pada kami." Brendon semakin meyakinkan.
"Ya udah, Bapa mau mancing dulu, temen Bapa pasti dan nungguin di kali." Pria itu lalu berdiri dari duduknya menuju dapur, meninggalkan mereka.
Sang ibu tersenyum menatap mereka berdua. "Kerja bagus, Nak. Semangat kalian berdua ya."
Sarah dan Brendon mengangguk.
"Ma, tas mancing Bapa di mana ya?" teriak sang suami dari dapur.
"Aduh, si Bapa!" Istrinya menghela napas panjang, ia menatap Sarah dan Brendon sekali lagi dengan senyuman sebelum akhirnya menyusul sang suami.
Brendon mengalihkan pandangan kepada Sarah, mereka terus menatap hingga akhirnya ada hasrat yang hadir antar keduanya. Keduanya saling mendekati satu sama lain sampai ....
"Ehem! Masuk kamar, adik-adik kalian nanti lihat!" tegur sang bapak yang sudah di mode siap berburu ikannya.
Keduanya nyengir dengan senyum malu-malu sebelum akhirnya ngacir ke kamar. Melanjutkan hal yang sempat mereka tunda tadi dan kali ini, bukan di atas kasur, entah kenapa keduanya iseng beraksi di kursi kerja Brendon bahkan sampai tidur berdua di sana. Begitu mesra badan agak mungil milik Sarah berada di dalam pelukan Brendon begitu erat, menutup mata dan bermimpi indah bersama kenyamanan itu semua.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]
Romance21+ Sarah Darsono kebelet nikah, karena ia wanita 25 tahun yang merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain. Teman SD? Sudah pada nikah! Teman SMP? Iya juga. Teman SMA? Jelas! Bahkan roommate satu kost-nya pun meninggalkannya karena tinggal bers...