21 Oktober 2021
•••
"Nah, ini foto-foto dia pas masih bayi, masih gembul!" Brendon malu berat kala keluarganya memperlihatkan foto-foto masa kecilnya pada Sarah. Meski malu, Brendon jelas tak bisa apa-apa akan hal itu.
"Wah, lucu banget!" Ia sebenarnya ada rasa suka juga, dipuji-puji Sarah. "Anak kami nanti pasti selucu ini!" Rasanya Brendon seperti dilempari bunga berbau manis. Dada Brendon rasanya adem ayem dan mulai bisa santai.
Namun tegang lagi karena foto dirinya masih bayi yang nyaris tanpa sehelai kain, segera ia menutupi badannya yang gempal itu hingga membuat semua orang tertawa. Malu ih!
"Ish, gak papa, Nak! Nanti juga pas udah nikah, saling liat-liatan!" Kedua pipi calon pengantin itu seketika memerah, aduh ungkapan sang ibu memang ada-ada saja. Terserahlah, Brendon pasrah saja dan Sarah hanya bisa tertawa pelan, ia kelihatan lebih santai karena sudah mengedukasi dirinya menjadi istri nantinya.
Santai ....
Kembali mereka melihat-lihat isi album masa lalu Brendon, Brendon terlihat seperti anak yang hiperaktif dan lincah, bahkan ada foto di mana setengah badannya terkover di balik comberan. Mereka menertawakan pria muda itu, dan terus melihat-lihat hingga Brendon ke masa sekolah.
Sekolah TK, begitu bahagia.
SD, pun demikian.
SMP, juga sangat ceria.
Namun kala SMA, Brendon agak gelisah, pria itu memejamkan mata tak ingin melihat saja, ada rasa di dada ingin menghadapi ketakutan, tetapi di satu sisi masih saja tak sanggup, Brendon merasa malu pada diri sendiri tetapi dadanya sesak karena hal itu.
Melihat reaksi Brendon, keluarga itu yang melihat foto di mana Brendon berseragam putih abu yang sebenarnya begitu manis, pemuda berkacamata yang humble dengan teman-temannya, segera mengganti halaman. Mereka segera menenangkan Brendon, dan Brendon yang tersadar dari rasa takut itu terdiam selama beberapa saat.
"Maaf, aku gak papa kok." Brendon tersenyum paksa ke arah mereka, dan Sarah mengusap bahunya.
Nyaman ....
"A-ayo lanjut liat lagi, oh ya gambar-gambar Sarah mana?" tanya Brendon antusias, ia tahu Sarah juga membawa album kenangannya.
"Oh iya, itu ...." Sarah mengeluarkan album itu dan kelihatan keluarga kecil itu tak sabar melihat. "Anu, sih. Gambar-gambarku pas kecil enggak banyak, ini ...." Sarah memperlihatkan album fotonya, dan Brendon adalah orang pertama yang paling penasaran dengan isi yang ada. Ia penasaran dengan Sarah versi bayi, pasti cantik, dan anaknya nanti pasti secantik Sarah.
Namun nyatanya, tak ada foto Sarah saat bayi, hanya ada sekitar usia tahunan di sana.
"Maaf ya, gak ada versi bayinya." Meski Sarah tertawa, tetapi keluarga itu terlihat menatap iba, jelas kasihan dengan nasib Sarah yang sedari kecil memang tak lagi memiliki orang tua.
Mama, Hesti dan Niken memeluk Sarah lembut menenangkannya sementara Bapa menatap hangat, begitupun Brendon, ia tersenyum.
"Kamu cantik banget pas kecil, pasti anak kita bakalan secantik kamu nanti," kata Brendon, menatap Sarah yang kelihatan ikut bahagia bersama mereka.
Ini rasa yang tak pernah ia rasakan, memiliki keluarga lengkap. Ibu, ayah, kakak, adik, dan bahkan pendampingnya. Sarah merasa sangat beruntung menjadi pendamping hidup Brendon, ternyata memang tak seburuk itu, bahkan sesuai ekspektasinya.
Hari-hari diisi kedekatan serta merta kesibukan pernikahan mereka nanti, sekali lagi meskipun orang tua Brendon sudah memastikan kelengkapan semuanya, jelas pasangan itu harus andil dalam banyak hal. Merekalah pasangannya, jadi banyak hal yang mereka urus sebelum ke jenjang paling utama, dari proses awal, nanti upacara pernikahan, lalu pestanya, sudah banyak yang disiapkan dan rasanya begitu melelahkan.
Meski demikian, mereka amat tak sabar akan hari H tiba.
Di sela waktu kesibukan, kadang hari-hari yang agak legang mereka berdua pakai untuk jalan-jalan bersama, tak hanya mereka semakin saling kenal, ada rasa yang semakin tumbuh dan mengikat kebersamaan mereka. Semakin kuat, semakin terasa, dan di sela itu juga Brendon mulai merasa ... ia harus berani mengungkapkan sesuatu yang masih ia sembunyikan dari Sarah.
Sesuatu, atau mungkin banyak hal, tabiat buruknya ....
Sehari sebelum pesta pernikahan, kedua insan itu menatap sepasang baju berwarna serba putih. Jas serta gaun yang begitu anggun dan elegan di manekin tanpa kepala di hadapan mereka, Sarah menatapi itu dengan senyuman begitupun Brendon, tetapi tak lama senyum Brendon terganti kegugupan seraya menoleh ke sampingnya.
"Mm ... Sa-Sarah ...." Brendon memanggil tergagap.
Sarah menoleh ke samping, menatap Brendon masih tersenyum, tetapi melihat wajah pria itu seketika ia bingung. "Ada apa?"
"Aku mau bilang sesuatu soal ...." Brendon menatap sekitaran, ia sebenarnya bukan bermaksud takut rahasia terbongkar, tapi entah kenapa ia agak paranoid saja.
"Sesuatu soal apa?" tanya Sarah, memanyunkan bibirnya agar terlihat imut, dan nyatanya Brendon jadi tertawa karena kelucuan itu. Sarah pun ikut tertawa.
Rasa gugup Brendon perlahan sirna karenanya, dan pria itu lalu berdeham. "Masa SMA-ku, kamu tahu kan? Aku dan keluargaku belum bilang apa-apa ke kamu."
"Apa kamu gak papa cerita itu? Kalau itu menyakiti kamu, lebih baik simpan saja, yang penting diri kamu yang sekarang, kok." Sarah tersenyum, ia tak ingin Brendon menyakiti dirinya sendiri dengan menceritakan masa lalunya.
Tapi sebenarnya, Sarah penasaran juga, ia justru bahagia sih kalau Brendon memilih tetap menceritakan meski ia mengingatkannya hal ini.
"Keknya lebih baik aku cerita, karena kamu nanti jadi istriku, aku gak mau ada rahasia lagi ...." Brendon sangat so sweet bagi Sarah. "Di masa lalu, aku pernah dipukulin orang habis-habisan karena ... karena salah sangka."
Mata Sarah membulat sempurna, ia kaget mendengarnya. "Astaga ... ya Tuhan ...." Sarah menutup mulut, ia turut prihatin. "Salah sangka?"
Brendon mengangguk. "Ada dua nama di sekolahku itu, Brendon, sama Brandon. Aku, Brendon, si culun, dan Brandon dia ... dia rada nakal. Brandon itu kayak nantangin anak sekolah sebelah via medsos, padahal dia orangnya pengecut, jadi dia bolos saat anak-anak sekolah sebelah dateng. Mereka nyari Brandon, tapi aku yang kena sasaran karena nama kami hampir sama. Aku dipukulin gitu aja, aku ...." Mengingat betapa kejinya masa lalunya itu, Brendon merasa sangat sesak. "Mereka mukulin aku tanpa pikir, mereka ...."
Sarah segera memeluk calon suaminya itu yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Bukan aku yang salah, bukan aku ... tapi mereka tega mukulin aku. Aku takut, aku ... aku gak berani lagi ke sekolah, aku takut ... aku takut ...."
"Hust ... gak papa, Bee. Aku di sini sama kamu. Itu udah berlalu, aku di sini sama Mama, Bapa, Niken, Hesti, jagain kamu!" Sarah mengeratkan pelukannya. "Gak akan ada yang bisa nyakitin kamu, aku bakal smackdown siapa pun itu!"
Mendengar gurauan Sarah, Brendon tertawa meski agak serak. "Makasih, ya, Sarah ...." Pelukan hangat Sarah, serta elusannya, enaknya.
Tapi yang paling enak, pelukan dan bersandar di antara dua gunung kembar Sarah. Siapa pun pasti akan bahagia lagi karenanya.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]
Romance21+ Sarah Darsono kebelet nikah, karena ia wanita 25 tahun yang merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain. Teman SD? Sudah pada nikah! Teman SMP? Iya juga. Teman SMA? Jelas! Bahkan roommate satu kost-nya pun meninggalkannya karena tinggal bers...