Part 37

3K 418 12
                                    

10 November 2021

•••

"Sar, lo mau tau fakta menarik gak?" Tanya membuat Sarah penasaran.

"Apaan?" Para suami hanya bertukar pandang karena betapa banyaknya topik random dua wanita itu.

"Gue cek di google, arti nama Sarah itu princess. Dan arti nama Brendon itu prince!" Sarah kaget. "Couple banget kan?!"

"Elo yang bener?" Sarah terlihat tak percaya.

"Ih, tengok aja nih!" Tanya memperlihatkan pada Sarah ponselnya.

"Eh beneran, dong!" Sarah menatap Brendon. "Sayang, nama kita artinya serasi, putri sama pangeran. Hebat banget ya!"

"Wah ...." Brendon mengagumi hal itu.

"Gak ada yang kebetulan di dunia ini." Cameron menimpali seraya tertawa pelan.

"Keknya cocok deh ya, kalau punya anak cewek atau cowok, namain aja kayak tema-tema kerajaan gitu. Iya gak?" Tanya terkikik menatap mereka.

"Oh ya, ih kebetulan banget aku juga mau namain anak Kakak sama Kak Sarah bau-bau kerajaan!" Semua menoleh dan menemukan Hesti dengan nada aneh yang entah datang dari mana, bersama wajah yang dimaskeri. Nada suaranya begitu karena menahan maskernya agar tak retak ternyata. "Halo, Kak Tanya!"

"Eh, Hesti! Sini deh, kita diskusiin nama buat baby kami! Ajak Niken sekalian, dia di mana?"

"Kak Niken lagi keluar." Hesti dengan gembira nimbrung, dan percakapan terlihat tak ada habisnya, setelah sesi diskusi yang agak mirip debat soal nama yang diakhiri voting nanti, mereka juga berbicara soal skincare-skincare yang tak terlalu dipahami para lelaki, keduanya bersyukur skincare mereka merknya gak ratusan ampe ribuan jenis yang membingungkan.

Semua percakapan itu tak terasa ... sudah sampai di puncaknya.

Hari menjelang malam, jelas akan ada perpisahan, terlebih Tanya dan Cameron akan ke Los Angeles, pergi dari Indonesia dan LDF (Long Distance Friendship) dengan Sarah nantinya. Kedua cewek itu nangis berpelukan, seperti tak ingin lepas dan merelakan, tapi keduanya terlihat tak egois dan legowo dengan keputusan masing-masing.

Jadi saat pelukan lepas dan mereka ditenangkan, keduanya tersenyum hangat.

"Jaga diri lo di sana, ya. Jangan lupa ngasih kabar terus!"

"Lo juga ya, Sis. Gue bakalan sering-sering ke sini buat kunjungin kalian kalau ada waktu!"

"Gue juga bakalan datengin lo ke luar negeri, itung-itung liburan." Keduanya tertawa, dan kemudian terharu lagi. "Dah, Beb ...."

"Dah ...." Sekali lagi mereka pelukan, dan setelahnya bersalam-salaman dengan keluarga Brendon. Akhirnya pun mereka pergi meninggalkan Sarah, meski masih berwajah sendu penuh kesedihan tetapi Sarah merelakannya.

Tanya tetap akan terus jadi sahabatnya.

Brendon melihat istrinya iba, wanita itu sangat tegar, jadi yang Brendon bisa hanya mengusap bahu Sarah menenangkannya.

"Beb, Hesti, jangan lupa nanti kasih tahu nama anak lo ke Brendon ya!" Tanya berteriak dari dalam mobil sebelum jendela tertutup.

"Siap!" Sarah dan Hesti menyahut dan akhirnya matanya tak dapat lagi bertemu Tanya, tetapi sebelum itu mereka saling menatap penuh keyakinan, ikatan kuat persahabatan.

Sedang Brendon, agak terkejut, mereka sudah menentukan nama? Dia tak fokus percakapan atau memang sengaja disembunyikan. Ya sudahlah nanti Sarah bilang akan memberitahu, tetapi Brendon tak ingin memaksa terlebih di suasana-suasana seperti ini. Jadi setelah itu Brendon mengajak Sarah ke kamar guna beristirahat, dan wanitanya seketika emosional lagi.

Memeluk Brendon, masih agak menangis meski pelan dan terisak saja, pegangan Sarah pun amat erat. Brendon jadi bisa merasakan betapa kehilangannya Sarah, tetapi betapa kuatnya pula istrinya itu, jadi si pria hanya diam dan berusaha menenangkan dengan elusan hangat seperti biasa yang lama-kelamaan membuat Sarah nyaman dan tenang.

Syukurlah.

"Udah enakan?" tanya Brendon, mengusap puncak kepala Sarah.

Sarah mengangguk. "Yah, aku kangen sama dia."

"Iya, aku paham ...." Brendon terus memberikan sentuhan demi sentuhan hangat agar Sarah semakin tenang, hingga tak lama si wanita keluar dari pelukan seraya menyeka sisa air matanya.

"Hah ... Tanya gak ke mana-mana." Sarah berkata dan Brendon mengangguk, ikut menyeka sisa air matanya. "Oh ya, soal anak  kita nanti, rencananya namanya--"

Nada khas ponsel tiba-tiba berbunyi, membuat ungkapan Sarah terhenti dan keduanya menoleh ke sumber suara. Ponsel Brendon yang ada di atas meja. Brendon mengambil gawainya itu, membuka pesan yang ternyata dari Jack itu--pesan yang berupa gambar.

"Ada apa dia ngehubungin malem-malem begini?" tanya Sarah, Brendon menggedikan bahu dan membuka pesan tersebut.

Sebuah undangan.

"Undangan ... reuni?" Brendon heran, menatap Sarah. "Aku bukan alumni sekolah itu, dan Jack juga bukan alumni sekolah sana." Jack CS dan pelaku pemukulan lain itu orang luar sekolah, dan Brendon jelas keluar sebelum ia lulus.

Namun, kenapa dengan undangan yang bahkan VIP itu untuknya.

"Bee, coba lihat, ada nama kamu di sana ... special guest." Special guest? Dia tamu istimewa? Hal itu membuat keduanya semakin heran dan bertukar pandang.

"Maksudnya ... mereka ngundang aku ke pesta reuni mereka ... buat apa?" Sarah menggeleng, ia tak tahu. Ingin menebus kesalahan? Mungkin saja. Namun tetaplah, Sarah tetap khawatir jika pikiran negatifnya yang menjadi kenyataan di sana.

Mungkin iya, Jack sudah insyaf.

Mungkin iya, Brendon sudah berani.

Namun tidak menutup kemungkinan hal-hal buruk yang Sarah pikirkanlah yang terjadi. Hanya Jack yang insyaf, yang lain? Tidak tahu.

"Apa ... mereka mau ngadain ini dalam rangka ... yah, itikad baik?" Brendon menggedikan bahu, ia sendiri ragu dengan ungkapannya.

"Atau mungkin ...." Balas dendam. Sarah tentu tak mengatakannya, ia menggantung kalimatnya hingga membuat Brendon penasaran.

Lalu tak lama, Jack mengirim pesan lagi.

"Bee, kamu diundang ke pesta reuni akbar dua sekolah. Kami berencana jadiin kamu special guest, ini dalam rangka damai dan kami pengen ... kita semua temenan. Saya gak mau lagi ada hal buruk terjadi, antara kami sama kamu." Itulah yang Jack katakan, tetapi ada keraguan jelas di diri Sarah.

Ia merasa kehamilannya membuatnya sensitif dan amat sering berpikiran buruk, haruskah ia demikian?

"Kita ... mungkin perlu izin dulu sama Bapa Mama?" Karena reuni akbar ini, jelas Brendon akan bertemu dengan pem-bully-nya di masa lalu. Semuanya.

Brendon yang sepemikiran dengan Sarah, meski ia sudah berani bukan berarti dia tak harus antisipasi--ia tahu paranoid bukanlah hal baik pada mereka yang mengakui sudah ingin damai, tetapi antisipasi adalah hal penting juga demi dirinya sendiri--akhirnya pria itu dan istrinya mengadu ke Bapa dan Mama, diikuti Hesti dan Niken yang nimbrung.

"Kalau kamu memang ingin ke sana, silakan saja Brendon," kata Bapa akhirnya memutuskan. "Tapi sebagai siaga, Bapa bakalan di sana sama Mama diam-diam. Juga preman kampung temen mancing Bapa. Meski temen kamu sudah bilang pengen damai, rasanya Bapa gak bisa dan gak tahan kalau ada apa-apa terjadi."

"Benar, Mama pun ngerasa demikian. Bukan Mama enggak percaya, tapi Mama takut kepercayaan Mama berbuah pengkhianatan pahit." Mama mulai ke mode ala dramanya.

"Kami juga ikut!" Hesti dan Niken menggebui.

"Kalian gak usah ikut, di rumah aja, cukup kami aja! Kalian jaga rumah." Meski kecewa, keduanya mau tak mau menurut. "Jadi, kapan reuni akbarnya?"

"Minggu depan." Brendon tersenyum, begitupun Sarah. "Makasih, Pa, Ma." Brendon bersyukur punya keluarga yang selalu melindunginya.

Ia sangat bersyukur.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang