Part 20

6.2K 606 16
                                    

25 Oktober 2021

•••

Sesuai janji dengan pria tua pemilik rumah itu, mereka akan bertemu hari esok, Minggu pagi. Sarah dan Brendon sudah bersiap, dan dengan naik motor mereka menuju lokasi rumah itu berada. Tak butuh waktu lama untuk sampai, keduanya turun dari motor, dan sudah disambut seorang pria tua serta pria lebih muda lain yang sepertinya seumuran mereka. Namun, baru turun dari motor, dan saling berhadapan, kala pria tua mengulurkan tangan dan menyambut mereka, Brendon terdiam melihat pria muda di sampingnya.

Tatapan Brendon seperti syok, membuat uluran tangannya tak disambut, dan Sarah seketika bingung dengan hal itu begitupun dua pria berbeda umur di hadapan mereka.

Napas Brendon seperti terengah, Sarah memperhatikan suaminya itu melangkah mundur dengan tatapan syok ke arah pria muda itu, dan hal tersebut membuat Sarah tampaknya tahu apa yang tengah terjadi. Brendon terkena serangan panik melihat pria itu.

"Mm ... Pak Brendon?" tanya si pria muda bingung, ia tampaknya tak mengenali siapa di hadapannya.

Brendon, masih dengan serangan paniknya, mengingat persis siapa sosok di samping pria tua itu. Ingatan itu terus tercetak di kepala, meski banyak orang di sana, semuanya Brendon ingat termasuk ini. Dia yang memegangi tangan Brendon, membuatnya terkunci tak bisa melawan kala dipukuli habis-habisan oleh geng mereka, mereka ... dia salah satu dari anak-anak di masa lalu itu. Dada Brendon sesak dan rasanya matanya berat, ingin mengeluarkan air mata.

"Brendon, Brendon!" Sarah berusaha menenangkan suaminya yang terlihat lemah, frustrasi, ia memegangi badannya yang limbung nyaris pingsan. Sang pria tua pun ikut membantunya, disusul si pria muda meski mereka masih bingung apa yang terjadi, tetapi Brendon memekik kala pria muda itu memegangnya.

"Enggak, enggak, jangan ...." Brendon berkata lirih, matanya penuh teror dan ketakutan, ia bahkan kini menunduk tak berani melihat pria muda itu.

Sarah semakin khawatir dengan suaminya. "Brendon, hust ... hust ... aku di sini ...."

"Pak, Bapak kenapa? Bu ... ini ini apa kita perlu ke rumah sakit?" Pria tua itu sangat khawatir bersama Sarah.

"Bren ... Brendon?" Kali ini suara si pria muda, Sarah menatapnya dan terlihat dari wajahnya syok seakan mengingat sesuatu. "Brendon? Kamu Brendon itu ...?"

Ia mengenali Brendon.

Pria muda itu mendekati Brendon yang terus menunduk ketakutan setengah mati, bahkan Brendon merengek seakan ingin kabur tetapi badannya terasa lemah tak bisa bergerak lagi. Sarah dan sang bapak tua masih bingung dengan apa yang dilakukan tetapi betapa kagetnya, tiba-tiba pria muda itu mendudukkan diri di hadapan mereka, bersama wajah penuh penyesalan.

"Brendon ... aku-aku bener-bener minta maaf sama kesalahpahaman itu di masa lalu, aku ...." Nada suaranya menyerak, napas pria muda itu bahkan terkejat. "Aku bener-bener minta maaf!"

Apa soal pemukulan itu? Sarah rasa demikian.

"Nak? Ini sebenarnya ada apa?" Kali ini pria tua itu menatap si pria muda, yang ternyata adalah anaknya.

"Aku ... aku bikin kesalahan fatal di masa lalu, Pak." Mendengarnya, ayahnya seketika syok menatap Brendon.

Brendon, masih dengan rasa takutnya bergeming akan ungkapan itu, meski demikian dengan bibir gemetar ia berkata, "Sarah ... pulang ...." Ia berkata layaknya anak kecil. "Pulang ...."

Meski menemukan salah satu pem-bully Brendon meminta maaf, Sarah sadar mental Brendon benar-benar belum siap menerima kenyataan.

"Mm ... Pak, maaf kami harus pulang. Nanti kita bicarakan lagi, permisi!" Ia harus membawa Brendon pulang dulu sebelum suasana memburuk, Brendon belum siap akan semua ini.

Tak ada yang menghalangi kepergian mereka, tetapi kedua ayah anak itu menatap penuh penyesalan ke arah Sarah dan Brendon. Syukurlah Brendon tak seperti jeli bak tadi, jadi dia masih bisa berjalan dan naik motor, meski kali ini Sarah yang harus memboncengnya. Segera Sarah tancap gas meninggalkan lokasi itu.

Dan saat itulah, Brendon sesenggukan.

"Maaf ... maaf aku gak bisa lawan ... aku gak bisa lawan rasa takutku ...." Brendon sadar yang terjadi tadi, sadar jelas kalau pem-bully itu menyesali perbuatannya dan meminta maaf pada Brendon, tetapi rasa takut ini melumpuhkannya. Bayangan betapa mengerikannya mereka memperlakukannya saat itu ... sangat menghancurkan isi hati dan kepalanya.

Ia takut ....

"Udah, gak papa, semua orang perlu proses ... pelan-pelan aja." Sarah berusaha memahami Brendon dan kondisinya. "Udah hust hust hust ... cup cup cup."

Brendon mengeratkan pelukannya pada Sarah, dan Sarah bisa merasakan tubuh pria itu masih gemetaran karena rasa takut. Sarah rasa saat pulang nanti ia harus menenangkan suaminya yang malang, semoga Brendon baik-baik saja.

Mau tak mau, pembelian rumah ditunda, atau mungkin tidak jadi ... Sarah jujur saja khawatir kalau meneruskan pilihan mereka maka Brendon terus mengalami mimpi buruk. Ia tak ingin seperti itu.

Saat pulang, ternyata tak ada orang di rumah, Sarah segera membawa Brendon di kamar dan membaringkan pria itu di sana. Ia memperlakukan Brendon layaknya seorang ibu pada anak, menarikkan selimut sedada serta mengusap puncak kepala dan menciuminya, hal yang berhasil membuat Brendon lebih baik dan tenang dari sebelumnya.

"Maaf ...." Suara Brendon serak terdengar.

"Udah, gak usah dipikirin ...." Sarah menciumi pipi Brendon, suaminya sebenarnya sangat menggemaskan.

Dan Brendon jelas sangat menyukai perlakuan Sarah yang manis padanya. Sebuah tenaga seakan diciptakan dari hal itu, membuat Brendon semakin nyaman dan tenang, serta berpikir jernih soal kejadian tadi. Pem-bully itu tak lagi menyakitinya, dan bahkan meminta maaf tadi, kenapa ... kenapa ia harus takut terus-menerus pada masa lalu jika masa depannya tak seperti itu?

Tadi ... terlihat penyesalan dan ungkapan sangat tulus, kenapa Brendon kabur?

Memang, terbayang masa lalunya sangat menyakiti, tetapi ia sudah punya tekad kan? Ia ... ingin berubah. Ia ingin menjadi Brendon yang kuat dan bisa melindungi Sarah, harusnya bukan begini reaksinya.

"Sa-Sarah ...."

"Hm?" Sarah masih asyik memainkan rambut Brendon yang lembut, dan menciumi pipinya yang agak tembem itu.

"Kita ... kita tetep beli rumah itu, dan setelah ini aku janji, aku janji bakalan ... bakalan kuat." Brendon seperti anak kecil yang mengutarakan cita-citanya, begitu lucu. "Aku bakalan berusaha."

"Oke, tapi jangan paksakan diri kamu, ya." Sarah mencium kening Btendon lagi.

Brendon mengangguk.

"Dia ... dia salah satu orang yang mukulin aku." Brendon akhirnya bersuara dan Sarah sudah menebak hal itu. "Dia keknya udah menyesal dan minta maaf, aku ... aku bakalan maafin dia."

Sarah tersenyum bangga, pun berbaring di sampingnya kemudian memeluk Brendon erat.

"Ya udah, kita istirahat aja dulu, nanti bicarainnya." Dan keduanya pun berpelukan, mulai menutup mata sebelum akhirnya jatuh ke mimpi masing-masing.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang