7 Oktober 2021
•••
Beberapa hari sebelumnya ....
"Gan, udah naik mitik." Pria muda berkacamata itu memberitahukan di sebuah pesan singkat di komputernya. "Total sekian, pembayaran beres gue bakalan kasih akunnya."
Tak butuh waktu lama, balasan terlihat. "Gila, pro banget lo anjing, belum seminggu udah naik sejauh itu. Hebat lo!" Pujian itu membuat si pria berkacamata tersenyum, tak butuh lama menunggu sebuab foto bukti pembayaran pun dikirim, ia mengecek dan memang ada dana yang masuk. "Kapan-kapan pas ganti season gue ke elo lagi, lah. Mantep. Sakit dada gue ngehadepin para badak. Makasih banyak!"
"Yoi, Gan. Terima kasih kembali!" Ia pun menyerahkan data-data akun sesuai kesepakatan dan akhirnya, menghela napas panjang seraya bersandar di kursinya.
"Huh ... beres!" Pria muda itu tertawa bahagia.
"Brendon, kamu udah makan Nak?" tanya seseorang, si pria muda menoleh dan menemukan seorang wanita berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka.
"Belum, Ma, nanti aku bisa ngambil sendiri kok, Mama duluan aja sama yang lain aku ada urusan." Brendon, pria muda itu, menolak halus.
"Jangan ditunda-tunda makannya, boleh kamu kerja ini itu tapi inget di waktu, jangan nyiksa diri terus! Kamu jangan kebanyakan di kamar terus, olahraga atau lakuin aktivitas!"
Brendon menghela napas. "Iya, Ma."
"Cepetan!" Brendon menghela napas sebelum akhirnya berjalan mengikuti sang ibu menuju dapur, di mana semuanya telah disiapkan sedemikian rupa dan Brendon hanya perlu duduk di tempatnya di antara dua anak remaja lain dan pria tua di sana.
Brendon tiba-tiba disodorkan sebuah kue warna-warni di hadapannya. Macaron.
"Hesti bikin sendiri, lho." Cewek remaja yang menyodorkannya menyengir lebar ke arah Brendon, Brendon sedikit tersanjung karena makanan itu tetapi kemudian menatap dengan picingan cewek remaja itu, Hesti. "Kakak suka Macaron kan?"
"Pasti ada maunya ...." Brendon menaikkan sebelah alis.
Hesti cengar-cengir. "Tau aja, hehe. Kak, skincare Hesti udah pada habis, minta duit dong ...."
Brendon mengerutkan kening. "Kenapa gak minta sama Mama sama Bapa aja? Kenapa harus Kakak?" Brendon mengangkat sebelah alis.
"Bapa sama Mama gak mau ngasih, pelit mereka! Ayolah Kak please ...." Hesti merengek. "Baru kali ini lho aku mintanya, kemarin aku nabung sendiri, tapi bulan ini tabunganku abis buat kas sekolah. Please Kak please ...."
"Udah, jangan dikasih, Nak. Adik kamu buat apaan skincare-skincare, mandi sampe bersih udah cukup!" Sang ayah meledek kesal. "Baru kelas satu SMA."
"Ish, Bapa! Aku kan mau glowing kayak temen-temen! Lagian kan aku udah bilang skincare itu penting, skincare beda sama make up, asal BPOM dan cocok buat kulit ya kulitku pasti bakalan sehat! Kan fungsinya buat perawatan kulit! Aku udah dewasa Pa, temen-temen udah pada glow up masa aku doang yang buluk? Enggak asik ah!" Hesti semakin merengek.
"Ya ngumpulin duit sendiri aja kayak dulu. Kakak aja ngumpulin duit sendiri, atau sekalian kerja sana!" Kali ini, cewek remaja yang lebih tua berkata.
"Kamu masih kecil, dewasa dewasa." Sang ibu yang tadi diam akhirnya bersuara sambil membantu menyiapkan makanan lainnya.
"Ish, kalian kenapa gak paham-paham sih pentingnya skincare buat aku!" Hesti menatap kakak tertuanya, Brendon. "Kakak, beliin dong, ayo donggg Kakak ...." Ia membujuk dengan wajah diimut-imutkan sambil memegang tangan kakaknya.
Brendon menghela napas pasrah. "Ya udah iya iya, bilang nanti berapa biar Kakak isiin sopey kamu."
Wajah Hesti yang sedih akhirnya ceria lagi. "Yeay! Makasih Kakak Beebo! Kakak baik banget deh!" Ia memeluk kakaknya itu.
"Aduh ... Brendon, jangan manjain adik kamu ih." Ibunya menegur.
"Gak papa, Ma. Hesti bener, skincare penting buat kulit dia. Lagian, aku ngasihnya gak gratis, asal dia pertahanin ranking satu dia." Brendon tersenyum ke arah Hesti seraya mengusap puncak kepalanya.
Hesti terkikik. "Pasti dong, aku bakalan belajar rajin buat Kakak!"
"Yah, dia dibeliin! Aku enggak nih, Kak?" Kali ini, cewek yang lebih tua menatap kesal.
"Gak usah iri-irian dong sama adik kamu, Niken." Sang mama mendengkus pelan. "Udah udah, kalian pada makan, jangan rusuh. Makan atau Mama yang makan kalian!" ancam wanita itu.
Keluarga kecil itu tertawa bahagia setelah perdebatan kecil tadi dan mulai makan bersama dengan lahap. Usai makan pun, Niken dan Hesti sibuk beberes dan yang lain bersantai di atas meja makan.
"Nanti Minggu, kalian ikut ke nikahan Tanya?" tanya sang mama, menatap ketiga anaknya bergantian.
"Ikut aja sih Ma, kalau enggak ada urusan di kampus." Niken menyahut lebih dahulu.
"Minggu ini aku keknya gak ada acara, ikut aja deh lumayan makan-makan." Hesti terkikik geli.
Lalu, sang ibu menatap anak sulungnya yang terlihat diam membisu tak menjawab. "Brendon, kamu ikut aja ya. Kamu udah terlalu lama di rumah doang, Mama gak mau kamu terus-terusan begitu."
"Tanya ... temennya Sarah bukan, Ma?" Brendon malah mempertanyakan hal lain, kedua orang tuanya bertukar pandang. "Maaf, Ma, Pa, aku gak bisa keknya. Minggu ini sibuk banyak urusan, kalau aku teledor entar susah. Aku ... balik ke kamar dulu."
"Brendon ...." Brendon bangkit berdiri, meninggalkan meja makan begitu saja tanpa menerima penjelasan apa pun dari keluarga kecilnya, kemudian menutup pintu kamar dari dalam dan mengunci, seperti biasa.
"Astaga ... anak itu." Ibunya mendengkus pelan. "Bapa, Bapa tegasin diri dong, masa anak cowok dibiarin diam terus di kamar gitu. Mama khawatir lho."
"Lho, masa Bapa Ma? Susah, harusnya sih Mama yang negur dia, Bapa mana bisa negur. Kan kita tahu sendiri Brendon kerjanya di kamar, dia sibuknya pasti di kamar aja, harusnya bersyukurlah Ma dia gak perlu capek-capek keluar rumah udah ngehasilin uang. Bahkan bantu perekonomian kita. Dia begitu juga demi kita, Ma."
Sang ibu menghela napas panjang. "Suruh keluar sesekali sih harusnya gak papa, Pa."
"Ya udah, Mama ajak aja dia ke nikahan nanti."
"Bapa aja yang ngajak deh."
"Mama aja."
Dan kedua anak yang tersisa, Niken dan Hesti, hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah lempar melempar tanggung jawab mereka satu sama lain.
Lalu kemudian ....
"Niken, Hesti, coba kalian bujuk Kakak kalian!"
Lah, malah dilempar ke anaknya.
"Ogah, nanti Kakak batalin beli skincare aku, Kakak kan emang gak suka jalan-jalan ke sana kemari." Hesti menggerutu.
Dan Niken menggedikan bahu, tanda ia pula tak mampu.
Sementara itu di kamar, Brendon tampak gelisah gundah gulana. Pria muda itu terdiam di kamar dengan tatapan kosong menghadap langit-langit, seakan siap sedia dirasuki setan meski faktanya ia tengah banyak pikiran.
Ia perlu penenang, pekerjannya belum sanggup ia lakukan, jadi pria itu mengambil headset, memakainya, pun mengambil mikrofon sebelum akhirnya menyalakan sebuah siaran podcast sederhana, atau lebih telatnya live tanpa wajah hanya sekadar suara. Podcast curhat ala remaja ....
"Halo, Bee here, wasup!"
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI NOLEP [Brendon Series - J]
Romans21+ Sarah Darsono kebelet nikah, karena ia wanita 25 tahun yang merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain. Teman SD? Sudah pada nikah! Teman SMP? Iya juga. Teman SMA? Jelas! Bahkan roommate satu kost-nya pun meninggalkannya karena tinggal bers...