Hidupnya perlahan mulai seperti semula lagi, tidak ada pelangi, tidak ada rasa berdebar berlebihan kecuali saat dipanggil maju mengerjakan soal didepan kelas. Andin berangsur menjalani hidupnya seperti dulu. Hari ini tepat sembilan hari Aldebaran mulai hilang dari hidupnya.
Andin bersedih, tentu.
Nafsu makannya berkurang, Rasa bahagianya pun juga. Seperti orang yang habis putus cinta, seperti terpaksa melepaskan padahal menggenggamnya pun belum.
Aldebaran berkata mereka tidak akan bertemu kembali, sebagai teman maupun sebagai orang yang pernah kenal. Aldebaran berkata perbedaan umur mereka sangat jauh, bahkan bertemanpun rasanya kurang pantas.
Sejak saat itu Andin mulai merasakan hidupnya redup kembali, tanpa kabar dari Al atau bahkan ia menghubunginya.
"Nanti jadi kan?" Shilla menyenggol lengan Andin, bertanya tentang rencana yang sudah mereka buat. Menonton film terbaru, membeli cat air atau sekedar membaca diperpustakaan favorite mereka berdua.
"Jadilah, suntuk gue" jawab Andin sembari mulai merapihkan mejanya.
"Belajar lupain, perlahan" ucap Shilla.
"Iya, nanti" jawab Andin singkat, tentu saja ia akan melupakan Aldebaran tapi nanti jangan sekarang. Ia masih ingin mengingat pertemuan singkatnya dengan pemuda tampan itu.
Bell pulang sekolah berbunyi, Andin dan Shilla bersantai sejenak membiarkan koridor penuh sesak dengan siswa yang berebut untuk segera pulang.
Setelah lorong dan parkiran mulai sepi barulah mereka berdua bergegas keluar."Gue ambil motor......." Suara shilla menguap melihat Andin berlari keluar gerbang dengan cepat.
"Andin!!!!"
"Andin!!!"
Andin tak menghiraukan teriakan Shilla ia terus berlari keluar sekolah setelah membaca sebuah pesan diponselnya. Tiga puluh menit yang lalu, kenapa Andin begitu bodoh sampai tak mengecek ponselnya dari tadi?
Mata Andin terus mencari keberadaan sosok yang selama ini ia tunggu kabarnya, dimana ia?
Andin membuang nafas lega ketika pandangan mata mereka bertemu, tanpa basa basi Andin terus berlari mendekat.
Sambil terengah Andin terus menatap pemuda itu dengan seksama, kemeja biru muda dengan kedua lengannya digulung setengah menjadi candunya saat ini. Mata Andin mulai berkaca-kaca, Bahagia kah ia?
"Saya nungguin kamu"
"Mas Al" Kaki Andin mendekat sekali lagi, bersiap memeluk Aldebaran sebelum akal sehatnya kembali bekerja.
"Maaf" Andin menatap mata Al dengan seksama, mengurungkan niatnya memeluk pemuda ini. Tidak! Ini masih area sekolan Andin!
"Saya antar pulang"
"Sebentar"
Andin mengetik sesuatu dilayar ponselnya, mengabari Shilla bahwa acara hari ini ia batalkan. Maafkan Andin, Ashilla.
Andin masuk kedalam mobil Aldebaran dengan perasaan yang begitu campur aduk, sedih sekaligus terharus karena akhirnya ia bisa berada dimobil ini lagi.
"Kamu bilang......"
"Maaf" Ucap Al mengetahui arah pembicaraan Andin.
"Apa nanti saat umurku tujuh belas tahun, baru kamu mau menjadi temanku?"
"Saya juga bingung"
"Kenapa?"
"Gimana saya harus bersikap dengan keadaan seperti ini" Aldebaran menjawab dengan tatapan yang lurus kedepan.
Andin tersenyum lembut "Aku paham, tolong tunggu aku sebentar lagi"
*****
"Bulan depan, saat aku sudah tujuh belas tahun aku ajak kamu bertemu Ibu dan Ayahku"
Al tersenyum singkat, tidak tau harus bereaksi apa.
"Kamu punya Adik?kakak?" Andin mulai bertanya lebih dalam tentang Aldebaran.
"Saya punya kakak perempuan"
"Sudah menikah?"
"Sudah"
"Aku juga punya kakak laki-laki, mau kenalan?"
"Iya"
"Aku juga mau kenal dengan kakak perempuan kamu"
"Ngapain?"
"Cuma kenalan, ngga boleh?" Jawab Andin dengan nada manjanya.
"Aku juga punya sahabat namanya Shilla, tadinya aku ada acara hari ini.........." Andin terus bercerita tentang hari-harinya seolah melupakan apa yang terjadi pada ia dan Aldebaran kemarin.
Aldebaran hanya mengangguk kemudian menjawab dan bertanya sedikit maka Andin akan menjawabnya dengan penuh semangat, Dimana ia lahir, bekas cakaran kucing yang ada tubuhnya, makanan dan minuman favoritnya dan banyak lagi.
Aldebaran sedikit kewalahan dengan semua ucapan Andin, bisa-bisanya Andin bersikap biasa saja seperti ini, padahal dari awal Al sudah ketar-ketir suasananya akan menjadi canggung dan juga akward.
"Ahhh maaf aku jadi terlalu banyak bicara" Ucap Andin mulai menyadari.
Andin menoleh kesana kemari, dimana ia sekarang?
"Ini bukan arah rumahku ya?"
"Bisa lewat sini, tadi disana macet" Jawab Al sedikit kaget, pasalnya ia sengaja mengubah rutenya menjadi semakin jauh, untuk apa?Al juga tidak tau.
"Mas Al, kamu tau betapa bahagianya aku saat ini?"
Aldebaran menggeleng.
"Aku seperti mendapat pelangi dihidupku lagi" jawab Andin sambil memandang jalanan yang mulai ramai.
"Berlebihan"
"Memang, aku juga bingung. Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini" jawab Andin tanpa menoleh kearah Al.
Aldebaran tersenyum kecil, ada rasa bahagia juga menyelinap dalam relung hatinya. Ini yang ia tidak temukan beberapa hari yang lalu.
Bertemu Andin lagi membuatnya Bahagia dan takut diwaktu yang bersamaan. Al tidak tau apakah keputusannya ini benar atau justru membuat hidupnya semakin kacau.
****
Jangan pergi dari hidupku lagi.
Aldebaran tersenyum melihat sebuah note tertempel di kursi penumpangnya, kapan gadis itu menempelnya?dan kapan juga gadis itu menulisnya? Entahlah mungkin tadi ia terlalu fokus pada jalanan sampai tak memperhatikan gerak gerik Andin.
Ia memasukan note tersebut kedalam saku bajunya, berlari kecil masuk kedalam rumahnya.
"Al pulang"
"Ada cake dari seseorang" ucap sang Ibu sambil membawa keranjang berisi beberapa kue kering didalamnya.
"Siapa ma?"
"Kamu tumben pulangnya lama? Tadi dia nungguin kamu juga" jawab Sang Ibu sambil menyodorkan keranjang kue tersebut.
"Nanti Al makan, mandi dulu" tolaknya halus seolah mengerti siapa pemberi cake tersebut.
Al berjalan lunglai menuju kamarnya, perasaannya berubah seketika melihat keranjang kue tersebut, kekacauan apalagi ini?setelah menyelesaikan masalah dengan hatinya kemarin, lalu apalagi ini?
**************
Haiii!!
Ada yang mau kasih saran nama buat sipemberi kue?mau dikasih nama Amanda tapi nanti takut bingung bacanya😁 yukk kasih saran yukk diluar IC juga gapapa.Hope u like it😍
With, love
Angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till We Meet Again
RomanceBerkisah tentang gadis bernama Andini Zahrantiara yang bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun mencintai pemuda dewasa. Perasaan kagum itu perlahan mulai berganti menjadi rasa cinta. Sepuluh tahun. Jarak perbedaan umur mereka, mungkin bagi seba...