12- Terserah kamu.

926 170 18
                                    

Hujan telah berakhir satu jam yang lalu, menyisakan genangan yang tak berarti. Setumpuk kayu dan ranting pohon kering diikat rapi ditengah lapangan, Sebentar lagi seluruh siswa akan berkumpul ditempat ini untuk melakukan penutupan kegiatan camping kali ini.

Ketua kelompok membagikan masing-masing ponsel yang dua hari lalu dikumpulkan, Andin menerimanya dengan sangat hati berdebar, apakah pemuda itu berusaha menghubunginya?

Ponsel Andin menyala, beberapa pesan mulai masuk dengan gerakan cepat ia membuka aplikasi pesannya, matanya tetap fokus berusaha menemukan nama pemuda itu dari banyaknya pemberitahuan diponselnya. Nihil.

Apa Aldebaran setidak peduli itu?

Andin kecewa, tak habis fikir dengan jalan pikiran Aldebaran yang katanya sudah dewasa itu, Bagaimana bisa? Apa Andin benar-benar tidak berarti dimatanya?

"Andin, ada titipan" tak lama Shilla datang membawa sebuah bingkisan.

"Thanks" ucap Andin mengambil bingkisan itu, siapalagi kalau bukan dari orang tuanya.

"Dari Bondol, Irish, Rafa dan Al" Shilla membaca kertas yang ditempel pada bingkisan tersebut.

"HAHH?" Andin membuka mulutnya lebar mendengar nama Al disebut, dengan segera ia melihat kertas tersebut.

Tiba-tiba senyumnya mengembang, matanya ikut tersenyum. Andin bahagia.

Andin melihat didalamnya ada beberapa cemilan yang bisa ia makan malam ini, jantungnya berdegap kencang bahkan hanya dengan melihat namanya. Terimakasih Aldebaran dan teman-teman.

Tak lama pengumuman untuk berkumpul dilapangan sudah mulai terdengar, Andin menyimpan rapi bingkisan tersebut. Moodnya sudah kembali lagi, Ia berniat mengucapkan terimakasih nanti.

****

Malam hari ini, akan ia habiskan untuk membersihkan kamarnya ditemani lagu-lagu jadul dari band favoritenya, itu yang Al pikirkan. Mungkin dengan cara ini ia bisa berhenti sejenak memikirkan kejadian sore hari tadi.

Ia mengambil ponselnya sebentar memastikan tidak ada notifikasi apapun, apa ponsel gadis itu belum dikembalikan juga?

"Apaansih Al" Al bergumam sendiri, kemudian menaruh ponselnya kembali.

Aldebaran melihat sekeliling mencoba berpikir dari mana ia harus memulainya? Ah ya dari lemari pakaiannya yang sudah tak beraturan. Aldebaran sendiri juga sudah muak melihat pakaiannya yang sudah amburadul.

Al mulai mengeluarkan pakaiannya dan melipatnya kembali, memisahkan pakaian yang sering ia pakai dengan yang jarang ia pakai.

Dan...
Dan bila esok datang kembali
Seperti sedia kala
Di mana kau bisa bercanda

Bersamaan dengan lagu yang ia dengar kan ia menemukan sebuah kotak usang disudut lemarinya.
Tangannya ragu untuk meraihnya, tapi hatinya berkata tak apa jika hanya untuk melihatnya kembali.

Al membuka kotak usang itu perlahan, emosi masa lalu kembali meluap. Kenangan yang sudah ia tutup rapat kembali terbuka, salah siapa?tentu saja salahnya sendiri.

Senyum gadisnya dimasa lalu, masih sama. Dan luka yang gadis itu buat juga masih sama sakitnya. Sampai saat ini.

Sudah cukup!
Al kembali menutup kotak tersebut dan menaruhnya  ketempat semula.
Kamarnya yang sudah terlanjur berantakan harus segera ia rapihkan.

Caci-maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala

Till We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang