Malam semakin sunyi meninggalkan sejuta pertanyaan dibenak pemuda ini, ia melirik sebuah kotak berwarna biru muda diatas nakas samping tempat tidurnya. Kemarin ia lupa memberikannya pada gadis itu, Andin.
Entah mengapa rasanya sunyi sekali malam ini tanpa kabar dari gadis kecil itu, biasanya ia akan mengirim pesan-pesan tak jelas bahkan pura-pura salah kirim demi mendapat balasan dari Aldebaran.
Sejujurnya, Al juga ingin mulai menghubungi Andin duluan tapi entahlah apa yang membuat pemuda itu masih diam seperti patung. Rasanya akan aneh jika Al bertanya apakah sudah makan?sedang apa?sudah mandi?. Seperti ABG saja.
Ia terdiam, berpikir sejenak bahwa gadis itu memang masih belia. Apakah Andin tidak mau mencari yang seperti itu?menghubungi setiap waktu, memberi perhatian setiap waktu, bahkan bertemu kapanpun ia mau. Tapi bersama Aldebaran? Rasanya tidak akan bisa.
Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Andin, tapi setiap bertemu rasanya Al hanya ingin mendengar celotehan Andin, mendengar keluh kesahnya.
Ada ragu dibenak Aldebaran, ragu.... Apakah ia harus melangkah atau justru diam ditempat.
****
"Serius lo mau nyusul?" Bondol mendekati Al dan Irish yang sedang mengobrol di pantry."Ikut ngga lo? Liat cabe-cabean?" Ajak Irish.
"Ikut dong malem mingguan sekalian, kali aja disana ada guru yang masih jombol"
"Jombol bgt ngga tuh?!" Ledek Irish.
"Ajak si Rafa tuh! Ntar ngambek lagi"
"Posesif banget sih lo Al! Si Andin kan cuma camping bentaran ampe disamper mulu" Ucap Bondol dengan gaya khasnya.
"Cuma liat ndol" Jawab Al datar.
"Ooooh dia mau liat gebetan si Andin kali ye Rish?" Bondol menyenggol Irish "Lah cewe cakep mah pasti banyak yang demen ngga sih?gue dulu pas sekolah aja banyak yang demenin saking cakepnya gue" lanjutnya narsis.
"Cewe apa cowo?" Tanya Irish.
"Dua-duanya kali ye?Si Al aja dulu sempet naksir gue"
Al mengetok meja "Amit-amit" ucapnya lalu meninggalkan Irish dan Bondol yang masih cekikikan.
"Jam tiga otewe" Seru Al sebelum benar-benar menghilang dari pandangan mereka.
***
Satu malam lagi, Andin mendengus kesal mulai lelah dengan keadaan. Hari sudah mulai gelap, baju pramukanya sudah lusuh akibat dipakai seharian. Entahlah Andin tak bisa memprediksi bagaimana bentuk wajah dan rambutnya sekarang.Andin berjongkok mengisi Air diember yang barusan ia bawa, tak lama rintik hujan mulai turun padahal kegiatan terakhir nanti malam adalah api unggun. Siswa-siswa lain mulai berhamburan mencari tempat berlindung agar tidak terkena hujan, padahal menurut Andin hujannya belum terlalu lebat.
Andin memejamkan mata mendongak merasakan buliran air Hujan mengenai wajahnya, rasanya segar sekali, sepertinya ia jadi malas mandi. Tiba-tiba buliran air hujan itu menghilang, Andin membuka mata dan mendapati sebuah jaket berwarna Army menutupi kepalanya.
"Lagi apa?"
"Ka Randy?!"
"Jangan ujan-ujanan" Randy menarik Andin menuju gazebo jaketnya ia biarkan tetap melindungi kepala Andin.
"Jangan deket-deket" pekik Andin ketika Randy mendekat.
"Kenapa?"
"Sa..saya bau belum mandi" jawab Andin polos
Randy tertawa "Santai aja kali"
"Kakak ko disini?"
"Iseng aja nostalgia jaman dulu"
"Ohhh sendiri?"
"Ngga, sama alumni osis yang lain juga"
Tak lama Andin dan Randy terdiam menikmati Hujan yang semakin mereda, "Tenda lo dimana?" tanya Randy.
"Disana" Andin menunjuk tenda berwarna cokelat.
Randy menaruh jaketnya dikepala Andin "Mau gue antar ke tenda atau lo jalan sendiri?"
"Se..sendiri aja" Jawab Andin mengembalikan jaket Randy kembali.
"Lindungin kepala lo, pusing ntar" jawab Randy menolak.
Andin mengangguk ragu kemudian mulai berjalan kearah tendanya, acara mandinya akan ia batalkan.
"Nanti malam gue jaga ditenda sana ya" seru Randy entah pada siapa, Andin berjalan cepat sambil tetap melindungi kepalanya dengan jaket milik Randy.
*****
"Drama apa yang barusan kita tonton?" Bondol menyeruput teh panasnya sambil melongok kearah sebuah lapangan besar dengan tenda-tenda.
Irish menoleh kearah Aldebaran yang masih terpaku dibangku penumpang. "Ko bengong?mau turun ngga?"
Aldebaran, Irish, Bondol dan Rafa berada disini, di sebuah perkemahan yang luas dimana Andin melangsungkan kegiatan campingnya.
Aldebaran melihat semuanya, dari awal sampai akhir. Semuanya. Nafasnya sedikit tercekat, ada rasa tidak nyaman ketika melihat Andin dengan pemuda lain, perasaan apa ini?
Kenapa Rafa memilih parkir mobil disini yang anehnya langsung menemukan Andin bersama pemuda itu.
"Wajar ngga sih?!" Rafa mulai bersuara.
"Apa?" Jawab Al ketus.
"Andin cakep, ramah, baik gimana tu cowo-cowo ngga mau pedekate sama dia?terus juga Andin kan gak punya pacar" sindir Rafa, membuat Aldebaran kembali menoleh kearah sebuah tenda berwarna cokelat.
"Jadi gimana?mau turun ngga?bisa lohh tuh banyak yang nitip bingkisan" ucap Irish mencoba mencairkan suasana.
"Lo aja Rish, badan gue tiba-tiba ngga enak"
"Hati lo kali Al" ledek Bondol.
Mood Al tiba-tiba berantakan, ia membiarkan Irish dan Bondol turun dari mobil untuk memberikan beberapa cemilan yang baru saja ia beli dijalan tadi.
"Kayanya lo naksir beneran deh Al" ucap Rafa memperhatikan gerak-gerik Al.
"Gak usah so tau"
"Monyet lahiran juga tau kali Al kalo lu cemburu, liat noh muka lu" Rafa menggeser cerminnya kearah Al.
Al terdiam tak mampu bereaksi.
"Gengsi banget sih lo ngakuin naksir sama anak sma" Rafa tertawa puas.
"Kalo diakuin juga ga akan punya masa depan"
"Apaan?"
"Hubungannya, udahlah pusing gw" ucap Al akhirnya.
"Bego! Kalo udah tau hubungan lo sama Andin ga ada masa depan ngapain berlanjut begini-beginian? Biarinlah si Andin cari yang lain"Jelas Rafa "dan lo juga"
Skak!
Aldebaran terdiam, otaknya mencoba mencerna kata demi kata yang Rafa lontarkan. Seharusnya itu mudah. Seharusnya semuanya akan mudah jika Al tak menghubungi Andin lagi waktu itu. Seharusnya semuanya akan baik-baik saja jika saja Al tak mencoba bertemu Andin kembali. Semuanya tidak akan rumit jika Al tidak jatuh cinta.****
Hiiii!
Hope u like it❤️
Maaf jika ada typoWith love, Angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till We Meet Again
RomanceBerkisah tentang gadis bernama Andini Zahrantiara yang bahkan belum genap berusia tujuh belas tahun mencintai pemuda dewasa. Perasaan kagum itu perlahan mulai berganti menjadi rasa cinta. Sepuluh tahun. Jarak perbedaan umur mereka, mungkin bagi seba...