Part 8

2.6K 272 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
__________~~~__________

Sudah satu jam lamanya aku duduk dengan perasaan campur aduk. Bagaimana tidak, aku duduk dengan posisi berhadapan dengan para ustadz-ustadzah yang sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Walaupun begitu, aku masih merasakan canggung, ditambah lagi dengan Alifia yang entah hilang kemana.

"Nak, Ayra..." Aku terkesiap, menoleh dimana sumber suara itu berasal. Tepat di ambang pintu ruangan, umi Jihan datang seorang diri lalu berjalan kemari.

"Maaf ya, bikin kamu menunggu Fia. Fia nya tadi tiba-tiba kebelet, jadi agak lama. Mungkin bentar lagi juga kesini." Oh kebelet. Kenapa gak ngomong dulu sih, tuh anak.

Aku mengangguk mengerti. "Kamu, kalau mau jalan-jalan di sekitaran sini juga boleh. Tapi maaf banget umi gak bisa anter, karena bentar lagi ada jam ngajar anak-anak."

Aku yang bingung, mengangguk mengiyakannya saja.

"Ya udah umi tinggal dulu ya, assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..."

"Wa'alaikumusalam,"

Aku menghela nafas, kembali mengedarkan pandangan hingga ketika tak sengaja bertemu mata dengan seorang ustadzah, dia melemparkan senyuman dan akupun membalasnya.

Kalau gue keluar, perlu pamit gak sih. Kalau gak pamit dikira apa gitu, tapi kalau pamit... gimana cara ngomongnya. -benakku.

Hingga pada saat aku baru saja berdiri, seorang ustadzah yang tak jauh dariku bertanya. "Loh, nak Ayra mau kemana?"

"Emm ini, a-aku... aku mau jalan-jalan. Ya, jalan-jalan disekitar sini, boleh ustadzah?" balasku agak kaku. Mau bagaimana lagi, Alifia bilang, kalau gak mau diusir ya harus berperilaku sopan.

"Oh, boleh... tapi jangan jauh-jauh, ya. Nanti nyasar." kelakarnya diakhir kalimat, aku terkekeh sebentar lalu berpamitan keluar.

Memang tak heran jika ustadzah tadi bilang jangan jauh-jauh, pasalnya kawasan pondok pesantren Atha'illah luasnya tak kira-kira. Banyak lapangan, simpangan hingga gedung-gedung kerap kali ku jumpai. Mampuslah aku lupa jalan pulang.

Ah, jika aku tersesat pun bisa minta dijemput oleh Alifa. Untuk sekarang, aku ingin menjelajahi kawasan yang berpenghuni para umat yang taat akan beragama dulu.

Tak bisa dipungkiri, di setiap langkah, aku tak henti-hentinya berdecak kagum dengan orang-orang yang berlalu lalang sembari memeluk kitab suci Al-Qur'an atau buku-buku yang tidak ku ketahui. Bahkan tak jarang aku mendengar beberapa orang bershalawat dan berdzikir saat berpapasan dengan ku. Maa syaa Allah.

Hingga sebuah lantunan ayat suci terdengar begitu merdu menyapaku dari arah masjid yang cukup besar. Rasa penasaran dengan sang pemilik suara seketika membawaku ke masjid itu.

"Cowok itu..."

"Assalamu'alaikum, kamu anak baru, ya?" Aku menoleh saat menyadari bahwa orang yang diajak bicara adalah aku.

"Oh, bukan. Aku temen dari anak umi Jihan."

Dia dan satu temannya mengangguk seraya tersenyum manis. "Kalau gitu, kamu mau ikut masuk, gak? Kebetulan di dalam ada Gus Rey yang lagi tausiyah."

Gus Rey?

"Oh, nggak usah. Gak enak sama yang lain. Gue kan bukan santriwati disini." balasku, agak getir.

"Ya udah, kalau gitu kita permisi masuk ya, assalamu'alaikum..." salam mereka sambil sedikit membukukan badannya. Aku terkejut, sebegitu sopannya mereka padaku yang jelas-jelas umurku dengan mereka tidak terpaut jauh.

"Wa'alaikumusalam,"

Aku beralih melihat orang yang bernama Gus Rey itu. Nggak salah lagi, dia adalah cowok yang kemarin ngasih makanan buat Fia. Jadi dia anak pondok. Tapi kenapa aku kaya pernah lihat dia sebelumnya.

"Nah, teman-teman... bisa kita lihat dari ayat tersebut yang menjelaskan betapa terlarang dan kejinya perbuatan zina. Kalau ditafsirkan, zina itu bukan hanya pacaran, temen-temen. Bukan hanya hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim."

"Ada 4 tingkatan zina. Yang pertama, zina 'ain, artinya apa... zina ini artinya memandang lawan jenis yang bukan mahram dengan perasaan senang. Yang kedua, zina Qolbi. Artinya, zina memikirkan, berhalu atau mengkhayal lawan jenis yang bukan mahram dengan perasaan senang. Yang ketiga, zina lisan. Artinya membicarakan terus-menerus seseorang dengan perasaan senang. Jadi... awas nih yang suka ghibah. Udah dapet dosa dari ghibah, eh nambah dapet dosa karena zina."

"Dan yang terakhir, zina Yadin. Nah ini nih yang paling menjerumuskan orang yang melakukan zina ini. Zina Yadin, atau memegang/ menyentuh tubuh lawan jenis yang bukan mahram dengan perasaan senang. Nauzubillahi Mindzalik..."

"Nah, 'Gus... saya mah pacarannya syar'i Gus. Main aman, gak pernah pegangan tangan. Paling kalau ketemu ya jaga jarak, terus juga kita selalu ngingetin ibadah.' HEY! Astaghfirullah hal'adzim... gini ya temen-temen, saya gak percaya sama yang namanya pacaran syar'i atau apalah itu."

"Yang namanya pacaran, pacaran nih nama aja pacaran... sudah termasuk dosa. Ada gak dalam Islam, pacaran? Gak ada! Terus, pernah liat orang pacaran jaga pandangan? Saya yakin gak ada. Pernah liat orang pacaran tapi gak galau, gak senyum-senyum sendiri? Pasti semua orang pacaran galau, senyum-senyum gak jelas. Itu karena apa? Karena pikiran mereka itu dipenuhi sama bayang-bayang orang sampai menimbulkan perasaan senang dalam hati..."

"Ayra!"

Aku terperanjat bukan main, hingga memegang dada. Jaga-jaga kalau saja jantungku lompat dari tempatnya. Aku mendengus kala melihat siapa biang kerok yang mengejutkan ku.

/Pakk!

Aku menaboknya, "apa sih, Fi! Jantungan lama-lama gue deket sama lo!"

"Hehehe, maaf deh. Habis kamu dari tadi diem aja disini kaya patung ancol."

"Au ah, gelap!" Aku melenggang pergi, meninggalkan Fia yang masih berdiri di tempat.

"Mau kemana lagi?"

"Pulang!"

"Emang tau jalannya?"

"Ya kagaklah Maimunah! Mangkanya tunjukin!" Kesel juga lama-lama meladeni Alifia yang sifat resenya keluar.

****

Ada yang penasaran sama Rey/ Gus Rey gak nih???

See u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang