Part 22

2.2K 247 1
                                    


Bismillahirrahmanirrahim

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Itu artinya, sudah setengah jam aku berada di dalam UKS. Sudah setengah jam pula siswa/i SMA Trimurti dipulangkan cepat. Pun dengan Ghea yang sudah keluar dari UKS beberapa menit lalu, hingga menyisakan aku dan Fia disini

Sebelumnya pun aku sudah berganti pakaian menjadi baju olahraga serta jilbab yang sempat ku taruh di loker sekolah. Sembari duduk, pikiranku kembali melayang atas perlakuan Tessa dan Ayu tadi. Apa Ayu sebegitu marahnya sampai harus bully aku. Apa aku sebegitu salahnya sampai mendapatkan hukuman ini.

Aku menghela napas panjang, meredam rasa sesak di dada. Namun, setelah lama tak ada yang membuka suara, aku mendongak kala Fia memanggilku dengan intonasi rendah.

"Ay,"

Raut wajah yang awalnya biasa, berubah dalam sekejap ketika melihat Fia menangis. "Maaf, ya, Ay... aku gak bisa jaga kamu. Harusnya pas aku tahu kamu ke toilet, aku nyusul kamu aja. Kalau aku nyusul kamu, kejadian kaya tadi gak mungkin terjadi. Maaf, Ay..."

Aku tersenyum simpul. "Gapapa, Fi."

"Aku bukan sahabat yang baik, Ay. Aku gak kaya kamu yang selalu lindungin aku. Kamu ngelarang aku muncul di depan teman-teman kamu karena gak mau aku luka. Tapi aku malah gak bisa nyegah mereka, sampai kamu luka gini..."

Tak bisa dipungkiri. Mendengarnya menangis, hatiku semakin merasakan sesak hingga tak bisa lagi menahan genangan air mata ini. Aku menjulurkan tanganku, mengusap kedua pipinya yang banjir air mata.

"Gapapa, Fi. I'm fine. Lo jangan ngerasa bersalah gitu dong. Lo tetep sahabat terbaik gue. Lo, sahabat satu-satunya, gak akan ada yang bisa gantiin posisi, lo, Fi." Aku menarik tubuh Fia kedalam dekapanku, lalu aku berbisik padanya dengan pasti. "Makasih ya, Fi. Lo masih bertahan dan mau bimbing gue. Makasih banyak."

Fia mengangguk. "Pasti, Ay. Karena aku gak mau persahabatan kita terjalin cuma di dunia, aku mau persahabatan kita gak akan pernah putus sampai di akhirat nanti. Sesakit apapun di dunia, tetap bertahan ya, Ay. Allah pasti akan menggantinya dengan sesuatu yang diluar logika manusia."

"Makasih." balasku, berbisik.

"Oh iya..." Entah mengapa aku teringat sesuatu, dan ingin menanyakannya pada Fia. Setelah pelukan itu terlepas, aku bertanya. "Suara tembakan tadi itu...-"

/Tok tok tok! "Sorry ganggu, Ay."

Pandanganku beralih pada orang yang mengetuk pintu tadi. Yuda.

Ia tersenyum simpul, dan melanjutkan ucapannya. "Disuruh buat dateng ke ruang BK, sekarang."

Aku memandang Alifia, pun sebaliknya. Walaupun masih bingung, tapi tak urung aku mengiyakannya dan langsung menuju ruang BK. Alifia juga ikut, berjalan bersisian denganku, sementara Yuda berjalan di belakang.

Sesampainya aku di depan ruang BK, Ghea yang tadinya duduk di kursi panjang bersama Morgan dan Reza, setelah melihatku, ia berdiri dan memelukku. Ia meminta maaf berulangkali dan mengatakan penyesalan yang teramat besar padaku.

Aku semakin tak mengerti. Tak sampai di situ, aku mendengar keributan dari dalam ruangan BK dengan amat jelas, ditambah lagi dengan suasana sekolah sudah mulai sepi, menjadikan suara keributan di dalam semakin terdengar jelas.

"Saya, kan, udah bilang, kalau bukan saya yang nyuruh Jordan buat nusuk om Haris, pak!"

"Dia sendiri yang melakukan itu tanpa suruhan dari saya!"

Aku melepaskan diri dari pelukan Ghea dan bergegas masuk ke ruang BK. Melihat aku berdiri di ambang pintu, seluruh pasang mata yang terdiri dari pak Ilham -kepala sekolah-, pak Ali, Bu Tonah - salah satu staf BK serta 4 polisi, Tessa, Ayu, Rey, dan Alfin langsung memandangku.

Tapi pandanganku justru hanya berpusat pada Ayu. Orang yang tadi berbicara dengan intonasi tinggi.

"Yu," Bak tercekik suara sendiri, aku menelan semua pertanyaan yang sudah mendesak ingin keluar.

Bu Tonah bangkit dan menuntunku duduk di sampingnya dan pak Ali, berseberangan dengan posisi Ayu dan Tessa duduk. Tak lama dari itu, pintu terketuk. Aku menoleh dan ternyata itu adalah ibu dan dua ibu lain dari Tessa dan Ayu. Sarah dan Rahma.

Ibu juga ada di sini. Ya Allah, sebenarnya ada apa ini.

"Permisi," Setelah mendapatkan persetujuan dari pak Ilham, mereka duduk di bangkunya masing-masing. Sedangan ibu duduk di samping ku menggantikan pak Ali. Ibu melempar senyum ramahnya pada semua orang, termasuk padaku.

"Ada apa ini, pak? Kenapa anak saya di borgol seperti ini??" tanya Bu Rahma, terkejut ketika baru menyadari itu.

"Tenang dulu, ya, Bu. Saya akan menjelaskan secara detail. Dan saya harap, semua orang yang ada di ruangan ini bisa bekerjasama dan produktif." balas pak Ilham.

Semuanya senyap.

"Baiklah, kalau semuanya sudah lengkap, saya mulai bicara. Ada sebuah laporan dari salah satu guru kami, pak Ali. Beliau kata, ada dua orang murid mengadu bahwa ada kejanggalan dengan salah satu murid disini. Yang memang memiliki sangkut pautnya dengan insiden satu bulan silam. Yaitu, insiden perampokan di rumah, pak Haris, ayah dari Ayra. Hingga merenggut nyawa pak Haris"

/Deg!

Suasana masih senyap. Baik aku maupun yang lain, sibuk menyimak dengan serius penjelasan dari pak Ilham.

"Dua murid yang mengadu pada pak Ali tersebut adalah Rey dan Alfin. Melalui perantara pak Ali, beliau menjelaskan semuanya pada saya. Katanya, Alfin mendengar dengan jelas seseorang berbicara via telepon, tepatnya di gudang belakang sekolah. Hari Senin, sekitar pukul 14.30 WIB."

"Tapi sayangnya, Alfin tidak melihat dengan jelas wajah si penelpon yang berjenis kelamin perempuan. Pembicaraan yang di dengar oleh Alfin adalah, 'Gue kan udah bilang sama lo! Gue gak nyuruh elo buat nusuk bokap Ayra! Itu semua salah elo yang teledor! Gue cuma nyuruh lo, buat kasih pelajaran Ayra! Jadi jangan bawa-bawa nama gue atas penusukan itu!' "

Aku terkejut. Fakta yang dijelaskan oleh pak Ilham sangatlah tak terduga. Dalang penusukan ayah ada disini. Dan orang itu.... Pandanganku kembali berpusat pada Ayu yang terus menundukkan kepalanya dan memainkan borgol di pergelangan tangannya.

"Oleh karena itu, pak Ali, Alfin serta Rey mencoba menyelidiki dengan membuka cctv yang terletak di koridor kelas X IPS. Karena di gudang tersebut tidak terpasang cctv, mereka mengambil rekaman dari koridor kelas X IPS yang menurutnya itulah yang paling memungkinkan terjangkau sampai pintu gudang."

"Dan benar saja. Pukul 14.24 seorang siswi masuk ke dalam gudang seorang diri, dan keluar dari gudang pukul 14.35. Ciri-ciri yang dikenakan siswi di dalam rekaman pun sama persis seperti yang Alfin lihat secara langsung. Dan ini adalah gambar yang kami ambil dalam rekaman cctv, ketika siswi itu keluar dari gudang."

Ibu mengambil laptop yang di serahkan oleh pak Ilham dengan ragu-ragu. Aku yang penasaran lantas ikut melihat foto tersebut. Betapa terkejutnya aku, di dalam foto itu adalah Ayu.

Ayu???

"Iya, itu adalah Ayu. Tapi karena pak Ali, Alfin dan Rey masih belum memiliki cukup banyak bukti, jadilah mereka mencari bukti lain. Dan bukti itu, Rey dapatkan saat ia tak sengaja melihat Ayu lalu mengikuti Ayu sampai ke sebuah club malam."

****


TBC
See u next part 🙌

Hijrahku di bangku SMA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang